"Makasih udah anterin gue sampe depan rumah." Lembut Canda yang menenteng helm di tangan kirinya.
Rio tersenyum dan mengangguk. Ia senang sesekali Canda bisa bersikap lembut lagi padanya. Ah mungkin ini hanya formalitas saja. Senyumnya kini hilang dan bibir Rio mengerut kembali. Ia ingin Canda benar-benar mengucapkannya dengan niat. Rio membuka helm nya dan menatap Canda.
"Iya sama sama. Lagian gue juga gamau lo kenapa napa dijalan." Ucap Rio yang membuat Canda canggung.
"Yaudah sana masuk, dingin. Lo tidur ya." Titah Rio. Senyum Canda hilang dan menatap Rio intens. Kenapa Rio harus mengaturnya? Toh, Canda juga bukan anak kecil. Canda mengangkat bahunya dan berjalan ke arah pintu. Namun, ia memutarkan badannya dan kembali ke tempat tadi ia mengobrol dengan Rio.
Rio yang sudah mengangkat helm untuk sampai di kepalanya, ia harus menurunkannya lagi saat mendapati Canda kembali mendekat dan ingin mengucapkan sesuatu. Rio memajukan dagunya.
"Kok, lo bisa balik lagi ke rumah Bilqis sih? Lo kan udah balik sama mentemen Raffi. Apa ada yang ketinggalan di rumah Bilqis?" Tanya Canda yang selama berbicara, ia menggerakkan tangannya bagaikan seorang guru sedang mengajar.
"Iya. Ada yang ketinggalan." Ulang Rio sambil menopang dagunya.
"Apa?" Tanya Canda lagi.
"Elo. Makanya gue balik lagi." Jawaban Rio sukses membuat Canda terdiam. Malu sekaligus baper yang Canda rasakan. Wajahnya kini sudah memerah dan ia tidak kiceup sekalipun.
"Ahay terbang lo ya?" Rayu lelaki itu yang memberikan senyuman jahilnya. Canda mendengus sekaligus mengumpat. Sial, Canda harus terlihat memerah saat wajahnya tidak memakai penutup seperti helm tadi. Dua kali ia merasa hatinya berdegup oleh lelaki itu.
"Paan si lo! Ga lucu! Bye!" Desis gadis itu yang menghentakkan kakinya dan memasuki rumahnya. Namun Rio tidak kesal dengan tingkah Canda. Ia malah tertawa kecil dan memakai helm nya itu. Merasa seperti ada yang memperhatikannya, Rio menoleh ke jendela rumah Canda. Benar saja. Gadis yang tadi kesal padanya sedang memperhatikan dirinya di jendela.
Canda terkejut lagi lagi ia harus mengumpat dari Rio. Setelah melihat motor Rio tidak ada di halaman rumahnya lagi, Canda menutup gordennya itu dan berjalan ke kamarnya.
"IIIII GUE KENAPA SIIII!!" Canda menatap cermin sambil mengikat rambutnya. Hancur sudah rencananya untuk mengumpat dari Rio.
Canda berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Lalu mengenakan piyama berwarna krem yang membuat Canda semakin cantik. "Males banget pake skinker, lain kali aja deh" lalu berbaring dikasur. Gadis itu sudah memejamkan matanya dan pergi ke alam mimpi.
****
Gilang benar-benar tidak bisa tidur setelah pulang dari rumah Bilqis. Ia masih memikirkan bagaimana caranya agar hubungannya dengan Bilqis bisa kembali. Gilang merasakan renggangnya hubungan Bilqis dan dirinya. Hal ini terjadi saat geng Raffi mulai memasuki kehidupan Bilqis. Ia sangat merasakan perubahan yang terjadi pada Bilqis. Dan Gilang tidak akan membiarkannya terjadi.
Gilang tidak bisa menyalahkan geng Raffi itu. Bagaimanapun, mereka telah memberikan kebahagiaan kepada Bilqis. Gilang ikut bahagia jika Bilqis bahagia. Jadi, ia harus memikirkan cara lain untuk membuat Bilqis kembali padanya. Gilang cemburu???
Tinggal hitungan hari, mereka kembali ke sekolah. Namun bukan sebagai kelas delapan. Mereka akan menjadi kakak kelas. Ah rasanya Gilang tidak percaya akan bersama-sama dengan Bilqis. Ia harus memanfaatkan ini sebaik-baiknya. Dengan kemandirian dalam diri Gilang, ia akan tinggal di Bandung sendiri. Ia memberanikan diri karena ia sudah kelas delapan. Lagian, orang tua Gilang akan menyewa pembantu untuknya.
Bukan hanya 'kemandirian' yang ada dalam benak Gilang. Ia juga memiliki alasan mengapa dirinya memutuskan untuk tetap di Bandung dan tidak ikut bersama orangtuanya.
Tentu saja gadis yang ia khawatirkan. Siapa lagi kalau bukan Bilqis Zelin. Pada awal kenal dengannya, Gilang memang memiliki perasaan. Tapi mana mungkin ia harus jujur. Ia tidak ingin gadisnya menjauh hanya karena kejujuran darinya. Ah apa? Gadisnya? Gilang sudah mulai gila ternyata.
*****
Sinar matahari terlihat malu-malu untuk muncul sempurna.
Bilqis memicingkan matanya dan menatap jam dinding. Ia segera bangun dan merapikan kasurnya. Dengan malas, bilqis mengikat rambut sambil berhadapan dengan cermin.
"Masih cantik ternyata." Pujinya.
Gadis itu berjalan ke arah bathup dan menenggelamkan badannya. Di dalam air, ia mengingat kejadian-kejadian yang bahkan tidak ia sangka telah dirinya lalui.
Dimulai pada saat Bima yang membentaknya, lalu tiba-tiba memberi nya seblak lewat go food. Ditambah Elrafheo yang bertamu malam hari dan memberinya Starbucks "gue juga kesini buat silaturahmi." Alibinya. Haris yang akhir-akhir ini selalu ia ekspektasikan, dan ah. Semua itu membuat Bilqis terduduk dan menarik napasnya berat.
Bilqis segera membilas badannya, mengenakan handuk dan berjalan ke walk in closet miliknya. Terdiam sejenak di hadapan cermin, ia mengamati dirinya dengan dalam. Pake baju apa ya?? Batinnya. Ia memilih celana santai salem motif batik dan kaos polos lengan pendek berwarna putih. Setelah memakai parfum, Bilqis berpikir untuk sarapan bersama keluarganya dibawah.
"Pagi yah! Pagi bu! Pagi bang Bil." Nada bicara Bilqis sedikit menurun saat menyapa Billy.
Bilqis duduk di dekat Santi dan mengoleskan selai ke rotinya. "Ekhem.." Ilham berdeham sambil menyimpan gelasnya.
"Kenapa yah?" Tanya Bilqis.
"Kepergian nenek memang hal berat yang harus kita ikhlaskan bersama sama. Lambat laun kita akan terbiasa dengan ketidak adaan nenek. Kalian jangan terus terusan sedih ya. Kita sama sama doain nenek ya.." jelas Ilham dengan senyum manisnya. Menandakan ia menjalankan kewajibannya sebagai seorang ayah.
Bilqis dan Billy memperlambat aktivitasnya dan menganggukkan kepala. Mereka setuju dengan perkataan ayahnya. Tidak mungkin juga kan mereka akan terus berlarut dalam kesedihan? Neneknya pasti akan ikut sedih jika melihat keluarganya meratapi kesedihan terus menerus.
"Ayah sama ibu hari ini mau kemana?" Tanya Bilqis.
"Ngga kemana mana. Hari ini ayah sama ibu mau kerja di rumah aja. Mau bareng bareng kalian lagi di rumah." Ucapan Santi membuat anaknya sumringah. Setelah satu bulan kurang orang tuanya bekerja di Garut, Bilqis senang akhirnya ia bisa melihat wajah ayah dan ibunya kembali.
"Yeyy! Kapan kapan kita piknik ya bu?!" Ajak Bilqis. Santi hanya memberikan senyuman dan menganggukkan kepalanya.
Setelah selesai sarapan, mereka duduk di sofa sambil menonton film. Santi berkutik di dapur memasak camilan untuk suami dan anak-anaknya itu. "Bilqis, kamu udah mandi?" Tanya Santi sambil memegang wajan.
"Udah dong buu. Masa iya Bilqis belum wangi jam segini." Sombongnya sedikit menyindir Billy. Namun Billy mengabaikan adiknya itu. Pandangan Billy tetap tertuju pada tv. Seketika ia sadar dan berlari ke kamarnya. Santi anti sekali dengan anak yang masih belum mandi pagi. Makanya, Billy terbirit-birit saat sadar ibunya menanyakan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
semesta TERBIT
Teen FictionSudah terbit di guepedia. Bisa di pesan melalui Tokopedia, Bukalapak, dan guepedia store. DI SHOPEE JUGA ADAAAAAA Toko : guepedia Judul : novel semesta oleh dewirnss ****** Langsung aja ke cerita jangan lupa masukin ke perpustakaan kalian dan vote c...