Extra part: 57. Pluto.

56 10 0
                                    

Pluto adalah salah satu planet ditatanan tata surya ---paling tidak itu adalah status si planet sebelum konferensi IAU di Praha tahun 2006. Namanya diambil dari nama dewa orang mati di mitologi Romawi, Pluto.

Cuaca malam ini terang-benderang. Bulan menampakkan sinarnya ditemani hamparan bintang-bintang, Dimas melihat dari balik kaca jendela mobil. Laki-laki ini menatap datar tetapi tidak juga beralih sejak sepuluh menit yang lalu.

Mobil sedan hitam itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan ibukota, Dimas lantas menyandarkan kepala di kaca jendela.

"Dion..."

"Dion ... kamu di mana?"

Dimas sedikit menegak, seakan terlempar ke masa lampau, pemuda ini membayangkan ada hologram dirinya sepuluh tahun lalu yang tersesat di tempat ini. Ia tersenyum kecut. Ingatan itu malah membuatnya mengenang sosok Dion.

"Apa aku pulang aja? Tapi gimana sama Dion, jangan-jangan ketangkep satpol PP? Ais, dia kan banyak akal. Ngga mungkin ah."

Dimas ingat dia pernah bermonolog seperti itu tepat sebuah mobil mewah melintas. Rasa penasaran anak kecil membawanya mengekori mobil terdebut hingga ia tanpa sadar menuju rumah besar yang terselip tidak jauh dari pemukiman penduduk.

"Dion, gue pengen ketemu lagi," ucap Dimas teramat lirih sehingga hanya dia yang mendengar.

"Kenapa ngelamun?" Dari kursi pengemudi, Tian bertanya dia sekilas melirik Dimas dari pantulan cermin yang tergantung.

Akhirnya yang ditanya merubah posisi menjadi duduk bersandar. Dia menatap punggung Tian lantas tersenyum kecil.

"Siapa yang ngelamun?"

"Situ ngga ngerasa?"

Dimas kikuk dengan pertanyaan Tian, alis pemuda itu sedikit berkedut. Tetapi ia segera merubah mimik wajah ketika Tian tertawa kecil.

"Siap buat nemuin mereka?" tanya Tian mencoba mengalihkan perbincangan supaya suasana hati Dimas kembali semula.

"Harus, kalau ngga yang ada mereka akan ragu."

Tian mengangguk-angguk. "Salut gue sama keberanian lo, Dim. Tapi meskipun sekarang anak buah Rikie sudah tewas semua, lo harus tetap hati-hati. Kematian Ardi Firdaus beberapa tahun lalu masih menjadi luka. Gue takutnya kalau hal ini diungkit bahkan lo ngaku sebagai pembunuhnya, ada yang ngga terima."

"Resiko itu sudah gue pikirin, lagi pula gue udah ada pengaman," ucap Dimas sambil mengusap jas mantelnya dari bagian dada sampai perut. Tian geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah pemuda itu.

Merasa tempat pemberhentian telah dekat. Dimas mengambil topeng keramik dari paper bag lantas mengenakannya.

Mobil itu berbelok ---masuk ke pekarangan rumah mewah yang tak asing lagi. Dua pemuda itu langsung disambut beberapa personil, seseorang berinisiatif untuk mengambil alih mobil. Namun Tian langsung menolak dan menyuruh orang-orang itu untuk berkumpul di ruang aula seperti yang lainnya.

Sebelum mengiyakan perintah sang petinggi, pria itu sekilas melirik ke kursi belakang. Ia sempat bersitatap dengan Dimas dan agak canggung kala Dimas segera membuang muka.

Setelahnya orang-orang itu undur diri dan Tian lanjut memyetir menuju garasi.

Puluhan ---tidak, ratusan personil telah berkumpul sesuai perintah. Bisik-bisik berselimut penasaran menguar sepenjuru ruangan. Ada juga memberengut kesal karena orang yang ditunggu kedatangannya belum juga menampakkan diri.

"Sue, siapa yang kita tunggu?" Seseorang berseru kepada satu-satunya gadis di tempat itu. Yang diberi pertanyaan terkesiap ia lantas mengerjap beberapa kali.

Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang