Dua belas tahun sebelumnya...
Di tempat lain, dalam dunia yang sama, hiduplah seorang gadis muda belia dengan kecantikan terkutuk yang menghancurkannya. Tidak. Ini bukan main-main. Frasa "kecantikan terkutuk" memang sangat pantas untuknya. Dia terlahir dengan kulit selembut kelopak bunga, putih bersih dan entah bagaimana beraroma wangi. Rambutnya berkilau, gelap seperti malam dengan bintang-bintang bertaburan. Matanya bulat, seindah rembulan dalam pekat malam. Sejak tangisan pertama, orang tahu gadis itu harus disembunyikan dari mata-mata jahat.
Sejak bayi, gadis itu dicintai orang-orang di sekitarnya. Mereka berebut memandikan si Gadis. Mereka berebut menjadi teman si Gadis. Tak ada hari tanpa ada hadiah yang diberikan pada gadis itu. Tak ada orangtua yang tidak melamar si Gadis untuk anak lelakinya kelak. Namun, tentu saja orangtua Gadis tidak ingin buru-buru. Mereka tahu, ada takdir besar yang menanti untuk anak mereka.
"Siapa tahu nanti ada raja atau bangsawan yang meminang anak kita," ucap Sang Ayah dengan optimis.
Doa ini diaminkan istrinya yang juga percaya hal yang sama. Mereka menjaga gadis itu dengan kebaikan dan kecintaan besar. Mereka berusaha membahagiakan gadis dengan berbagai cara. Bagi mereka, gadis adalah ratu di rumah. Kemanjaan dan kasih sayang mereka berikan dengan sempurna pada gadis itu.
Namun, hidup memang takkan selalu berjalan sempurna sesuai dengan yang diinginkan manusia, bukan?
Kamalangan yang tak diharap mengikuti kecantikan gadis, bagai bayangan yang selalu mendampingi cahaya.
Kemalangan pertama yang menyerangnya adalah saat dia berumur sembilan tahun. Saat sedang bermain sendirian di halaman rumah, dia diculik lelaki tinggi besar yang sebenarnya masih bisa disebut pamannya. Lelaki ini tergoda melihat gadis kecil itu memakai rok pendek yang sebenarnya di mata orang lain terlihat sangat lucu. Setan di kemaluannya membujuk Sang Paman untuk menyentuh keponakannya. Dengan kerakusan yang teramat, lelaki itu memutuskan menggendong gadis kecil itu ke rumahnya untuk melakukan kebiadaban yang hanya bisa dipikirkan oleh iblis.
Gadis itu kembali pulang dengan tangisan keras. Rasa sakit mengimpit tubuhnya, melubangi jiwanya dengan ketakutan tak bertepi. Darah yang mengalir di selangkangannya membuat panik kedua orangtua yang dicintainya.
"Sakit! Sakit banget! Tadi dibikin berdarah sama Paman. Sakit banget!" jerit Gadis di sela tangisannya.
Naik pitam ayahnya mendengar penuturan anak semata wayangnya itu. Lelaki berkumis yang bertekad melindungi keluarganya itu menghunus parang yang biasa digunakannya memotong bambu untuk anyaman.
Tak ada yang bisa menghalangi kemarahan ayah yang kehormatan anak gadisnya direnggut. Gelap mata dan panas dada membuat lelaki itu tak bisa berpikir panjang. Begitu melihat anak pamannya yang merupakan kepala distrik itu keluar rumah, disabetkanlah parang tajam di tangannya. Tak ayal, putuslah kepala lelaki biadab itu. Tak ada bambu yang tak mampu ditebas parang itu, apalagi jika hanya leher yang hanya susunan tulang-tulang rapuh berbalut kulit cokelat berkeringat.
Seharusnya, orang-orang bersorai atas keberhasilan parang tajam itu menebas leher lelaki laknat. Lelaki itu telah merampas nikmatnya kemaluan gadis muda. Dia berencana untuk mengulangi lagi perbuatan laknatnya. Gadis muda begitu wangi, begitu lembut, berbeda dengan istrinya yang tukang marah. Jangankan untuk berlembut-lembut padanya, baru diajak bersetubuh saja dari mulutnya keluar api biru yang membara. Berhadapan dengan gadis kecil cantik yang bisanya hanya menangis membuat jiwa kelaki-lakian biadabnya bangkit, merasa digdaya. Tangisan dan rengekan mereka seperti musik merdu yang ingin terus didengarkannya.
Seharusnya, orang-orang memberi selamat pada lelaki berkumis lebat itu atas keberaniannya mematikan bibit kekejian di distrik 51. Seharusnya mereka semua berbahagia karena polisi tak perlu lagi mengejar penjahat dan pengadilan tak perlu membuat drama dengan banyak uang terbuang. Betapa diuntungkannya negara karena peristiwa penebasan leher itu.
Sayangnya, bukan begitu cara hukum berbicara.
Hukum hanya alat manusia untuk mengendalikam manusia lainnya. Hukum dibuat dengan kesempurnaan yang tidak bisa dijalankan manusia. Hukum berlaku begitu tegas bagi mereka yang miskin papa, tak punya harta. Paling tidak, begitulah yang terjadi pada distrik 51.
Orang pertama yang melihat kejadian pemenggalan itu adalah tukang sapu kepala distrik. Perempuan itu menjerit seperti kesurupan, mengundang semua orang yang ada di sekitar rumah untuk datang menjadi saksi. Keterkejutan berubah menjadi makian. Lelaki berkumis, bapak yang hatinya luka lantaran anak gadisnya baru diperkosa itu tak sempat menjelaskan. Mulutnya keburu dilempar batu. Persekusi pun dilakukan.
Satu, dua, tiga orang memukul.
Empat, lima, enam orang menginjak.
Tujuh, delapan, sembilan orang membawa kayu, melemparkan nyawa berdosa lelaki berkumis itu ke hadapan Ilahi, mengadukan peristiwa yang dia sendiri tak tahu siapa yang mendapat dosa lebih banyak.
Malam itu, gadis kecil kehilangan dua hal yang sangat berharga dalam hidupnya, jiwanya dan ayahnya. Berdua dia meringkuk di kamar bersama ibunya, sama-sama menangisi hidup yang entah bagaimana berubah jadi neraka dalam sekejap.
***
Jadi, ini ceritanya mundul ya. Ini nggak nyeritain si Timun Mas, tapi emaknya Timun Mas. Kenapa sih dia kok dikasih nama Mbok Rondo?
Kelam ya masa lalunya?
Ke depan bisa lebih kelam lagim buat kalian yang nggak suka gelap-gelapan, sebaiknya siapin senter atau lilin, ya.
Saya banyak mengangkat cerita tentang pedofilia yang dilakukan oleh orang dekat ini karena memang inilah hang banyak terjadi. Orangtua yang abai dan memakaikan anaknya pakaian terbuka, memajang foto-foto anak di media sosial, hingga membiarkan anak "diasuh" oleh kerabat tanpa bekal pendidikan seks yang baik.
Anak tuh lemah banget, Bees. Anak tuh nggak punya kemampuan untuk melawan. Buat kalian yang baca Evelyne di Cabaca pasti tahu gimana Beverly bisa mendapatkan noda merah di dadanya dalam waktu yang sebentar banget. Dia cuma ketiduran sebentar dan "digarap" juga sebentar banget. Sesuatu hal yang bakal cuma kita jadikan penyesalan doang kalau dah terjadi. Huhuhu...
Saya menulis yang begini biar makin banyak perempuan aware agar tidak membiarkan anaknya bermain sendirian dan agar gadis-gadis juga nggak main sama cowok sembarangan. Mending deh jadi cewek yang ngumpet mulu di kamar. Gapapa. Timbang jadi cewek yang keliaran di jalan.
Buatlah diri kalian di masa depan berterima kasih pada kalian karena telah menjaga diri dengan baik.
See you next part, Bees.
Love,
Honey Dee
KAMU SEDANG MEMBACA
The Runaway Girl (On Going)
Mystery / ThrillerJuan Butoijo menjadi yatim piatu setelah kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orangtuanya. Pada saat yang sama, dia mendapatkan luka pada wajahnya, luka yang membuatnya merass tidak menarik. Gadis-gadis hanya menginginkan hartanya saja. Memangnya...