46 : penabur obat lara

65 13 5
                                    

Mengerjap, Gempita melihat layar ponselnya. Kanal YouTube milik Heeseung masih sama seperti dulu, masih ada video-video miliknya yang dibuat bersama Gempita. Duet cover song, daily vlog, sampai challenge yang sempat trending di kalangan youtuber lain masih bertengger di sana. Apa Heeseung tak berniat mentake down semua video yang memuat Gempita di dalamnya?




Gusar. Gempita takut pacar Heeseung yang baru akan cemburu dan bertanya kenapa video itu masih ada. Mana lagi video perayaan satu tahun mereka masih ada di kategori konten spesial. Gempita tidak mau menambah masalah, ia ingin menghubungi Heeseung, tapi ragu. Mana bisa ia mengirimi Heeseung pesan lebih dulu setelah makan malam yang berantakan dan tak terkendali malam itu.



"Pit, ngelamun mulu kenapa sih? Ada masalah apa, sini cerita ke gue kalau ada apa-apa." Soojin menyadarkan lamunan Gempita. Ah tidak apa-apa, bukan perihal yang serius sebenarnya. Besok-besok juga Gempita bisa mengatasi ini, ia hanya butuh berpikir lebih jernih apa tindakan nya kali ini benar. Menggeleng kan kepala sebagai jawaban, Gempita melipir ke area wudu perempuan. Mereka berdua tengah meneduh, di luar masih gerimis, sekalian salat asar.



Di pikir-pikir, apa Heeseung sudah menemukan orang baru dalam hidupnya? Yang bisa merebut posisi Gempita selama ini? Pasti beruntung sekali bisa menjadi istri dari Heeseung Tirta Darma, orang sehebat Heeseung mana pantas di sandingkan dengan dia yang biasa-biasa saja. Benar kata orangtua Heeseung, Gempita harus sadar posisi, harus sadar diri. Ia tak masuk kriteria cocok untuk keluarga besar Heeseung yang terhormat.



Selesai wudu, Gempita merapikan sedikit rambutnya di cermin besar. Sampai seorang anak perempuan mengalihkan atensi, anak perempuan bertubuh mungil itu bermain air keran tanpa di awasi sang mama. Gempita terus memperhatikan, benar-benar tak ada yang mengawasi perempuan mungil itu.



"Hei, kamu sendirian? Kenapa main air di sini, dingin tau." Gempita menghampiri, sedikit mencondongkan tubuh, lalu mematikan keran air. Rok yang ia kenakan terkena cipratan air, ia menatap Gempita lekat, menganalisis apa wanita di depannya ini wanita baik. Pipi tembam nya menggembung, lalu tersenyum manis menunjukkan danta kecil rapi yang putih.



"Nda cendiri, ada daddy sama opa di alem."



Gempita tersenyum gemas melihat tingkahnya, suara cempreng si perempuan mungil mengundang rasa bahagia tanpa sengaja. Mata cokelat terang, bulu mata lentik, serta hidung mancung di parasnya menambah kesan elok. Definisi sempurna ciptaan Tuhan, walau bibirnya lumayan penuh. Kenapa bentuk bibirnya mirip milik Jake?



"Ayo kita samperin daddy sama opa kamu lagi, jangan di sini. Ntar kamu kenapa-kenapa gimana?"



"Uhm nda mau, kata opa sebelum colat harus udu duyu," Jawabnya lagi. Gempita harus memproses semua kalimat yang tertutup di dalam kepalanya, sedikit paham, Gempita mengajari anak berusia kisaran empat tahun ini cara wudu di keran yang debit airnya kecil.



"Wah! Cekalang El bica wudu, maaci ya aunty udah bantuin El." Ia tersenyum senang di balik wajah yang sudah terbasuh air wudu. Baru empat tahun tapi sudah mengerti, rasanya menenangkan sekali. Pasti kedua orangtuanya bangga punya anak seperti El.




"Ayoo aunty cekalang waktunya colat acar!!"  Girangnya menarik jemari telunjuk Gempita untuk di gandeng. Mereka berjalan pelan membelah ibu-ibu yang antre di depan pintu utama. Gempita mengedarkan pandangan, Soojin tengah menunggunya di pojok ruangan besar bersekat antara laki-laki dan perempuan.



"Pit, anak siapa yang lu bawa?" Tanya Soojin membulatkan mata kaget. Gempita menggelengkan kepala, menjelaskan konklusinya saja. Katanya El bersama daddy dan opa nya akan di sini sampai magrib, baru pulang ke rumah. Dari pada hilang di tempat wudu, Gempita membawanya saja kemari. Masalah mencari daddy dan opa nya gampang, El agaknya hafal dimana keberadaan daddy dan opanya.



Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang