35. Siapa Cepat, Dia Dapat.

31 12 0
                                    

Hari ini adalah hari kebebasan bagi siswa-siswi SMA Gempita. Pasalnya para guru sedang mengadakan rapat rutin guna membahas ulangan semester yang akan dilaksanakan sebulan lagi.

Nimas terlihat gelisah, sedari pagi beruntutan SMS dari nomor tidak di kenal menyerbu ponselnya. Orang itu meminta bertemu di taman belakang. Awalnya Nimas mengabaikan pesan tersebut, ia mengira mungkin salah kirim. Tetapi, lama-kelamaan Nimas sadar isi pesan itu memang tertuju untuknya.

Kita satu sekolah.

Nimas dibuat menggigit bibir bawah. Teror dari si pengirim makin menjadi. Entah apa yang diinginkannya. Nimas hanya tidak ingin punya masalah dengan orang lain.

Gadis itu terus menatap layar ponsel bermerek blackberry-nya. Ia bingung harus berbuat apa. Di satu sisi ia amat penasaran siapa pemilik nomor itu tetapi di sisi lainnya Nimas takut untuk menjawab pesan beruntun itu.

Siapa lo? Kenapa SMS gue mulu!

Jemari Nimas bergetar sesaat pesan itu terkirim. Hanya kata itu yang terlintas diotaknya. Rasa penasaran selalu menjadi pemenang. Nimas jadi gugup sendiri. Menggeleng pelan, ia mencoba berpikir positif.

Notifikasi kembali masuk.

Nanti juga lo tahu, gue ngga maksud jahat kok. Gue cuma mau bicara serius sama lo.

Bukan hanya karena Nimas yang belum menanyakan maksud orang tersebut. Orang itu tidak menyebutkan dengan gamblang alasannya mengirim pesan kepada Nimas.

Menegakkan kepala, Nimas menelisik seisi kelas. Hanya ada beberapa orang. Setelah menbulatkan tekad. Akhirnya Nimas melangkah menuju taman belakang.

Hati Nimas berdegup jauh lebih kencang saat ini. Ia malah berhadapan dengan gadis yang berusaha dijauhinya. Entah kesialan macam apa yang menyerang Nimas Adisty. Belum lagi menemui orang yang berkirim pesan, ia malah dihadang gadis tersebut.

"Lihat Dimas ngga?"

Tanpa sapa ataupun basa-basi gadis ini langsung bertanya.

"Ngga."

Si gadis mengedarkan pandangan ke sekeliling sambil menggaruk dagu lantas kembali menatap Nimas.

"Tumben, biasanya dia sama lo."

Nimas diburu waktu, ia masih ingat pesan terakhir yang diterima. Orang itu ingin bertemu dengannya sekarang juga. Ingin sekali Nimas cepat-cepat pergi dari sini. Tetapi, ia masih punya sopan santun untuk tidak seenak hati meninggalkan orang yang sedang berbicara.

"Lihatkan dia ngga ada di sini. Lagian, Dimas punya kaki terserah dia dong mau pergi kemana!"

Tanpa sadar Nimas mengeluarkan nada tinggi. Sang lawan bicara sedikit tersentak. Tetapi, sesaat kemudian dia mengembangkan senyum. Nimas yang segera menyadari bahwa kata-katanya bisa menyinggung perasaan lawan bicara langsung mengantup mulut rapat-rapat. Lantas meminta maaf secepatnya.

"Ngomong-ngomong lo mau kemana? Keliatannya buru-buru amat."

Nimas delema antara menjawab atau tidak. Jujur saja, ia ingin gadis itu segera enyah dari hadapan. Akhirnya karena rasa tidak enak menyinggapi sanubari. Nimas memutuskan untuk menjawab saja pertanyaan itu. Toh, si lawan juga mengetahui jika ia sibuk. Setelah ini Nimas bisa segera menyingkir.

"Ke taman belakang. Udah yah, gue duluan."

"Kebetulan banget, gue juga mau kesana. Mungkin aja, kan Dimas ada di sana?"

Untuk kesekian kalinya Nimas harus menahan kecamuk di dalam dada. Gadis itu benar-benar menguji kesabaranya. Tidak peduli apakah gadis itu melihat atau tidak, Nimas mencengkeram rok kotak-kotaknya amat erat. Posisi Nimas membelakangi gadis tersebut membuatnya tidak bisa melihat respon sang lawan.

Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang