RAINA 42 - Muak

234 24 24
                                    

Keesokan paginya Bisma memarkirkan motor di depan rumah. Cowok itu berjalan gontai. Kepalanya masih pusing karena minuman keras. Semalam, sepulang dari rumah Mala, Bisma menginap di bar langganannya.

Bisma terlalu bosan dan muak dengan suasana rumah yang sudah seperti neraka baginya. Pertengkaran hebat kedua orang tuanya sebelum Bisma berangkat ke rumah Mala membuat dia memilih tidak pulang dan pergi ke bar untuk menenangkan diri.

Masuk ke dalam rumah, samar-samar Bisma mendengar suara teriakan kedua orang tuanya dari dalam kamar mereka. "Terus sekarang gimana nasib kita!? Anak-anak kita masih butuh uang buat sekolah, Yah!" Itu suara teriakan Ibu.

"Daripada ngomel mending Ibu bantu cari uang!" balas Ayah, juga berteriak.

"Selama ini Ibu bantu cari uang, apa nggak cukup!?"

"Bantuin apa?! Ibu cuma bisa habisin buat arisan nggak jelas!"

"Arisan itu jelas, Yah! Ibu sering jajanin anak-anak pake uang arisan, kok!"

Bisma menghela napas panjang. Telinga Bisma panas mendengar pertengkaran mereka. Sebenarnya Bisma malas pulang ke rumah, sungguh.

Tapi, mengingat hari ini dia akan kencan dengan Mala, mau tak mau Bisma pulang ke rumah untuk mandi dan berganti baju. Mengabaikan kedua orang tuanya yang terus-terusan berdebat, Bisma menaiki lantai dua, dimana kamarnya berada.

Blam!

"Anjim!" Bisma terperanjat saat melihat seorang anak laki-laki meringkuk di samping pintu. Ternyata itu Bimo. Anak itu menutup rapat kedua telinganya sambil memejamkan mata.

Seketika Bisma merasa bersalah sudah membanting pintu kamarnya tadi. Bimo pasti terkejut. Bisma menghampiri Bimo, berjongkok di sampingnya. Tangan Bisma terulur, menepuk pundak Bimo pelan.

"Bim, ini gue, Bisma. Lo nggak usah takut lagi sekarang, ada gue di sini." Bisma merengkuh tubuh gemetar Bimo.

"Bang Bisma, gue takut..."

Hati Bisma mencelos. Seharusnya kemarin dia membawa Bimo pergi bersama, tapi mana mungkin dia membawa adiknya ke bar.

"Gue mandi dulu habis itu kita pergi keluar," Bisma mengusap pucuk kepala adiknya. Kemudian mengeluarkan ponsel dan meraih headset di atas nakas, menyerahkannya pada Bimo.

"Lo dengerin musik aja dulu sambil nunggu gue selesai mandi." Bimo hanya mengangguk, menerima ponsel dan headset yang diberikan kakaknya.

***

"Sayang, maaf aku telat, jalannya macet. Kamu tadi ke sini naik apa? Taksi? Aku ganti ya uang taksinya?" Bisma menghujani Mala dengan berbagai pertanyaan sesampainya cowok itu di kafe.

Sebenarnya mereka akan nonton di bioskop, tapi Bisma merasa tak baik jika Bimo ikut melihat film percintaan. Dan berakhirlah mereka kencan di kafe dekat sekolah mereka.

Sialnya, karena Bisma harus membonceng Bimo, cowok itu jadi tidak bisa menjemput Mala, membuat cewek itu badmood.

Lihat saja sekarang, wajah Mala jadi tambah jelek karena merajuk. Tapi, menurut Bisma, raut wajah cemberut Mala malah sangat menggemaskan.

"Udah ah, buruan masuk. Panas nih di luar." Mala mengibaskan tangan di depan wajah. Kemudian berjalan masuk ke dalam kafe mendahului Bisma dan Bimo.

"Eh sayang tunggu. Ayo, Bim." Bisma sedikit berlari mengejar Mala. Sedangkan Bimo berjalan di belakang dengan tatapan tak suka. Melihat perlakuan Mala terhadap kakaknya membuat Bimo tak nyaman.

***

Sejak tadi Bimo melihat hal-hal yang membuatnya ingin muntah. Mala seperti tak mau lepas dari Bisma. Cewek itu sudah dua jam ini bergelayut di lengan Bisma. 

Sedangkan Bisma malah membalasnya dengan senang hati. Setidaknya bisakah mereka menjaga sikap di depan anak kecil?!

"Sayangg, baju ini bagus deh. Besok beli yuk keburu habis." Mala menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan baju couple. Wajah cewek itu berubah sok manis sambil mengusap rambut belakang Bisma.

"Oke, oke, besok kita beli," enteng Bisma, kemudian menyesap kopi panasnya.

"Asikkk, makasih sayang!" Mala mencium pipi Bisma.

Bimo yang sedang asik bermain game di ponsel Bisma pun merasa terganggu. Mau tak mau Bimo ke toilet agar bisa jauh dari keduanya. Melihat pasangan itu sungguh menggelikan bagi bocah di bawah umur sepertinya.

Selepas kepergian Bimo ke toilet, Mala membenarkan posisi duduknya. Menatap Bisma dengan serius. "Sayang," panggilnya.

Bisma pun menoleh. "Hm? Kenapa, Sayang?"

"Kok kamu bawa adikmu sih? Kan kencan kita jadi keganggu." Mala cemberut, memainkan ujung jaket pacarnya.

Bisma menghela napas pelan melihat Mala merajuk lagi. Bisma memang sudah menebak kalau Mala akan membahasnya. Dari sikap Mala sudah terlihat jelas kalau dia tak nyaman dengan kehadiran Bimo.

Bisma mengusap rambut pacarnya dengan lembut. "Kan aku udah bilang kalo di rumah nggak ada orang. Kasian Bimo di rumah sendirian."

"Dia kan udah gede, masa gitu aja nggak berani?"

Tentu saja Bimo berani, tapi mana mungkin Bisma bilang kalau alasan dia membawa Bimo karena kedua orang tuanya bertengkar. Bisa-bisa image keluarganya di mata Mala jadi terlihat buruk.

"Em...Ibu sama Ayah takut kalo Bimo di rumah sendirian nanti ada maling atau rampok. Soalnya lagi marak tuh maling di komplek aku, iya hehe." Bisma tertawa canggung, menghindari tatapan Mala.

Walau awalnya ragu, Mala akhirnya percaya, "Kok kamu nggak pernah cerita soal itu ke aku?"

"Aku takut kamu khawatir, Sayang." Bisma merangkul tubuh Mala dan mencium dahinya dengan cepat. Tentu saja Mala langsung luluh dibuatnya.

Kembali dari toilet, Bimo melihat kelakuan Mala yang semakin berani. Mala hampir mencium bibir Bisma jika saja Bimo tidak berpura-pura batuk. Tentu saja Mala dan Bisma berubah panik.

Sebenarnya Bimo tak menyangka bahwa kakaknya putus dengan Raina dan lebih memilih cewek seperti Mala. Bahkan kakaknya merokok gara-gara Mala. Bimo tentu tau hal itu. Eria, kakak sepupunya yang bercerita.

"Bang," panggil Bimo.

Bisma mendongak, menatap bingung Bimo yang duduk di depannya. "Kenapa?"

"Kak Raina kemana? Kok nggak ikut kita?" Mendengar pertanyaan Bimo, Bisma hampir tersedak makanan yang baru dia kunyah. Gerakan Mala yang sedang menyendok makanan pun juga ikut berhenti.

Rahang Bisma mengeras. "Gue udah bilang, kan, kalo gue putus sama Raina. Ngapain lo nanyain cewek itu?"

"Soalnya lo aneh, Bang. Bukannya bersyukur punya berlian, lo malah lebih milih sampah." Bimo melirik sekilas Mala yang menatapnya dengan sinis.

"Maksud lo apa?!" Mala membentak Bimo karena kesal. Bahkan dia menatap dengan tajam adik dari pacarnya itu. "Sayang, adik kamu udah kurang ajar tuh sama aku," adu Mala pada Bisma dengan suara merengek.

Bisma yang mengerti bahwa Bimo sengaja memancing Mala hanya menghela napas pasrah. Perkataan Bimo memang keterlaluan, seharusnya dia marah pada adiknya, tapi kenapa dia diam saja kali ini? 





🍂🍂🍂

Wah, Bimo👍

Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara 😊

MintAdjie21 and Ischyros27

4 Februari 2021

Raina✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang