Lampu telah menyala di sepenjuru pesiar, menggantikan pancaran matahari yang telah bersembunyi diperaduan.
Dimas masih merapikan penampilan di depan cermin lemari. Laki-laki tujuh belas tahun itu sedikit mengencangkan ikatan dasi pada leher lalu mengambil rompi jas berwarna silver dan mengenakannya. Selesai dengan rompi, ia beralih menarik lengan kemeja abu-abunya sampai siku. Merasa tidak cocok, ia mengulur kembali lengan kemejanya.
"Dimas, lo lama banget sih? Udah kayak cewek tau ngga!"
Tian berdiri di belakang Dimas sambil memasukkan kedua tangan pada saku celananya. Berbeda dengan Dimas, ia lebih memilih memakai toxedo merah maroon yang dipadukan dengan kemeja hitam dan dasi kupu-kupu. Rambut keriting yang biasa di biarkan apa adanya malam ini di sisir rapi dan sedikit dipoles pomade agar bentuknya tetap terjaga.
Dimas memandang pantulan tubuh Tian di permukaan cermin. Sekilas ia mendecak pelan.
"Iya, bentar lagi siap kok."
Selepas itu, Dimas melingkarkan arloji ke pergelangan tangan kiri dan berbalik.
"Ayo!"
Sampai di depan, dua anak muda ini mendapati Johan bersandar di dinding dekat pintu kabin mereka. Malam ini laki-laki paruh baya itu berpakaian kemeja biru ketat sehingga lekuk tubuh atletisnya tercetak jelas, dia juga membiarkan lengan kemeja digulung sampai siku sehingga tatto di tangan kanan dan kiri terpampang apik.
Mereka bertiga lantas berjalan beriringan di koridor menuju ruang pesta. Sepanjang jalan, tiga laki-laki itu tidak lepas dari pengawasan para anak buah Naufal Firdaus. Ralat, semua tamu tidak lepas dari pandangan mereka.
Para peserta pelelangan yang berjumlah dua puluh orang terbagi lagi menjadi beberapa kubu utusan. Rata-rata mereka datang berdua tetapi ada juga yang bertiga bahkan sendiri.
Masuk ke sarang mafia adalah hal yang sangat merepotkan. Paling tidak itu adalah pemikiran paling mendasar semua tamu. Mau sebaik apapun mereka diperlakukan di tempat ini, Naufal Firdaus tidak bisa dipercaya seratus persen. Mafia itu bebas melakukan apa saja di wilayahnya bahkan bisa saja ia mempunyai rencana tidak terduga.
Dilihat dari betapa ketat penjagaan di kapal pesiar ini, para tamu dapat menyimpulkan. Bahkan dari pihak Naufal sendiri tidak mempercayai para tamunya. Peraturan dilarang adanya senjata jenis apapun yang dibawa para tamu semakin menguatkan opini tersebut.
Namun, orang-orang dari dunia bawah ini tentu tidak akan tinggal diam dengan peraturan tersebut. Beberapa dari mereka berhasil menyelundupkan senjata api, ada juga yang mengutus anak buah dengan ilmu bela diri tinggi. Sampai ada yang berniat licik dengan memasukkan orang yang tidak terdaftar sebagai peserta pelelangan. Ini semua dilakukan untuk mengantisipasi hal tidak diinginkan.
Para tamu di arahkan ke sebuah ruangan berpintu kayu setinggi tiga meter. Baru saja satu langkah menginjakkan kaki di sana. Mata langsung dimanjakan dengan beebagai pernak-pernik mewah dan makanan yang tersusun rapi. Acara belum dimulai, para tamu belum berkumpul semuanya, bahkan sang tuan rumah belum terlihat batang hidungnya.
"Cristian!" Seruan genit itu memerintahkan Dimas dan Johan untuk menoleh ke si punya nama. Mereka mendapati sosok perempuan sedang bergelayut manja di tangan Tian. Setelah mengetahui perempuan pemilik suara tersebut, Dimas langsung mengangkat tangan dan balik menyebut nama gadis itu meski tahu yang di sapa bukanlah dia.
"Hai juga, Riska!"
"Riska, lepasin!" Tian dibuat tidak nyaman dengan tingkah perempuan tersebut berusaha melepaskan diri.
Riska, gadis yang memakai gaun berwarna merah terang itu mengerucutkan bibir. Dengan enggan ia melepas pelukkan pada tangan Tian.
"Eh, hai Dimas. Lama ngga ketemu. E ... pas ketemu kamu tambah tinggi aja." Gadis itu lantas berjinjit dan menepuk-nepuk kepala Dimas dan agaknya, si pemuda tidak masalah diperlakukan begitu ia malah sedikit merendah guna mempermudah Riska melakukan aksinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dimas: From Zero To Villain.[Selesai, Belum Revisi.]
AcciónDimas:From zero to Villain Drama-Psikologikal-Action WARNING, BEBERAPA BAB BERKONTEN 18+ HARAP BIJAK DALAM MEMBACA. Disarankan untuk membaca cerita ini jangan loncat-loncat jika tidak maka siap-siap tidak mengerti jalan ceritanya. Dendam itu laksana...