ia : 02

400 61 1
                                    

Aku mengedarkan pandangan, ada yang terlihat aneh di kelas ini. Bukan pasal hantu atau cerita misterius lainnya. Aku segera bertanya pada Jiyoon apa ada anak yang bertukar posisi ke kelas ini dan ya, Jiyoon menganggukkan kepala tanda tebakan ku benar.



Bel masuk berbunyi, semua penghuni kursi yang terdiri dari 12 anak perempuan dan 12 anak laki-laki menempati kelas. Termasuk aku dan Jiyoon yang sekarang merapikan kursi karena tadi sempat mengobrol dengan teman dibelakang kursi kami.



Pelajaran pertama kali ini penjaskes, ah entah praktek atau pengenalan materi lebih dulu tapi kami di suruh menyiapkan baju olahraga sewaktu SMP dan juga buku tulis kosong. Tidak boleh di gabungkan dengan materi lain. Penjaskes bukan pelajaran yang aku benci, bukan juga pelajaran yang ku favoritkan. Senangnya hanya karena saat keluar ruangan untuk praktek, lalu setelah selesai praktek kami diperbolehkan pergi ke kantin untuk istirahat. Hari Rabu, kelas kami punya tiga jam istirahat. Terdengar menyenangkan.



Guru telah masuk dan duduk tenang di singgasana, membawa dua tumpuk buku besar dan satu buku absensi. Bolpoin dan spidol hitam ditangan beliau seakan menjadi senjata utama. Aku tidak memperhatikan guru olahraga itu berdiskusi dengan sekretaris kelas. Aku sibuk mengobrol diam-diam dengan Jiyoon, memang tidak pantas untuk ditiru.



"Hari ini praktek olahraga atau materi dulu nih? Sebelumnya kalian pasti sudah mengenal Saya, kan?"



Aku mengangguk sebagai respon sudah mengenal beliau, beda lagi dengan anak-anak yang mengiyakan dengan keras. Para anak laki-laki menjawab praktek olahraga, sudah di pastikan mereka akan meminta itu. Bagi mereka menulis materi penjaskes itu membosankan, toh kami juga sudah punya buku pegangan siswa. Materi penjaskes setiap tahunnya bagiku sama saja, hanya ada beberapa tambahan materi baru.



"Baik, kalian bawa baju olahraganya? Yang ga bawa silakan melapor, Saya masih maafkan karena kalian masih baru, mungkin baju olahraga yang dari smp udah kecil, udah sobek, udah dikasih ke orang."



Guru penjaskes kami terdengar ramah, dari setiap kalimatnya dan tawa kecil yang keluar di akhir kalimat membuat kami akan nyaman dengan cara mengajar beliau. Sepertinya. Teman-teman ku membawa semua seragam olahraga, ini terlihat aneh karena baju olahraga kami berbeda warna.



"Bapak kasih waktu 10 menit buat ganti, kita ketemu di lapangan yah."



Jiyoon mengajakku pergi ke kamar ganti, berlari menyerobot teman-teman lain yang berjalan santai. Tingkah Jiyoon disoraki oleh teman-teman kami, itu hanya bercanda, mereka juga sempat tertawa karena Jiyoon tak sengaja menabrak salah satu pemuda jangkung di depan kami.




"Liat-liat dong, Jiy. Ah bikin jantung gue pindah ke ginjal aja," Cicit Heeseung memegangi jantungnya. Aku tertawa sejak ujaran Heeseung mengandung lelucon.



"Aduh maap-maap, buru-buru nih. Duluan." Santai Jiyoon masih menarik tanganku. Jiyoon bilang penjaskes itu mata pelajaran favoritnya, ia pandai bermain bola basket dan baseball. Ia juga sempat bercerita pernah bolos dipelajaran penjaskes dan anehnya tidak dihukum sama sekali oleh guru mereka.












Selesai ganti aku dan Jiyoon pergi ke lapangan, anak laki-laki telah tiba di sana lebih dulu. Jangka waktu untuk ganti perempuan dan laki-laki kan jelas beda, kami harus membenarkan tatanan rambut juga, sebagian ada yang membenarkan jilbab mereka. Sisanya mungkin sekalian menggosip kecil di ruang ganti.



"Bapak absen dulu ya."



Kami berbaris rapi di pinggir lapangan, aku disebelah Jiyoon dan Soeun. Aku merasa beruntung mendapatkan teman seperti mereka, baik dan ramah tak beda dengan embel-embel anak IPS yang pandai bersosialisasi. Nyatanya aku tidak terlalu pandai untuk yang satu itu, rasanya akan sulit bila tak diajak berkenalan duluan.




Aku berucap hadir ketika namaku di panggil, ah sayang sekali namaku ada di urutan ke tujuh. Itu sebab namaku yang diawali huruf A, tak jarang aku protes ke ibu kenapa namaku harus diawali huruf A. Ibu menjawab huruf A merupakan salah satu huruf kesukaan ayah dan ibu setelah huruf J dan S. Sempat ku dengar dari nenek, jika kedua orangtuaku punya anak lagi nantinya, maka mereka akan memulai dengan huruf favorit mereka lagi.



Nama lengkapku itu terdengar unik, dari SD aku selalu diejek soal namaku yang aneh. Mereka saja yang tak mengerti betapa bagus dan uniknya namaku. Arena Rinai Gempita, ya itu namaku. Orangtuaku berharap aku selalu menjadi tempat rintik-rintik bunyi meriah kegembiraan mereka.



Teman-teman ku dulu sering memelesetkan namaku, padahal itu nama yang sudah susah payah diberikan kedua orang tuaku padaku. Sampai disekolah ini, sepertinya tidak ada yang mempermasalahkan namaku. Jake dan Jiyoon bahkan memuji namaku, mereka bilang namanya terdengar unik dan lucu. Jarang dipakai orang-orang. Aku berterimakasih pada mereka, sedikit terharu, akhirnya ada yang menghargai namaku.



Aku melirik Jiyoon, sedikit iri karena seragam sekolahnya begitu bagus dan pas ditubuh. Beda jauh denganku, baju olahragaku sedikit besar dan tidak boleh dikecilkan oleh ibu. Ya ibuku selalu punya prinsip lebih baik oversized dari pada pas di tubuh.




Aku menoleh ke sisi lain, nama cowok dengan tubuh tegap yang berdiri di sebelah Heeseung menarik atensiku. Namanya bagus sekali, Jay Nirvana Dekap Semesta, belum pernah aku mendengar nama sebagus itu dalam hidupku. Aku melihat bagaimana serius wajahnya berdiri mengistirahatkan lengan di belakang badan. Apa aku mengenalnya?



Masih ku tatap wajahnya yang tertimpa sinar mentari pagi ini, matanya sempat mengedip kecil karena silau. Selang beberapa detik, agaknya dia menyadari ada sepasang mata yang serius memperhatikan. Dia menatapku bingung, lalu di ikuti senyum yang mengembang ringan di bibirnya. Tidak diminta, tanpa permisi, jantungku berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Apa ini?



Aku membalas senyumnya, hanya senyum simpul sebelum aku memutuskan kontak mata. Peregangan dan pemanasan olahraga akan segera di mulai.








Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang