Andreas mengurut kepala yang tiba-tiba diserang migrain. Sudah banyak anak buah yang tewas dalam misi kali ini dan hampir semuanya ditumbangkan oleh Dimas. Padahal anak itu baru menampakkan batang hidung kurang dari satu jam.
Saat ini dia dan Naufal memilih untuk bergerak. Sudah cukup, Naufal tidak mau pesiarnya semakin kotor. Laki-laki renta ini mungkin terlihat santai duduk di kursi roda namun, pikirannya melalang buana. Tak ia sangka menghadapi seorang remaja akan semerepotkan ini. Sedangkan di sisi kiri Naufal, Dan memasang wajah gusar pasalnya ia baru mendapat kabar dari anak-anaknya bahwa Kumbang telah mati.
Lalu dibuntut rombongan, Nimas dan Anka digiring layaknya binatang. Dua remaja itu dipaksa berjalan sambil ditodong senjata api. Tidak ada kesempatan untuk lari karena mereka dikelilingi pasukan bersenjata.
"Akhirnya sang tuan rumah bergerak juga." Maeda menyentak semua orang. Laki-laki asal Bali itu menyender santai di sudut ruangan. Lantas mulai mendekati orang-orang itu.
"Pak tua ...." Maeda menyeringai. "Aku baru saja melihat pemandangan mengerikan. Belasan anak buah mu tergeletak begitu saja di sana." Maeda menunjuk satu titik. Ia sengaja melakukan itu karena masih terbakar amarah sebab kematian rekan-rekannya. Ia ingin membalas Naufal dengan melihat seberapa kacau pria tersebut.
"Jangan kurang ajar dengan Bos Naufal!" Andreas berang. Namun segera diredam oleh Naufal.
Naufal tertawa kecil, dia lalu balas menatap remeh Maeda. "Aku juga turut berduka atas kematian rekan-rekanmu ... termasuk Gustam, kata anak buahku jasadnya ditemukan di lantai tiga."
"Tapi, sungguh itu bukan perbuatan anak buahku," lanjut Naufal.
Maeda terbelalak, dia memercayai Naufal pasalnya setelah kericuhan di aula pesta ia langsung menghubungi Gustam ---laki-laki itu masih merespon dengan baik. Ingin sekali rasanya Maeda menyerang pria tua itu. Tetapi mengingat dirinya hanya sendirian, akhirnya laki-laki itu memuaskannya dengan menggeram sejadi-jadinya.
Aktifitas orang-orang itu terhenti saat suara langkah kaki dari ujung lorong gelap mengudara. Serentak semuanya mendapati dua siluit manusia. Mereka lantas memasang siaga.
"Lapor Bos, saya telah mencari di bagian kapal sebelah selatan dan tidak mendapati musuh."
Semua orang menurunkan tingkat kewaspadaan. Ternyata dua orang tersebut adalah Tian dan Rikie.
"Wah ... wah ... wah, ternyata sudah banyak yang berkumpul." Jenifer dan Riska tiba-tiba muncul dari arah berlawanan. Waria itu memutar bola mata malas.
"Dasar Naufal, kamu mau menang sendiri, yah? Ngga memberi tahu bahwa Dimas ada di sekitar sini." Jenifer berucap santai namun kental akan sindiran.
Naufal tersenyum simpul mendengarnya. "Inikan sayembara, kalau mau menang ya usaha sendiri."
"Dan?!" pekik Jenifer, sedangkan si empunya nama menghela napas berat.
"Kebetulan kamu ada di sini, kembalikan tiga puluh unit senjata berkaliber 9 mm ku, dasar maling!"
Jenifer mengambil senjata shotgunnya--- berniat mengancam. Nahas belum lagi satu detik berjalan, dari arah kanan seseorang melayang dan akhirnya mendaratkan tendangan telak di wajah tranjender itu. Akibatnya Jenifer terjungkal dan senjata api iru terlepas dari empunya. Sang biang kerok lantas mendarat mulus dengan tampang datar namun sesaat kemudian berubah cemas
"Maaf, apa aku keterlaluan?" ucap Kepik, sesaat kemudian ekspresinya kembali ke awal. "Tapi jika kamu berani menyentuh Papi sedikit saja, aku tidak akan tinggal diam."
"Jangan senang dulu, anak kecil." Riska tidak terima atasannya diperlakukan demikian langsung menodong Kepik. Gadis bergaun merah itu berdiri tepat dibelakang anggota Serangga Malam itu. Suara ber-klik bertanda ia tidak main-main.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.]
ActionDimas:From zero to Villain Drama-Psikologikal-Action WARNING, BEBERAPA BAB BERKONTEN 18+ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA. Disarankan untuk membaca cerita ini jangan loncat-loncat jika tidak maka siap-siap tidak mengerti jalan ceritanya. Dendam itu laksana...