49. Kita Tetap Keluarga Baik Dulu, Sekarang Maupun Masa Depan.

35 11 0
                                    

"Cek ... cek ... cek ... apa sudah kedengeran? Ok, maaf aku mengganggu aktivitas kalian. Namun, aku juga lelah menunggu. Oleh karena itu hey, Ardi Firdaus palsu alias Dimas. Cepat kamu keluar atau dua teman berhargamu mati di tanganku!"

Bunyi krasak-krusuk terdengar diiringi ringisan seorang perempuan.

"T--tolong, akh!"

"Kamu pasti mengenali suara lembut itukan, Dimas? Atau suara seorang yang ini."

"Siapa saja, tolong!"

Suasana kembali hening setelah pekikan keras tadi terdengar. Naufal berkomunikasi melalui mic yang bisa didengar di sepenjuru kapal.

Dimas mengerat geram. Kemampuan memori fotografisnya dapat langsung mengenali dua suara tersebut. Mereka adalah Nimas dan Anka. Dengan pemgunguman itu, secara tidak langsung, Naufal telah terang- terangan menabuh genderang perang dengan Dimas. Perburuan malam ini resmi dibuka.

Setelah merasa kondisi telah aman. Dimas memutuskan untuk keluar dari persembunyian. Pemuda itu memilih sebuah lorong sunyi sebagai titik awal pergerakkan. Meskipun hening, Dimas sadar pesiar ini dilengkapi dengan kamera CCTV di mana-mana. Oleh karena itu, dia tidak bisa seenaknya mengambil tindakan.

Sekejap pergerakkan Dimas berhenti. Di depan sana ia melihat segerombolan anak buah Naufal sedang berpatroli. Sigap pemuda itu mencari titik persembunyian.

Ada sekitar sepuluh orang dan semuanya dilengkapi persenjataan. Sial, Dimas malah berbanding terbalik dengan orang-orang itu. Ia hanya bersenjatakan sepucuk pistol dengan amunisi terbatas.

Hal yang tidak diinginkan Dimas terjadi. Anak buah Naufal tersebut malah berhenti di dekatnya. Mereka berdiskusi untuk memeriksa setiap seluk-beluk tempat ini. Sesaat kemudian para lelaki itu mulai bergerak sesuai arahan.

Dimas mendengar ada langkah kaki yang terus mendekat. Dia lantas bergerak perlahan untuk menjauhi orang tersebut. Malang tak berbau, niat hati menghindari orang tersebut. Dimas tersentak kala hampir menubruk punggung anak buah Naufal lainnya. Tidak mempunyai pilihan lain Dimas langsung membekap mulut orang di depannya serta mengarahkan moncong senjata tepat di leher orang tersebut.

Lantas menarik diri ke tempat sempit. Selang beberapa saat kemudian, orang yang coba Dimas hindari berdiri beberapa meter dari mereka.

Sandera Dimas tidak bisa berkutik. Bergerak sedikit saja, lehernya menjadi korban. Pria itu mendelik ngeri, lirihan suara Dimas yang berat nan dingin sangat mengintimidasi. Remaja 17 tahun ini semakin beringsut merapatkan tubuhnya.

Nahas, geraman sang sandera lepas. Dimas memekik tertahan. Dalam sekejap persembunyiannya terbongkar. Para anak buah Naufal segera menuju sumber suara. Mereka begitu terkejut saat mendapati salah saru rekan mereka menjadi tawanan Dimas.

Remaja jenius ini menggunakan sang sandera sebagai temeng, dia mengancam para anak buah Naufal akan menembak orang itu jika mereka berani mendekat.

Tubuh tertodong itu terus Dimas seret sejauh mungkin dari para pria bersenjata itu. Setelah dirasa jarak yang membentang telah cukup untuk kabur. Pemuda itu segera melempar sang tawanan kepada teman-temannya lantas berlari menjauhi pasukan Naufal itu.

Tanpa pikir panjang, dentuman senjata api bergema di tempat ini. Dimas semakin menambah laju larinya. Dimas tidak bisa membalas serangan--- dia harus menghemat amunisi. Kalau bisa, jangan gunakan senjata api.

Sebagian besar anak buah Naufal geram degan aksi Dimas. Mereka semakin gencar menembaki si pemuda. Bukan Dimas jika tidak bis menemukan jalan keluar. Dimas masuk ke sebuah ruangan untuk bersembunyi. Dia tidak bisa memastikan ruangan apa yang dimasukinya, suasana begitu gelap.

Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang