37. Only Me

979 150 16
                                    

Gadis tidak berhenti kagum pada bayi di dekapannya. Dia sampai tidak mau melepaskan bayi itu sama sekali. Tubuhnya semkain lama semakin lemah. Tekanan darahnya semakin lama semakin turun kata perawat yang menanganinya, tapi dia tidak mau melepaskan bayi itu sama sekali.

"Aku janji, aku yang akan menemani bayi ini," kata gadis yang terus dipanggil Mona oleh kekasinya itu dengan nada meyakinkan. "Aku yang akan membawa lagi bayi ini padamu."

Dia bisa mempercayai gadis berponi itu. Gadis itu sudah banyak menolongnya, bahkan gadis itu mengamuk dengan sangat keras saat perawat mengatakan kalau sudah tidak ada ruang bersalin untuk Gadis. 

"DIA SUDAH BERSALIN. DIA HANYA BUTUH PERAWATAN PASCA BERSALIN. APA KAU BUTA? KALAU KAU TIDAK MAU MENERIMANYA KARENA DIA TIDAK PUNYA NOMOR JAMINAN KESEHATAN, AKU YANG AKAN MEMBAYARNYA. BERAPAPUN YANG KAU MINTA AKAN KUBAYAR, BAHKAN KALAU KAU JUAL GINJAL DAN SATU PARU-PARUMU JUGA AKAN KUBAYAR."

Sebenarnya, Mona itu tidak perlu marah seperti itu. Dia hanya perlu menjelaskan pada perawat yang kelihatannya sudah kelelahan itu. Terlalu banyak pasien yang masuk hari ini. Ada wabah diare pada anak-anak yang membuat banyak anak masuk ke ruang gawat darurat sambil terus mengaluarkan kotoran dari pantat mereka. Perawat itu sudah nyaris menangis karena sudah mengganti pakaian sampai lima kali dan sudah lelah membersihkan kotoran anak-anak itu. 

Itu baru satu masalah. Di ruang bersalin, ada lima belas ibu hamil yang melahirkan hari ini. Suara bayi dan suara ibu-ibu yang kesakitan terdengar bersahutan dari ruang gawat darurat hingga ruang bersalin. Ini benar-benar membuat kewarasan menjadi kacau. 

Dia hanya ingin duduk dan menyandarkan punggung sebentar saja. Itulah alasan kenapa dia terpaksa harus langsung menolak pasien yang datang tanpa surat jaminan kesehatan.

Sekarang, dia harus melihat wajah marah gadis cantik di depannya dengan hati mencelos. Dia jadi sangat ingin menangis, alih-alih membalas kemarahan gadis itu. Dengan sisa-sisa kekuatan yang dimilikinya, perawat itu tersenyum dan meminta maaf. 

"Silakan, Ma'am!" katanya dengan suara pelan. "Kami akan mengantarkan Anda ke ruang bersalin VIP. Anda akan mendapatkan pelayanan terbaik kami."

Dia menarik kursi roda, satu-satunya yang tersisa. Dengan senyum yang berusaha untuk terus dipertahankannya, perawat itu membantu Gadis dan bayinya duduk di kursi itu dan mendorong kursi itu sampai bertemu dengan perawat bagian bersalin yang baru membantu seorang ibu pulang.

Gadis memegang tangan perawat itu. "Terima kasih banyak," ucap Gadis dengan tulus.

Ucapan ini menghangatkan hati perawat itu. Dengan senyum yang kali ini tulus dari dasar hatinya, perawat itu menjawab, "Dengan senang hati, Ma'am. Semoga kau dan bayimu terus sehat, Ma'am." 

Anggukan sopan perawat itu menjadi akhir dari pertemuan mereka. Perawat lain membawa Gadis menuju ruang bersalin dan mengajukan beberapa pertanyaan umum. 

"Apakah bayi itu baru dilahirkan di jalan atau kau sengaja melahirkannya di rumah?'

"Apa kau merasakan sakit yang berlebihan?"

"Apa ada banyak darah saat bersalin?"

"Siapa yang membantumu bersalin?"

"Apakah ada ayah bayi itu di sini?"

"Apakah ada keluargamu yang menemanimu di sini?"

Dan masih banyak pertanyaan lain yang bagi Gadis sangat tidak penting. Tapi, Gadis tetap menjawab semuanya. Dia hanya berharap agar semua rentetan pertanyaan ini bisa segera selesai. Dia hanya ingin sehat lagi dan dibiarkan sendirian lagi bersama bayinya, gadis kecil di dalam pelukannya. 

The Runaway Girl (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang