35. The Girl

591 124 19
                                    

Gadis tidak pernah merasakan rasa sakit seburuk ini dalam hidupnya. Dia sudah tidak tahu lagi bagaimana cara untuk mengeluh. Dia berguling, duduk, hingga berbaring menyamping, tapi rasa sakit itu tidak juga hilang. Tangisannya sudah kering. Dia tidak bisa lagi memikirkan apa pun selain rasa sakit ini. 

Sekalipun dua orang di sampingnya meributkan segala macam sampai saling mmebanting barang, dia tetap tidak bisa memikirkan hal lain. 

Gelombang rasa sakit itu datang bersusulan. gadis berusaha mengatur napas seperti yang dia baca dalam buku. Tapi, membaca itu jauh lebih mudah daripada melakukan saat rasa sakit itu menusuk-nusuk begitu kuat. Dia menjerit, berusaha mengatakan pada dunia betapa luar biasa perih yang dia rasakan di bawah sana.

"Ini hukuman untukku. Ini semua adalah rasa sakit dari Tuhan untuk menghukumku, untuk mengatakan betapa aku ini manusia yang berdosa, untuk mengingatkan pada kesalahan-kesalahanku. Maafkan aku, Tuhan. Maafkan aku," bisiknya di antara rasa sakit yang menerpanya.

"Kau dengar dia?" Lelaki itu berkata dengan tajam. "Dia menyesali yang dilakukannya. Dia mendapatkan anak dari lelaki yang tidak diinginkannya. Kau mau merasakan rasa sakit seperti itu, hah? Kau mau tubuhmu jadi bengkak seperti itu?"

Perempuan muda itu menatap Gadis dengan tatapan tegang, seperti anak yang menunggu ibunya membuka kado ulang tahun untuknya. Namun, dia tidak pernah melihat ibunya membuka kado apa pun. Satu-satunya yang dia ingat dari ibunya hanyalah rasa sakit sat ibunya membantingnya ke tempat tidur keras.

"Aku mau," perempuan muda berponi itu melihat lelaki di depannya. "Kalau kau yang melakukan itu padaku, aku mau. Kau boleh melakukan apa pun padaku, bahkan jika itu merusakku, Juna. Lakukan saja! Aku bersedia menerimanya."

Lelaki itu menggeleng. Sambil meneruskan menyetir mobil, dia berkata dengan tajam, "Kau sakit. Sama dengan semua Syailendra lainnya, kau benar-benar sakit."

"Bukankah memang begitu? Bukankah kita semua dilahirkan sakit dan hidup untuk mencari cara menyembuhkan rasa sakit ini."

Lelaki itu diam saja, terus mengemudikan mobil dengan cepat menuju matahari. 

Sekalipun mereka berdua tahu kalau seharusnya mereka tidak membawa Gadis keluar dari tempat itu, tapi tentu saja mereka tidak bisa membiarkan perempuan yang akan melahirkan sendirian di tempat itu. Mereka sudah mempertimbangkan akibat dari perbuatan ini. Mereka siap menerima semua risikonya. Bagi mereka, nyawa bayi itu yang paling utama.

Mereka mengendarai mobil hingga tempat yang cukup jauh. Rumah sakit besar masih sangat jauh dari tempat ini. Gadis berponi itu terus memegang tangan ibu yan akan melahirkan di sampingnya. Dia terus mengatakan, "Kau harus kuat, lebih kuat daripada kuda. Bayi itu akan lahir dan kau akan selamat. Aku percaya itu. Aku bisa melihatnya."

Gadis mencengkeram tangannya. "Kau melihat apa? Kau melihat masa depan anak ini?"

Gadis berponi itu menyeringai kecil. "Bukan. Aku tidak bisa melihat sejauh itu. Aku hanya melihat di sini, di antara kedua kakimu. Ada sesuatu yang mirip dengan rambut. Sepertinya kau akan mengeluarkan bayi dari kemaluanmu."

Pernyataan itu benar-benar mengejutkan Gadis. Dengan cepat dia menekuk kakinya dan berusaha melihat di antara kakinya itu. Kepala itu ada di antara kedua kakinya, baru dahi yang keluar, tapi dia yakin itu kepala bayi. 

Gadis berpegang pada pegangan pintu di belakangnya, lalu menekuk tubuhnya lebih dalam. 

"Jangan!" Gadis berponi itu menahan lututnya. "Nanti anakmu bisa terlipat. Santai saja. Biarkan anakmu sendiri yang mencari jalan keluar."

"Kau bisa membantu orang melahirkan?" tanya lelaki yang duduk di belakang kemudi.

"Kau sekarang peduli padaku, Sayang?"

The Runaway Girl (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang