24. Dua Sisi Mata Uang.

52 13 0
                                    

Sejak kejadian tadi siang di kantin sekolah suasana hati Nimas dibuat naik-turun. Ternyata pertikaian Dimas dan siswi baru itu berlanjut hingga pulang sekolah. Selalu saja ada perkara yang mereka perdebatkan. Sontak saja hal itu menjadi topik teranyar. Sampai-sampai Vino yang menjabat sebagai ketua kelas pusing sendiri menghadapi dua remaja itu.

Namun ada kalanya dua siswa itu tampak akur. Dimas yang terkenal paling pintar di kelas dengan suka rela membantu gadis itu jika ia merasa kesulitan dengan pelajaran yang diterangkan, dan saat itulah satu-satunya sikap si gadis terlihat begitu bersahabat kepada Dimas.

Meski di hari pertama masuk sekolah ia telah menjadi pusat perhatian akibat ulahnya yang terlalu agresif, nyatanya saat pelajaran berlangsung ialah yang paling terlihat bersemangat. Ia sangat aktif bertanya kepada guru, mata hitam berbingkai kelopak besarnya begitu cerah saat mencatat poin-poin penting di papan tulis. Walaupun kadang kala ada penjelasan yang menurutnya sulit dimengerti, ia tidak akan canggung langsung bertanya pada Dimas. Dan begitulah seketika interaksi dua remaja itu berbanding terbalik dengan di kantin beberapa waktu lalu.

Ada dua hal yang paling mencengangkan terjadi hari ini. Pertama, saat gadis berambut pendek itu mendapat nilai seratus, ia langsung kegirangan tidak tanggung-tangung melompat kecil dan memeluk Dimas amat erat. Saat dia menyadari apa yang barusan terjadi secepat kilat mengalihkan perhatian dan kembali duduk dibangkunya-- bersebelahan dengan gadis berperawakan paling kecil di kelas, Citra Anggraini.

Entah kebetulan atau memang sedari tadi Nimas selalu memerhatikan tingkah Dimas. Ia menangkap pemandangan bahwa pemuda itu menarik simpul kecil kala melihat kebahagiaan si siswi baru.

Hal kedua adalah saat lima siswa dari kelas sebelah mendatangi gadis bersuara serak-serak basah yang sedang asik mengobrol dengan teman sebangkunya. Waktu itu jam istirahat kedua tersisa beberapa menit lagi. Si gadis yang menyadari salah satu dari pemuda itu adalah korban tonjokannya tadi pagi langsung berdiri dan memasang wajah seangkuh mungkin.

Ayolah, tidak bisa dipungkiri rasa kesal itu masih menyelimuti sanubari, senyum miring terpatri saat ia menyadari hidung sang korban telah terbungkus benda berwarna putih.

Kala dia ingin kembali membuat perhitungan kepada pemuda-pemuda urakan itu, sekelebat tangan langsung menangkap tinju yang sedang melayang. Bola mata itu langsung berpendar merah saat mengetahui orang yang menghalangi aksinya adalah Dimas. Tidak mau kalah dengan si gadis, Dimas sama-sama melayangkan tatapan tajam nan menohok tapi, didetik selanjutnya tersenyum amat manis dan berbalik.

"Kalian pergi dari kelas ini, sekarang!" Seketika senyuman itu mendatar. "Kalo niat kalian cuma mau buat masalah."

Salah satu pemuda maju selangkah, menunjuk dada Dimas.

"Gue punya urusan sama tuh cewek, minggir lo!" bentaknya tepat di depan Dimas.

Terkikik kecil, Dimas melempar tatapan tajam pada lawan dihadapan. "Beraninya sama cewek, cemen banget lo! Kalo jantan lawan gue!"

Seketika suasana memanas, siswa dan siswi di kelas sebelas IPA 1 berseru kegirangan dengan balasan Dimas. Tidak terima dengan perlakuan tersebut teman pemuda dari kelas sebelah maju.

"Oke kalo itu, lo punya urusan sama gue, Dimas!"

Sebenarnya permusuhan antara dua pemuda itu telah terjalin sejak kelas sepuluh, hanya sebagian kecil yang mengetahui asal-muasal permasalahan keduanya. Semenjak itu pula, jika sudah pemuda itu yang berhadapan dengan Dimas pasti masalah akan semakin runyam.

"Anka, Dimas. Stop!" Nimas langsung menyusup diantara dua pemuda yang bertikai itu. Tidak terasa genangan air telah terkumpul. Dengan sekali mengerjap mungkin saja akan luruh menjadi aliran sungai.

Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang