jenguk : 04

312 53 0
                                    

Selimut tebal bergambar bunga sakura ku peluk erat sejak dingin angin malam masih terasa menusuk ke tulang sampai siang ini. Aku demam karena kemarin hujan-hujanan, lalu malamnya makan es krim yang di belikan Sunoo. Ibu melarang kami memakannya saat malam hari, namun aku tetap melanggar peraturan yang beliau lontarkan.



Ya beginilah hasil dari menentang perintah orang tua, aku meringuk di balik selimut layaknya udang dibalik gorengan. Hari ini Senin, hari dimana awal kegiatan dimulai. Pagi tadi ibu mengirim surat ke sekolah dan menyuruhku supaya istirahat saja. Ponselku dimatikan secara sengaja oleh ibu, belum boleh ku sentuh jika suhu tubuhku masih tinggi.




Di hari biasa, Sunoo membantu ibu, memasak, mengepel dan membereskan beberapa barang yang berantakan di atas meja akibat ayah yang kadang sembarang menaruh benda miliknya. Namun, kali ini Sunoo di tugaskan menjagaku, dari pagi Sunoo menemaniku sembari memainkan game diponselnya. Sempat ku lihat Sunoo membuka-buka buku pelajaranku, ia tertarik membaca pelajaran yang harusnya ia dapat juga tahun ini.


Jujur saja aku tak tega pada Sunoo, tapi mau bagaimana lagi. Aku tidak mungkin bekerja paruh waktu, usiaku masih dibawah umur dan tidak boleh dipekerjakan sembarangan. Aku pura-pura memejamkan mata ketika Sunoo menolehkan kepalanya kearahku.



"Kakak pura-pura tidur ya?!" Sunoo memicingkan mata, itu kebiasaannya sejak kecil. Jadi aku tidak aneh. Aku menyerah dan keluar dari balutan selimut, bosan. Jam di atas nakas masih memberitahu sekarang masih pukul sebelas.



"Tumben bosen di rumah, biasanya seneng-seneng aja." Sunoo menaruh buku milikku di atas meja dengan rapi. Kemudian kakinya mengayuh ke arah ku, entah apa yang ada dipikiran Sunoo, justru dia yang merasa bersalah.



"Gara-gara aku, kakak jadi sakit gini. Terus kakak ga bisa ketemu sama temen-temen kakak, ga bisa ketemu sama gebetan kakak juga."



Baru saja aku mulai terharu dengan ucapan Sunoo, tanganku impulsif terulur, menjitak keningnya pelan. Apa maksudnya? Gebetan yang mana? Sunoo tahu?



"Kamu jangan asal ceplos deh kalo ngomong," Balasku. Aku duduk menyandarkan bahu pada kepala ranjang, kepalaku masih berputar. Aku punya anemia, jadi wajar bila kesemutan atau pening berkunang-kunang jika berpindah ke satu posisi ke posisi lain.



Sunoo nyengir kuda sembari duduk di sisi tempat tidur, ia hanya duduk menunjukkan bahunya yang mulai lebar di depanku. Adikku tengah menyebrangi masa anak-anak ke masa remaja, aku memaklumi Sunoo yang kadang merajuk minta ini-itu, jika tidak dituruti maka emosinya menggebu. 



"Kak ngapain masih nyimpen toples kosong sih? Heran deh," Komentar Sunoo. Agaknya ia tadi sempat melihat isi lemari kecil yang menyatu dengan meja belajar. Ah itu toples permen yang diberikan Jay temanku sewaktu kecil. Kira-kira bagaimana kabarnya sekarang, seperti apa sikapnya sekarang. Apa masih suka merajuk menggemaskan?



Akhirnya benakku mengatakan bahwa aku merindukan Jay dengan kentara. Dimana sosok itu berada. Apa Jay sudah menemukan teman baru di sana? Aku jadi ingin mengunjunginya sekali saja. Rumah yang disewa ayah, apa masih berdiri dengan kokoh diantara rumah-rumah mewah itu?



"Kak malah ngelamun, hih. Ayo barusan dipanggil ibu makan siang dulu, mau ke meja makan apa aku yang bawain makanan kesini?" Sunoo membuyarkan lamunanku. Menarik napas,  aku memilih berjalan kecil menuju ruang makan. Supaya tubuh dan aliran darah bekerja normal tidak kaku. Sakit itu melelahkan, lebih enak sehat kemana-mana.

















"Kak, ada temennya kesini."


Aku membuka mataku, menetralkan cahaya yang masuk. Suara Sunoo kembali mendominasi indra dengar, aku baru bangun dari tidur. Namun masih merasa kantuk, mungkin efek obat juga. Langkah kaki Sunoo semakin mendekat, ia mengambil sisir di sisi nakas. Kemudian merapikan suraiku tanpa diminta begitu tubuhku dalam posisi duduk.



Sunoo memang perhatian, ia sudah dewasa dan tahu mana yang baik dan benar. Nenek mengajari Sunoo banyak hal, sewaktu-waktu aku iri karena adikku yang terus mendapat cerita, dongeng dari nenek sebelum tidur. Sekarang nenek telah pergi jauh, benar-benar tidak akan kembali ke permukaan bumi.



Aku keluar dituntun Sunoo, tubuhku masih lemas dan sakit sekali setelah berbaring dikasur seharian. Netraku melihat ada Jiyoon, Soeun, Jay dan Jake disofa depan. Ada ibuku yang menjamu mereka, beliau menyuruhku duduk di tempat yang sempat di duduki. Aku menyapa mereka seiring mereka menanyai keadaan ku. Lagi, merasa terharu karena ini keinginan pribadi mereka menjenguk, padahal baru sehari aku sakit.



"Kamu demam kenapa, Pit?" Tanya Soeun sehabis meminum segelas sirup jeruk yang dihidangkan ibu. Yang lain memasang wajah penasaran menunggu jawaban.



"Abis ujan-ujanan, terus malemnya aku makan es krim yang dibeliin adekku. Udah di bilangin gak boleh makan es krim sama ibu, tapi tetep aku makan. Jadinya aku demam."



"Sekarang udah mendingan kan? Besok berangkat ih, temenin aku masa duduk sendirian di kelas." Jiyoon berujar lagi. Segera ku angguki, ya semoga aku lekas sembuh dan besok bisa ke sekolah untuk belajar seperti biasa.




Ibu dan Sunoo pergi dari ruang tamu, mempersilakan aku dan temanku mengobrol. Kami mengobrol kecil, soal tugas dan materi yang diberikan oleh guru hari ini. Aku juga meminjam buku Jiyoon dan Soeun, mereka berterimakasih karena akhirnya buku bawaan mereka setidaknya berkurang.



Ku lihat Jay hanya duduk mengamati obrolan kami para perempuan, Jake dan Jay ikut bergabung menyumbangkan suara tawa renyah, kadang protes juga dengan lontaran cerita Jiyoon dan Soeun.



"Jake anak MIPA nih buang ajalah."



"Diskriminasi lu mah, anak IPS gak boleh gitu hey!" Jake tidak terima dengan penuturan Jiyoon. Aku dan yang lain hanya tertawa melihat mereka saling bertukar tatapan sengit. Aku belum mendengar cerita kenapa Jake dan Jay bisa berteman. Mau bertanya pun, rasanya terlalu jauh menanyakan.



"Eh udah sore nih, pamit pulang yuk. Mana ibu sama adek kamu?" Jiyoon merapikan tas dipunggungnya. Di susul yang lain yang ikut bangkit dari duduk juga, aku memanggil ibu dan Sunoo yang sepertinya sedang menempati ruang tengah.



Ibu mucul, berterimakasih karena sudah repot-repot menjenguk anaknya ini. Bukan penyakit yang serius, tapi mereka membawa banyak makanan sehat. Aku juga tidak enak menerimanya, takut dikira sengaja sakit untuk mendapatkan makanan gratis. Dulu, aku pernah dianggap seperti itu oleh teman SMP ku. Jujur itu menohok sekali. Sesederhana nya keluargaku, kami masih bisa membeli makanan sendiri.



"See you besok, Pita." Jay orang yang terkahir keluar dari rumah. Senyumku mengembang begitu saja, lalu otomatis menganggukkan kepala seperti berjanji besok akan benar-benar bertemu Jay di sekolah.



Aku merasa dejavu, bagai mengingat sesuatu.


Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang