dingin : 05

228 45 0
                                    

Mobil ibu berhenti di depan sekolahku, setiap hari aku diantar ibu dan kadang Sunoo ikut denganku hanya untuk mengagumi betapa luasnya sekolahku. Senyumnya yang kelewat lebar menyembunyikan kepedihan yang tak seberapa besar. Sampai kapan rasa bersalahku hilang ketika melihat Sunoo seantusias itu menatap gedung sekolah.



"Aku berangkat ya, bye Sunoo."



"Bye, love you semangat belajarnya, kak." Sunoo tersenyum manis ke arahku, melambaikan kedua tangannya ke udara. Kalimat singkat dari Sunoo begitu berharga untukku setiap paginya, aku membalasnya penuh semangat juga hingga mobil ibuku pergi meninggalkan jalan di depan sekolah.



Hari baru dimulai lagi, aku berjalan memasuki gerbang sekolah. Hari ini sudah mendapatkan seragam lengkap, seragam yang menurutku sangat lucu, kesan menyeramkan sekolah sirna karena warna cerah dari seragam kami hari ini. Aku berharap hari ini berjalan dengan lancar.



Di depanku, ku lihat Jake berjalan sendirian menggendong tas hitamnya. Aku yakin dia Jake, makanya aku berani melangkah lebih cepat menyusul dan mengimbangi langkah bersamanya.



"Jake!" Sapaku tersenyum lebar, katanya senyumku sama manisnya dengan senyum Sunoo. Jiyoon tak jarang iri dengan cara ku dan Sunoo tersenyum.



"Hi! Good morning, Gempita." Jake membalas ramah.


"Pit, anterin gue ke kantin dulu mau gak?"


"Hah? Jam berapa sekarang? Eh ayo deh boleh, sekalian aku mau beli air mineral."


Selanjutnya kami belok ke kiri untuk pergi ke kantin, bel masuk masih tiga puluh menit lagi. Aku tidak keberatan jika hanya mengantarkan Jake pergi ke kantin, kecuali kalau aku akan bertemu sosok laki-laki tinggi berwajah cuek pemilik nama Sunghoon. Aku tidak bisa menahan diri, pasti kikuk serta malu sekali bertemu dengannya.



Aneh. Mana mungkin aku menyukai seorang Sunghoon Temaram Bumi. Aku baru bertemu dengannya ketika Jay dan Jake bersama di kantin, kami juga belum saling mengenal secara resmi. Mana boleh aku mengambil keputusan sepihak menyukainya.




Memasuki area kantin kami disambut dengan suara keributan yang dibuat Heeseung dan perempuan berambut panjang, perempuan itu ku lihat memegangi botol soda yang telah terpisah dari tutupnya. Entah apa masalahnya aku juga tidak tahu, yang ku lakukan hanya mengikuti Jake membeli sarapan.




Jake mengajakku pergi duduk, mendekat dengan meja Heeseung dan Soojin. Lebih tepatnya Jake mengajakku duduk bersama dengan Jay dan Sunghoon. Baru menenggelamkan ekspektasiku bertemu Sunghoon, nyatanya aku dan dia pagi ini bertemu. Mana bisa aku menahan debaran aneh di dadaku.



"Hai Pita!" Sapa Jay tersenyum lebar mempersilakanku duduk di sampingnya. Namun Jake mengambil alih kursi itu, tanpa tahu aku bermaksud duduk di sebelah Jay, menghindari duduk bersebelahan dengan Sunghoon.



"Aaaw!"



Mendadak nyeri menjalari telapak tangan, semua orang di meja mengalihkan atensinya padaku. Aku mengangkat tangan, ada kepingan tutup botol soda menancap di dekat ibu jari. Aku meringis, menahan perih. Malu karena Sunghoon bahkan mendesah sebal ketika aku berteriak mengaduh kesakitan.




"Siapa sih yang naruh tutup soda sembarangan, kan gini jadinya!" Suara Jay panik dan marah di saat yang bersamaan. Karakter Jay memang begitu, lumayan keras, tegas dan tak jarang suka ngegas.




"Gempitanya aja yang gak hati-hati, harusnya dia liat dulu di kursinya ada apa," Balas Sunghoon melirikku malas selama beberapa detik.




"Udah udah gak usah ribut, Pit ke UKS right now!" Jake mengunyah makanan dengan frustasi. Ia bangkit segera, berusaha menolongku. Aku menolak lembut dengan gelengan, sementara di sebelah—Soojin menoleh khawatir. Apa ini tutup botol dari botol soda Soojin?



"Bisa sendiri kok, aku duluan ya kalau gitu." Tanpa mau membuat Soojin merasa bersalah aku segera berlari meninggalkan area kantin, harap-harap cemas semoga ada petugas PMR yang sudah berjaga di ruangan. Mengingat bagaimana perlakuan Sunghoon padaku, nyaliku untuk menyukainya jadi semakin lenyap bagai ditelan bumi. Namun, tidak semudah itu menghilangkan perasaan suka pada seorang Sunghoon Temaram Bumi.














Duduk diselasar lobi sekolah melihat langit biru cerah yang mulai berubah jingga, angin mengelus tubuh dengan lembut, hingga burung-burung yang bermigrasi melintas santai membelah horizon ku pandangi teliti. Seakan menambah kesan indah di langit selain karena awan putih tebal bermacam bentuk.




Aku memeluk lututku yang dibalut celana olahraga, mendengarkan anak paduan suara latihan bernyanyi sepuluh meter dari posisi ku duduk. Entah apa sebabnya ibu belum menjemput, tidak ada pesan muncul dari ibu ataupun Sunoo. Aku tidak apa-apa sendirian di sini, tapi melihat bagaimana tatapan orang-orang yang lewat sontak membuatku muak. Mereka terus melayangkan tatapan kasihan padaku, memangnya aku ini kenapa?



Lupa, ada perban memutari pergelangan tanganku. Mungkin mereka kasihan karena perban ini menggulung luka yang jujur lumayan lebar bagiku. Tidak terlalu sakit jika di bandingkan suara ketus Sunghoon. Iya dia ketus, kasar, biar saja aku mengatakan hal ini supaya aku bisa menghapus rasa suka dan kagumku padanya.




Selama seharian aku memaksakan tanganku menulis, Jiyoon terus memperingati, bisa saja luka kembali terkoyak akibat aku menggerakkan jari telunjuk dan ibu jariku ketika menulis. Sampai aku menyerah, sakitnya memang sangat ngilu. Syukurnya guru memaklumi, aku diberi pinjam buku oleh Jiyoon, Soeun dan Jay.



"Gempi kok belum balik?"



Aku mendongakkan kepala, cukup tau siapa yang sering memanggilku dengan nama barusan. Ada Heeseung dengan balutan pakaian pencak silatnya, ku lihat juga teman-teman satu ekstrakurikuler Heeseung bersiap untuk pulang. Ah ternyata aku duduk di sini sudah hampir dua jam.



"Belum di jemput," Balasku ringan. Heeseung mengangkat alisnya.



"Mau bareng gue gak?"



"Eh? Makasih banyak, kayaknya bentar lagi di jemput kok."



Heeseung mengangguk, tidak mau memaksa. Ia pamit pulang duluan menenteng tasnya yang terlanjur menggembung karena ada buku-buku, baju seragam dan baju olahraga. Setelah menghilangnya Heeseung dari pandanganku, aku memutuskan untuk segera pulang. Mungkin ibu dan Sunoo sedang sibuk di rumah, aku bisa pulang naik bus atau ojek pangkalan agar tidak terlalu memakan biaya.









Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang