31. Tidak Sesuai Ekspektasi.

24 14 0
                                    

Derap sol tebal itu memecah keheningan sepanjang lorong. Gadis itu berlari tunggang-langgang, tidak peduli dengan peluh yang merembes disekujur wajah dan batang leher. Sementara kedua tangannya bersedekep--memeluk sebuah buku dan kotak alat tulis. Kondisi lorong yang sepi memudahkan pergerakan sang gadis. Ia terus memacu kaki, ia harus segera sampai di perpustakaan.

Agaknya ketidaksabaran sang gadis berbuah kesialan. Tiba-tiba saja sosok gadis lain muncul dari persimpangan lorong. Tabrakan tidak bisa dihindari. Buku dan kotak pensil itu jatuh ke lantai. Akibatnya, seluruh isi kotak bergambar kartun tikus bercelana merah itu menumpahkan segala isinya.

Untung saja, sang penabrak tidak ikut limbung. Pinggangnya dengan sigap ditangkap gadis yang muncul dipersimpangan lorong.

"Lo ngga apa- apa, kan, Nimas?"

Pertanyaan itu meluncur cepat, sesaat keduanya telah bisa berdiri tegak. Nimas tertegun sebentar. Seharusnya dialah yang menanyakan itu. Tetapi, karena mendapati peralatan belajarnya berhamburan. Gadis pemilik lesung pipi itu segera berjongkok.

" Gak pa-pa, lo?"

Si lawan bicara menggeleng."Gak pa-apa kok." Dia ikut berjongkok. Bermaksud membantu Nimas mengumpulkan bolpoin, pensil, tape-x, penghapus, penggaris. Apapun itu selama benda tersebut berasal dari kotak yang terjatuh.

"Makasih dan maaf soal yang tadi. Gue ngga lihat soalnya buru-buru ke perpus. Takut Ibu Rika nungguin."

Lawan bicara Nimas menggeleng tak masalah. " Permintaan maaf dan terimakasih diterima. Lo cepat-cepat gih nanti bu Rika cariin." Gadis itu menyunggingkan senyum menawan. Nimas dibuat tertegun untuk kedua kalinya. Ia tidak bisa menampik, senyum dari bibir penuh gadis dihadapan begitu memabukkan.

"Gue tinggal ya, Susan. Dah!"

Setelah mengatakan hal itu. Nimas belajar untuk tidak berlari lagi. Ia memilih melangkah cepat. Tetapi, baru saja dua meter meninggalkan tempat tabrakan. Hati Nimas berdetak begitu cepat. Ia telah menubruk gadis yang seharusnya dihindari, gadis yang sejak hari pertama masuk memecah perhatian Dimas. Gadis yang selalu bertengkar dengan Dimas tetapi juga mendapat perlakuan lebih dari pemuda itu. Nimas tidak suka itu, ia hanya ingin Dimas memerhatikannya. Hanya dia seorang.

Membuyarkan pikiran rancu, Nimas menepuk pipi pelan lantas kembali melangkah menuju perpustakaan.

Disisi lain gadis bertubuh sintal itu memasukkan kedua belah tangan ke saku blezer. Senyum manis yang diperlihatkan kepada Nimas berubah menjadi seringai. Ia berjalan pelan menuju kelas.

Di saat bersamaan dengan memasuki kelas. Dimas terlihat membereskan beberapa buku dan alat tulis. Lalu, tanpa permisi pemuda jenius itu melenggang meninggalkan ruang XI-IPA 1. Mereka saling berselisihan tepat diambang pintu.

"Woi, Dimas mau kemana lo?" Seruan dari salah satu siswa menghentikan pergerakan keduanya. Begitu pula seluruh kelas, langsung menatap kepada sang ranking satu.

"Serah gue lah. Kalo gue ngerjain di kelas yang ada lo pada nyontek hasil kerjaan gue."

Kata-kata umpatan lantas mengiringi kepergian Dimas. Tetapi hanya sampai punggung pemuda itu benar-benar menghilang. Selanjutnya semua perhatian terruju kepada Vino. Agaknya pemuda itu yang akan menjadi sasaran selanjutnya. Tidak ada rangking satu, pemegang tahta keduapun jadi.

"Ngga, ini tugas sendiri-sendiri. Udah kerjain sekarang!" titah mutlak yang dikeluarkan si ketua kelas membuat sebagian siswa mendekus kesal. Mereka lantas membuang muka dan kembali duduk di bangku masing-masing.

***
Dimas berjalan sambil menunduk. Kepalanya menjelalah setiap inci lantai berubin ini. Tak tanggung-tanggung ia terkadang berjongkok dan menyisir kolong bangku teras, kolong tempat sampah, bahkan sesekali kedapatan mengintip sela-sela tanaman yang diletakkan di dalam pot. Saat ada orang lewat ia cepat-cepat berdiri tegak dan jika ada yang bertanya sedang apa. Sang pemuda akan cengengesan menjawab mencari uang koin yang menggelinding. Alasan aneh memang, tetapi orang-orang punya urusan lain hingga mengabaikannya.

Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang