Mobil jeep tampa kubung itu menerobos, membelah jalanan ibu kota yang ramai. Sesekali sang sopir membunyikan klakson kala ada kendaraan lain menghalangi jalannya.
Sementara laki-laki berambut ikal itu fokus ke jalanan, teman di sebelahnya terlena dengan pikiran sendiri. Pemuda yang baru beberapa hari menginjak usia tujuh belas tahun itu berpangku tangan dengan siku tertanam di pintu mobil yang hanya sebatas dada.
Deru mobil terus melaju, masih tidak ada perbincangan. Pemuda dengan setelan celana jeans yang dipadukan dengan kaos putih dan dilapisi lagi dengan kemeja corak kotak-cotak berwarna hitam itu sedikit melirik sang teman.
"Lo kenapa, Dim?" Tian kembali memfokuskan perhatian ke jalanan. Lantas memutar stir ke arah kiri saat sampai dipersimpangan.
"Ngga kenapa-napa." Masih dengan posisi awal, Dimas masih berpangku tangan dengan pandangan kosong ke depan. Nada jawaban dari Dimas terdegar terlalu malas, membuat Tian mendengus kesal.
"Kalo tahu gini, lebih baik lo ngga ikut. Nyusahin tahu ngga!"
Laki-laki dengan hoddie hitam itu menegakkan tubuh. Pandangannya langsung tertuju kepada sang pengemudi jeep. Tatapan malas kini berubah dengan delikan tajam. Tetapi, responnya tidak berpengaruh sama sekali. Tian bergeming, ia tetap fokus menyetir.
"Kenapa? Mau marah? Dimas, akhir-akhir ini gue sering lihat lo ngelamun. Gue cuma ngga mau operasi kali ini ada kendala gegara lo yang ngga fokus."
Ekor mata Tian bergulir sesaat kepada pemuda bimbang itu, lantas kembali ke aspal. Dimas menggeleng kuat, ia lantas memegangi sudut bibir yang masih terdapat luka memerah.
"Gak bakal, gue akan pastiin operasi kali ini berjalan dengan semestinya."
Klakson panjang nan nyaring tiba-tiba terdengar dari belakang. Memaksa Tian untuk membanting stir ke arah kiri. Hampir saja, laki-laki itu hilang kendali dan menabrak terotoar.
Di waktu bersamaan deru kendaraan roda dua berlalu seperti ingin memecah gendang telinga. Meninggalkan kabut asap yang sukses membuat dua pemuda di jeep tersebut terbatuk-batuk.
Setelah asap knalpot menghilang, Dimas dan Tian seketika mendengus kesal. Mereka tahu siapa pengendara moge berwarna hitam itu. Meski sang pengendara moge mengenakan helm yang menutupi seluruh bagian kepala. Tetapi, lekuk tubuh sintal dan outfit yang digunakan si pengendara moge sangat mudah dikenali oleh Dimas dan Tian.
"Sue sialan!"
Belum habis kejengkelan dalam hati keduanya. Dimas dan Tian kembali dikagetkan dengan klakson beruntun yang datang dari sedan putih dibelakang. Sama seperti pengendara motor tadi, sendan putih itu langsung tancap gas begitu melewati jeep yang dikendarai Tian.
Tidak mau kalah, Tian menarik tuas gigi lantas menginjak pedal gas dengan semangat. Jeep itu melaju dengan kecepatan tinggi, mengikuti dua kendaraan yang lebih dulu meluncur jauh.
Perjalanan dua pemuda itu berakhir di sebuah toko barang antik. Denting lonceng yang terdengar saat pintu dibuka langsung menyedot beberapa pasang mata pengunjung. Hanya sesaat, mereka lantas kembali ke aktifitas masing-masing saat Tian dan Dimas telah masuk sepenuhnya ke tempat itu.
"Siapa sangka toko antik ini punya bisnis terselubung." Dimas bergumam pelan.
Laki-laki bernama lengkap Cristian itu menatap pergelangan tangan. Benda bundar itu masih menunjukkan pukul tiga siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.]
AçãoDimas:From zero to Villain Drama-Psikologikal-Action WARNING, BEBERAPA BAB BERKONTEN 18+ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA. Disarankan untuk membaca cerita ini jangan loncat-loncat jika tidak maka siap-siap tidak mengerti jalan ceritanya. Dendam itu laksana...