Gadis tidak bisa tidur lagi setelah melihat lilin di atas kepala tengkorak itu. Dia memang tidak mengerti apa yang dilakukan oleh orang yang memasang benda mengerikan itu, tapi dia tahu untuk apa benda-benda itu.
Dulu, teman-temannya pernah mengajaknya menjelajah hutan di pinggir batas Distrik 51. Mereka anak-anak ingin tahu yang penasaran dengan rumah seorang dukun yang katanya bisa mengirimkan santet pada siapa saja yang diinginkannya atau diminta orang untuk dibunuh. Konon katanya juga, santet yang dikirim bervariasi, mulai dari yang ringan, sampai yang bisa membunuh secara perlahan.
Di berita televisi yang ditonton oleh Ayahnya, Gadis melihat ada perempuan yang terus-menerus mengeluarkan kawat dari perutnya. Perempuan ini terlihat lemah duduk di kursi roda. Menurut kabar, perempuan ini seorang guru yang jahat pad amuridnya. Lalu, orang tua murid yang tidak terima atas perlakuan guru itu memberikan santet dari jauh. Kini, perempuan itu hanya tinggal menunggu maut karena berkali-kali operasi pun tidak bisa menyembuhkan penyakit aneh dan tidak masuk akal yang dideritanya.
Nah, menurut kabar burung yang diterima oleh salah satu teman Gadis, yang menguirim santet itu dukun yang tinggal di tepi hutan distrik 51 ini. Berenam mereka menyusun strategi untuk mendatangi rumah angker dukun itu. Katanya, dukun itu juga sering makan orang lewat. Bayi-bayi hasil aborsi dan bayi yang lahir, tapi tidak diinginkan dijadikan sup oleh perempuan tua itu agar ilmunya semakin banyak dan umurnya selalu panjang.
Bagi Gadis, cerita itu sudah mainstream sekali. Bukan hanya di Indonesia, cerita tentang nenek sihir yang memakan anak-anak juga ada di luar negeri, bahkan kini orang-orang membuat ekstrak darah anak-anak di dalam botol vial berharta jutaan dolar bernama adrenochrome. Berita tentang ini sering Gadis dengar dari deretan berita yang ditonton ayahnya. Walau begitu, rasa penasaran dan keseruan bersama teman-temannya membuat Gadis tidak ingin melewatkan kesempatan itu. Dia ikut saja apa yang diperintahkan temannya yang paling sok tua dan sok memimpin. Tidak ada salahnya. Permainan ini tidak semembosankan bermain lempar karet di mana dia selalu saja kalah.
Rumah dukun tua itu jelek sekali. Dari jauh saja aroma busuk dan anyir darah tercium. Gadis yakin kalau perempuan tua itu juga sangat jorok. Mungkin saja dia tidak mau membersihkan bekas makannya sendiri. Gadis tidak mau mendekati rumah itu.
"Kenapa?" tanya temannya.
"Aku mau muntah," jawab Gadis jujur.
"Kamu takut, kan?" tanya teman yang satu lagi dengan wajah mengejek. "Ini masih siang. Nggak ada hantu siang-siang."
Ini pertanyaan yang sejak dulu ingin Gadis tanyakan pada siapa saja yang bisa menjawab. Kenapa tidak ada hantu di siang hari? Ada masalah apa antara hantu dan matahari? Apa hantu terlalu jelek sampai takut terlihat dengan cahaya terang?
"Aku di sini aja," kata Gadis bersikeras.
Namun, teman-temannya tidak ingin meninggalkannya. Jika satu takut, semuanya harus takut. Jika satu kena kutuk, semuanya harus kena kutuk. Mereka mendorong Gadis dengan kuat, memaksanya berjalan ke rumah itu juga. Gadis sudah menangis dan meronta, tapi kekuatan anak perempuan enam tahun tentu kalah dengan kekuatan lima anak lelaki dan perempuan enam hingga tujuh tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Runaway Girl (On Going)
Mystery / ThrillerJuan Butoijo menjadi yatim piatu setelah kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orangtuanya. Pada saat yang sama, dia mendapatkan luka pada wajahnya, luka yang membuatnya merass tidak menarik. Gadis-gadis hanya menginginkan hartanya saja. Memangnya...