22. Hancurnya pertemanan.

44 15 0
                                    

"Ngomong-ngomong apa yang kalian rasakan setelah Ardi tewas?"

Sial, orang diseberang kembali terkikik mengejek, Sammy dan rekan-rekannya kebakaran jenggot beribu-ribu kali lipat. Tak aral, beberapa diantara mereka segera meninggalkan ruangan tersebut.

Hanya satu tujuan mereka, tangkap laki-laki yang sedang menggunakan telepon dan terlihat mencurigakan.

Klik!

Pompa sebuah senjata api ditarik, pria itu langsung menjadi objek tontonan, mengangguk singkat, ia berniat mengikuti jejak teman-teman yang lain.

"Wow, kalian benar-benar mau memburuku?" Tidak ada balasan, malah jari jempol Sammy sudah gatal untuk memutus sambungan.

"Tunggu dulu! Jangan buru-buru dimatikan!" Sammy dan manusia yang tersisa terlonjak kaget, gerak jempol pria dengan setelan kemeja itu terhenti pula.

Dengan insting masing-masing, semua orang yang bersiaga, ada yang langsung menodongkan senjata ke ceruk yang terbuka, jendela yang masih utuh dan tidak sedikit pula dari mereka saling curiga, berjaga-jaga seandainya orang itu menyelip diantara mereka.

Sial, hanya kegelapan yang tertangkap mata, sentak saja mereka mengarahkan senter masing-masing. Saat mendengar pernyataan tadi, semua tahu jika gerak-gerik mereka telah diawasi.

Dimas meneguk liur susah payah hingga tampak jelas jakun itu naik sangat tinggi, ia semakin merapatkan diri kegelapan guna menyamarkan keberadaan, tidak lupa ia mengkode Dion agar melakukan hal yang sama. Susah memang, sebab mereka sedang nangkring diatas pohon, bersembunyi diantara lebatnya dedaunan.

Dion yang asik menepuki nyamuk-nyamuk nakal terpaksa menurut demi menyelamatkan selembar nyawanya dan alhasil dua pemuda ini semakin disatroni nyamuk betina yang kelaparan.

"Heh, serius ini? Aduh mati aku kalau sampai tertangkap." Sungguh, Dimas harus menahan gejolak cemas yang melanda. Percayalah, saat kalimat itu terucap si remaja jenius itu berusaha mati-matian agar tidak terdengar bergetar.

"Tapi ... kalian bodoh sekali." Setelah yakin tidak ada secuilpun dari anggota tubuhnya terlihat oleh para musuh, Dimas kembali berusaha untuk menguasai jalannya pembicaraan. Suaranya kini bertambah tegas dan tentunya semakin memperkeruh keadaan.

"Seandainyapun aku tertangkap malam ini, apa ada yang menjamin kerahasiaan organisasi ini akan terjaga rapat?"

"Apa maksud lo? Lihat aja nanti kalo tertangkap, akan gue pastikan kepala busuk lo itu pisah dari badannya!"

Suara serak yang berbeda, Dimas sadar bahwasanya orang yang bicara bukan Sammy lagi.

"Ih ... serem ... sudahlah, kalian ini. Pemimpin kalian udah tewas lho. Otomatis kursi ketua sedang kosong, bukan? Dan jika hal itu sampai bocor dipublik kalian akan dianggap lemah dan akan dipandang sebelah mata. Kalau aku yang ada diposisi kalian, entahlah mau ditaruh dimana wajah gantengku ini."

Dari seberang Dimas dapat mendengar suara napas yang amat memburu.

"Heh, siapa yang berani bilang begitu?!"

"Aku." Dimas mengangkat dua tuas bibirnya, ia akan semakin gencar membombardir para anak buah Ardi agar termakan semua hasutan busuknya.

Tidak peduli kemarahan orang-orang diseberang telah mencapai ubun-ubun, Dimas semakin bertambah semangat untuk melancarkan aksinya.

"Kalian tahu, bukan hanya nama besar kalian yang akan tercemar tapi rahasia yang kalian simpan rapat akan terbongkar."

Disaat bersamaan, Dimas menurunkan ujung teropong dari matanya, menampakkan sorot dingin yang amat kentara, sedikit mendongak dan menarik satu sudut bibir, remaja cerdik itu melanjutkan ucapannya.

Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang