memori : 33

64 16 1
                                    

Mungkin ini klimaks dari alur hidup seorang Arena Rinai Gempita dan Sunoo Harsa Adikuasa, walau orang tua mereka memberi nama dengan harapan bahagia yang tak terhingga. Namun belum tentu hal-hal pedih tidak menyambangi hidup keduanya.


Kedua pasang manik mata sembab, masih berair itu menatap nanar rumah yang selama ini menjadi tempat singgah. Rumah ayah dan ibunya yang dibeli susah payah, bekerja keras demi membayar semua cicilan sampai lunas. Kemudian, detik ini hanya menyisakan puing-puingnya.



Yang selamat hanya beberapa, itu pun tak terlalu banyak. Hanya kertas-kertas berharga yang masuk kedalam lemari ruang kerja ayahnya. Pemadam kebakaran langsung datang  setengah jam setelah api muncul dari dapur rumah. Tidak ada orang di sana, Gempita pun tengah asyik di ruang tamu memakan camilan sesekali mendengarkan daftar musik di ponsel. Sunoo baru pulang dan berada di kamar, ia yang paling tahu sumber api datang dari jendela dapur.


Malam itu benar-benar malam yang mengiris hati keduanya. Tetangga cepat-cepat membantu memadamkan api, sayang sekali, api berkobar, menjalar lebih cepat dari yang dibayangkan.


Tetangga yang paling dekat dengan rumah Gempita ingat sekali bagaimana nada suara Gempita serta Sunoo yang menangis histeris melihat rumah yang berwarna itu merotasi menjadi hitam gosong.



Semalam semua anak adam yang berteman dekat dengan Gempita datang ke lokasi, sekadar untuk menenangkan tangis dan bilang semua akan baik-baik saja. Baik-baik saja dimananya? Rumah yang menjadi naungan selama ini hanya tersisa kerangka rapuh, akan sulit merenovasinya kan?



Menilik kebelakang, ada untungnya juga Jungkook membawa dua mobil kedua orang tua Gempita. Tapi entah bagaimana membujuk Jungkook supaya ia mengembalikan segera mobil kedua orang tua Gempita. Itu semua berdasar obsesi Jungkook yang ingin mempunyai jejeran mobil di garasi rumah pribadinya.


Pasal uang yang di bawa kabur Jungkook, ya dia bilang akan mengembalikannya segera bila motor klasik yang ia tawarkan pada temannya terjual dengan harga mahal.


Namun sampai sekarang Jungkook belum datang, toh berita kebakaran ini hanya diketahui oleh orang komplek dan teman dekat Gempita. Kebetulan Heeseung lewat, baru main ke rumah uwanya di sekitar sini—lumayan jauh dari rumah Gempita. Nahas ketika pulang melewati rumah Gempita, api berkobar dan orang-orang telah berkerumun ribut memadamkan api menggunakan selang kecil dari rumah.


"Pit, sarapan dulu yuk." Jay mengujar, ia membawa nampan, keluar dari rumah yang sementara menjadi penampungan. Itu tetangga dekat Gempita, kerap dipanggil ibu Angela. Dari dalam benak Gempita, ia bersyukur tak ada rumah yang terdampak akibat rumahnya yang terbakar. Ia akan sangat merasa bersalah bila rumah ibu Angela dan suaminya ikut terlalap si jago merah.



Sejak malam, Jay dan Jungwon berada di sini. Ketika tengah malam, Jake dan Jiyoon pamit pulang karena mereka di cari orang rumah. Sunghoon sedang liburan, entah kemana, ia tak ada kabar sampai sekarang.



"Aku ga nafsu makan," Balas perempuan berbalut jaket jeans milik Jay. Surai hitamnya setengah berantakan, baju tidur masih lengkap terpasang di tubuhnya. Rumah yang hampir rata dengan tanah itu terus dilihat oleh Gempita, sambil menahan tangis, dadanya sesak sekali. Ibunya tidak ada di sini, ayahnya juga. Lalu pada siapa Gempita mengadu perasaan pilunya?


Jay mengerjap, ia berdiri beriringan dengan Gempita. Ikut melihat objek yang perempuan itu lihat, barang-barang yang selamat ada di halaman, kayu-kayu gosong ada di pojok halaman. Bekas-bekas masa yang menyenangkan pasti terputar ulang di memori kepala Gempita. Jay sangat mengerti perasaan Gempita sekarang, mungkin.



"Ini di bikin Bu Angel, kamu yakin gak mau makan? Nanti nasinya nangis. Makan sedikit aja deh, ngehargain Bu Angela yang masak banyak hari ini." Jay bertutur lembut. Ia juga barusan membujuk Sunoo supaya mau sarapan, ibu Angela berbaik hati memberikan izin pada mereka untuk menempati paviliun di samping rumahnya.



Menoleh, Gempita justru ingat bagaimana semalam ia erat mendekap Jay. Kenapa Jay lagi? Apa laki-laki yang berdiri tiga puluh sentimeter darinya memang sudah ditakdirkan dalam buku yang ditulis Tuhan? Seperti namanya Jay Nirvana Dekap Semesta, memang Jay akan selalu mendekap semestanya. Apa semestanya itu Gempita?



Mana mungkin. Strata sosial mereka berdua pun sekarang sungguh berbeda. Jangan berharap terlalu jauh, jika harapan itu tak kunjung menemukan jalan pulang, maka jalan lara sebab ekspektasi akan terbuka lebar. Mempersilakan Gempita berjalan di atas jalan tersebut tanpa mau menunjukkan rambu lalu lintas.



Gempita mengambil piring yang Jay sodorkan. Sebagai manusia yang mengetahui kesopanan, Jay dan Gempita duduk di kursi beranda rumah ibu Angela. Selain memberi tempat singgah, memberi sarapan, ibu Angela dan suaminya dengan senang hati membantu memecahkan kasus kebakaran. Karena jujur, semua itu janggal. Api datang dari jendela, Gempita dan Sunoo tak menyalakan kompor, gas tidak bocor bahkan tidak meledak. Jika pun karena korsleting listrik, dua rumah di dekat Gempita akan kena juga.



"Aku nggak berguna jadi kakak. Di saat kaya gini aku malah sibuk sedih, tanpa mau ngurusin adekku."


"Sunoo udah ada Jungwon kok, kamu enggak boleh ngomong gitu. Aku tau kamu pasti shock dan bingung sama keadaan ini...." Apalagi ayah sama ibu kamu ngga ada dirumah. Kalimat terakhir tak mampu terucap dibibir Jay, ia sadar kalimatnya hanya akan menyebabkan perasaan sedih Gempita berkembang besar.



"Aku masih marah sama om Jungkook, bahkan sampai sekarang dia belum balas chat yang aku kirim."


Aneh tapi nyata, Gempita sanggup menyelamatkan beberapa barang kesayangannya, termasuk ponsel dan foto keluarga yang tersemat rapi dinakas ruang tengah. Namun setelah itu sebagian jari kirinya tak sengaja bersentuhan dengan api. Pengorbanan yang sulit untuk menjaga foto keluarga yang bahkan hubungannya dikatakan rumit.


"Aku bingung kenapa ibu jarang ngabarin aku."


"Shh jangan bilang apa-apa lagi, kamu fokus makan aja dulu ya. Nanti keselek aku ngga tanggung jawab," Ungkap Jay. Bukannya mau mengecewakan Gempita yang merajut dialog dengannya pagi ini, tapi Jay belum sanggup lagi mendengar penuturan pilu Gempita.


Rencana apa yang sebenarnya sedang disiapkan oleh Tuhan, katanya akan ada sesuatu di balik mala. Namun sengsara tak mau menjauh dan tetap menatap sejak insan manusia mulai menerima keadaan. Mungkin ia nyaman.


"Abisin semua sedihnya, Pita, semoga besok yang tersisa cuma bahagia. Tinggalin sedihnya sekarang, biar besok bahagia jemput kamu lebih cepat."


"Volume sedih aku kayaknya masih banyak, Jay."


"Gapapa, nanti bahagia masuk ngeganti posisi sedih di tabung hidup kamu. Selama kamu punya harapan, semuanya akan baik-baik aja."


Pemuda pemilik nama Jay itu menyunggingkan bibir ke atas, seulas senyum cerah ikut serta bersama mentari yang bersinar cemerlang dilengkung langit pagi ini.







Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang