30. Kerjasama Culas.

32 14 0
                                    

"Baik, pelajaran ibu akhiri sampai di sini. Jangan lupa bagi yang remedial, minggu depan ibu tunggu. Dan untuk Nimas, ulangan susulan barengan sama teman-teman yang remedial."

Nimas mengangkat tangan." Bu saya ulangan susulannya hari ini saja, kebetulan ada jam Pak Seta. Beliau bukannya lagi libur?"

Guru perempuan yang terbilang telah berumur itu tampak berpikir sebentar. "Apa tidak ada tugas dari beliau?"

"Ada, bu. Tapi sepertinya bakal jadi pr soalnya Pak Seta hari ini kebagian jam terakhir." Vino ikut menimpali.

Sang guru mengangguk-angguk. "Baiklah, Nimas saya tunggu kamu di perpustakaan.
Selamat siang." Selepas itu, sang guru beringsut dari kursi dan meninggalkan kelas XI-IPA 1.

"Siang, Bu!"

Hasil ulangan biologi baru saja dibagikan. Masing-masing siswa memengangi kertas lembar jawaban dengan berbagai ekspresi. Ada yang tampak meringis karena hasil tidak sesuai ekspektasi. Sumringah, kerena tidak remedial. Puas sebab hasil yang memuaskan. Tetapi ada pula yang terlihat biasa saja. Bahkan ia tidak berniat untuk melihat nilai sendiri, kertas penuh kata dan tulisan cakar ayam itu langsung masuk saku tas. Dimas sudah menduga, ia akan mendapat nilai sempurna, lagi.

Citra mendekus untuk kesekian kalinya. Berapa kalipun menutup mata dan merapalkan mantera agar nilai yang berada ditengah lingkaran itu berubah, nyatanya logika negeri dongeng mustahil direalisasikan.

Gadis mungil ini menumpu pipi kanan di atas meja, kedua tangan setia mengepal selembar kertas sementara mulutnya masih komat-kamit.

"Bismillah ... abrakcadabrak tujuh!"

Gadis berambut pendek yang duduk di sebelah Citra hanya geleng-geleng kepala. Kelakuan Citra amat ajaib menurutnya. Berpindah ke kertas jawaban miliknya, di sana angka 85 tertera paling besar. Nilai yang memuaskan, tetapi dari mimik mukanya terlihat sang gadis menyeringai.

"85!?" Pekikan Citra disusul dengan kertas jawaban berpindah tangan sangat mengagetkan gadis bertubuh sintal itu. Ia langsung melirik kepada sang pelaku, melayangkan tatapan menghunus. Sayangnya, delikan itu tidak berpengaruh lagi pada Citra. Sepertinya keakraban diantara dua gadis remaja ini telah terbangun. Tidak ada lagi tatapan takut di mata Citra dan sikap jaga image dari si anak baru.

"Citra!" Ia kembali merebut kertas itu.

"Susan, gegara lo di kelas ini jadi tambah satu siswa pintar. Aduh, gue awalnya ngerasa remahan kacang di kelas ini berubah jadi butiran debu." Dramatisasi lagi. Siswa-siswi di kelas itu menatap Citra dengan dongkol, pasalnya suara cempreng si gadis mengalahkan bentuk tubuhnya yang minimalis.

"Udah pinter bela diri, bodi semok, wajah cantik tapi masih cantikan gue sih, sekarang pinter. Apa lagi kejutan yang bakal lo keluarin, Susan!" Citra berteriak frustasi tetapi lima detik kemudian sebuah bola kertas mendarat indah dipuncak kepalanya.

"Bisa diam ngga lo!" Serentak teman-teman satu kelas berseru membuat Citra malu sendiri. Sebenarnya, jika guru telah keluar kelas, seperti kebanyakan kelas lainnnya, ruangan XI- IPA 1 akan terdengar ribut. Tetapi, dalam kesempatan kali ini suasana hati sebagian siswa XI-IPA 1 sedang gundah gulana sehingga banyak yang terganggu dengan aksi Citra.

Dimas mengerutkan kening saat mendengar penuturan Citra. Dalam benaknya ia bertanya bagaimana mungkin gadis yang duduk di bangku sebelah Citra mendapat nilai yang cukup memuaskan. Meski bukan terbaik, tetap saja ada kejanggalan.

Nimas mengikuti arah tatapan Dimas. Hatinya bergemuruh tak karuan saat tahu Dimas menatap lekat anak baru itu.

"Dimas. Kamu bakal bantu aku diujian susulan nanti, kan?" Nimas menggigit bibir bawah. Gadis itu merutuki diri sendiri, karena mengambil cuti ia banyak tertinggal pelajaran alhasil, ia harus ujian sendiri. Bukan hanya itu alasan Nimas merasa gugup, pertanyaan barusan adalah hal konyol. Tanpa diperjelaspun gadis itu sangat yakin temannya itu tetap akan membantunya.

Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang