40. Perkumpulan Orang-Orang dari Dunia Bawah dan Masa Lalu Cristian.

38 10 0
                                    

Hachiw!

Hachiw!

Hachiw!

Haaaachiiiiiw!

"Dimas, jorok lo!" Dua remaja itu bergantian menoyor kepala Dimas. Pasalnya, pemuda itu tidak bisa menghentikan bersin sehingga berakhir air dari rongga mulut dan hidung menyembur ke mana-mana.

Dimas melayangkan tatapan menohok pada dua orang di sisi kanan dan kirinya setelah menyapu aliran ingus. Tetapi kegiatannya kembali terganggu dengan bersin yang mendera.

"Ye ... mana gue tahu bakal kena flu ... hachiw!"

Tanpa diduga punggung tangan nan dingin menyentuh dahi dan sapuan lainnya di telapak tangan Dimas. Membuat pemuda itu spontan bersandar pada kursi.

"Ngga panas, tangan juga ngga keringetan. Berarti lo ngga demam." Gadis itu mengangguk-angguk pasti.

Dimas segera menjauhkan tangan gadis itu dari kepalanya dan melerai tangan mereka yang menyatu.

"Aneh, lo alergi sesuatu?"

"Ngga, gue ngga punya alergi."

Ekor mata gadis berambut pendek itu menangkap pergerakkan seorang perempuan bertubuh semampai lengkap dengan seragam khas dan rambut disanggul mendekat ke arah mereka.

"Mbak, tolong buatin teh hangat jahe, yah!" Gadis itu berujar saat pramugari telah berdiri disebelahnya.

Si pramugari itu tersenyum simpul dan dengan anggun ia mengangguk. "Iya, tunggu sebentar, yah." Selepas itu ia kembali menjelajah lorong pesawat, memastikan apakah masih ada penumpang yang membutuhkan bantuan.

"Terima kasih." Si gadis membalas senyuman pramugari itu.

"Aelah, Sue ngga usah berlebihan kali. Dimas bersin-bersin palingan gara-gara ada yang ngomongin dia di belakang. Bentar lagi juga berhenti."

Sontak kalimat yang meluncur dari mulut Tian merebut atensi dua temannya.

"Apa? Gue pernah denger orang ngomong itu. Katanya kalau bersin ngga ada sebab itu tandanya ada yang lagi gosipin di belakang."

"Ngaco!"

Tian memutar bola mata malas. Ia lantas memakai bantal leher dan setelahlah mulai memejamkan mata. Besok mereka akan mengarungi lautan dan tentu membutuhkan banyak tenaga.

"Lah, malah tidur tuh orang." Si gadis berdecak. Tetapi sedetik kemudian beralih lagi pada Dimas yang menyentuh antara hidung dan bibir atas.

"Eh, hidung gue udah ngga gatel lagi. Kayaknya bener yang dikatakan Tian."

"Lo percaya?"

Dimas mengangkat bahu acuh. Ia lantas memutar kepala kepada penumpang lainnya. Sudah hampir satu kabin terbuai alam mimpi.

"Dim, kayaknya Tian masih ngambek ke gue deh gara-gara pake mobilnya ke sekolah."

Dimas langsung berputar haluan ke sisi satunya. Si gadis rupanya sedang berusaha untuk melihat tubuh Tian yang terhalang badan Dimas.

"Itu salah lo sendiri udah tahu Tian pelitnya kayak gimana."

Si gadis berdecak pelan." Ye ... habisnya motor gue lagi di bengkel. Lagi diservis.

"Pantes aja Tian belum dapat pacar di umur dua satu. Para cewek pasti ilfeel duluan sama cowok pelit sampe ke tulang kayak dia," lanjutnya.

"Gue denger!"

Dua remaja bertaut satu tahun itu terkejut ketika Tian tiba-tiba kembali membuka mata sambil melirik sinis kepada mereka.

"Lo sih ...!" Dimas berbisik.

Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang