47. Kumbang, Capung, Kupu-Kupu, Kepik, Belalang dan Laba-Laba.

34 10 0
                                    

"Sudah aku bilang,'kan aku ngga mau ikut kalian lagi!"

Tamparan kembali diterima gadis yang didudukan paksa sambil tangan dan kaki terikat. Dan lagi-lagi melakukan kekerasan kepadanya. Namun, tidak seperti dahulu, jika saat itu ia akan depresi berat karena membuat Dan marah. Kini kebas di kedua belah pipi tersebut tidak berarti apa-apa.

Jika diperhatikan lagi cap lima jari Dan berbekas begitu kentara hingga sudut bibir si gadis ikut pecah. Tetapi, tidak mengurungkannya untuk memberi delikan tajam kepada Dan serta para Serangga Malam.

"Jangan buat Papi semakin menyiksa kamu, Kupu-Kupu!"

"Aku ngga peduli!"

Dan semakin tersulut emosi. Dia melampiaskan kemarahan dengan memukul, menendang dan menjambak rambut sang gadis hingga penampilannya sangat mengenaskan. Darah dan lebam mengiasi wajah tegar tersebut.

Personil Serangga Malam lainnya tidak ada yang mengubris betapa sang pemimpin melakukan kekerasan kepada gadis yang dulu pernah menjadi rekan mereka. Mereka terlalu takut dan penurut kepada laki-laki paruh baya tersebut ---tidak, mereka benar-benar terjerumus dalam tipu muslihat Dan. Mereka menganggap Dan adalah segalanya, Dan adalah inang mereka. Meski terbersit niat untuk melawan, yang ada hati mereka akan kembali urung dan jika memaksakan diri kepala mereka akan sakit seperti dihajar ratusan godam.

Dering ponsel menghentikan Dan dari kegiatannya. Tangan yang telah bermandikan darah si gadis sigap merogoh saku celana.

"Apa?" Sungguh malang orang diseberang telepon. Di ruangan ini saja suara Dan bergema nyaring. Bagaimana keadaan telinga orang tersebut?

"Benda itu aman bersama kami." Dan merengut, sesaat kemudian dia bersitatap dengan Capung. "Sekarang? Ok, ok. Sabar!"

Dan mendekat kepada gadis yang tadi ditugaskan untuk mencuri senjata yang diperebutkan. Mengambil tas serut darinya lantas berujar lantang.

"Papi ada urusan, kalian jaga Kupu-Kupu!" Setelahnya, laki-laki paruh baya itu kembali mendekatkan ponsel ke telinga dan keluar dari ruangan tersebut.

"Kupu-Kupu sini aku obatin lukanya." Seorang gadis yang  menggunakan tanktop kemben dan dibalut jaket kulit hitam mendekat. Ia memeluk kotak p3k.

"Kepik, yah?" Si sandera berujar lirih.

Gadis dengan panggilan Kepik itu beraut teduh, tatapannya terlihat lembut begitu pula tutur katanya. Sebelas dua belas dengan Nimas. Tetapi ada pembeda cukup signifikan antara dua gadis itu. Nimas, memang begitu sifatnya, sementara Kepik ---wataknya telah dimanipulasi oleh Dan. Gadis dengan gaya rambut kepang satu itu tetap akan brutal jika diperintah oleh Dan. Gadis bersuara serak basah itu tertawa lirih ----menertawakan diri sendiri karena dulu dia sama seperti mereka.

"Jadi, kalian yang dibayar Naufal untuk membuat drama pencurian ini?"

"Ini semua kami lakukan untuk menjemput kamu." Manis sekali bibir Kepik berujar demikian. Jemari lentiknya lihai membersihkan darah di wajah sang tawanan menggunakan cairan antiseptik.

Si sandera berdecih sambil membuang muka. "Kalian sadar ngga sih, selama ini kita dimanfaatkan papi Dan?" Dia kembali menghadap Kepik dengan alis terangkat tajam.

"Maksud kamu?!" Kali ini personil termuda angkat bicara. Pemuda dengan gaya rambut cepak itu mendekat.

"Kamu ngga ngerti juga, Laba-Laba?"

"Kepik, Laba-Laba, jangan dengerin dia!" Kumbang menyela. Wajah pemuda itu kembali merah padam.

Sementara itu, Capung dan Belalang memilih diam sambil memperhatikan sekeliling. Takut jika ada orang yang memdekati ruangan itu, atau sandera mereka memanfaatkan chaos yang terjadi untuk kabur. Tetapi, diam-diam dua remaja ini memasang telinga.

Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang