gelisah lain menjemput : 32

75 16 2
                                    


tolong tinggalkan vote
dan beberap komentar

terimakasih sudah membantu (. ❛ ᴗ ❛.)

selamat membaca ( ꈍᴗꈍ)














Author point of view


Entah apa yang salah, namun pikiran manusia di bumi pagi ini tak jarang diliputi resah. Jelas masih pagi untuk memulai sesuatu yang kurang berarti. Pagi yang biasa di katakan cerah, kini tersiram noda gelisah.



Gempita salah satunya, gundah tak luput sejak kemarin, hingga pagi Sabtu ini semakin menjadi. Alasan yang tak diketahui juga menjadi penyebab murungnya si pemilik senyum manis yang sama seperti senyum milik Sunoo Harsa Adikuasa.



"Kak, Sunoo harus ke sekolah sekarang. Jagain mesin cuci ya." Sunoo mengujar, sembari mondar-mandir laiknya setrika. Ia sibuk bersiap, hari ini ada acara di sekolah khusus untuk anak kelas sepuluh. Kegiatan pecinta alam, tapi semua harus ikut menanam pohon bakau di tepi pantai.



Gempita hanya berdeham, masih fokus memegang ponsel,  menggeser layarnya ke atas melihat-lihat postingan yang baginya mirip gulungan kertas muncul di beranda sosial media. Memang jadwal Sunoo mencuci minggu ini, semenjak mereka hanya tinggal berdua, semua pekerjaan rumah dibagi secara rata. Walau kadang Gempita merasa berat sebelah, akibat Sunoo terlalu sibuk di sekolah.



Andai Gempita punya banyak uang ia akan membayar keringat orang, membeli jasa orang. Pengandaian akan jadi pengandaian bila realita bertolak belakang.



Usai Sunoo pamit—mencium tangan punggung tangan kakaknya, kini terpaksa Gempita yang mengambil alih pekerjaan rumah. Menjadi kakak bukan hal yang mudah baginya, menjadi anak perempuan pertama memang tak selalu mudah seperti apa yang dikatakan orang lain yang berada di posisi yang sama. Namun dari semua itu, Gempita merasa punya tanggung jawab istimewa.



Menjaga adiknya, membuat dirinya sebagai panutan untuk adiknya, menunjukkan cara-cara kehidupan yang belum adiknya alami. Bukannya terlihat seru bila bertukar cerita dari berbagai sudut pandang? Lalu mereka akan menjadi dua manusia yang saling mengerti dan tak pelak arti.



Menikmati pagi Sabtu, selesai sarapan Gempita bergelut dengan sendok teh memasukkan sedikit gula ke cangkir yang telah di isi air panas. Melodi latif keluar dari pengeras suara ponsel Gempita, memutar daftar lagu menenangkan untuk paginya yang lumayan berantakan. Gempita masih punya menyimpan banyak harapan, jadi setidaknya ia punya segunung alasan bertahan.



Jay. Salah satunya, ia ingin sekali hidup beriringan bersama pemuda jangkung itu. Ini bukan perihal cinta pada laki-laki dan perempuan, entah apa namanya, tapi Gempita ingin membalas semua kebaikan Jay padanya. Ini bahkan lebih dari afeksi kelas tinggi, kan? Semua orang tahu Jay dan Gempita begitu akrab.



Satu jam berkutat dengan pekerjaan rumah, Gempita mengembuskan napas panjang. Mendadak ponsel di atas nakas bergetar, Gempita segera meraihnya. Ada panggilan dari Jay. Satu detik melihat pemilik kontak yang tertera di layar, senyum Gempita terangkat ke atas secara bebas.



"Halo, Jay?!" Memekik senang, Gempita tak tahu di sebrang sana Jay sedikit menjauhkan ponsel dari telinga, ia terkejut dengan pekikan si perempuan.



“Ren, buka WhatsApp deh. Jangan dibatesin datanya,” Ungkap Jay langsung pada intinya. Jadi semalam Gempita merestriksi data WhatsApp supaya tidak ada pesan masuk, supaya teman-teman tidak bisa menghubunginya malam kemarin. Entah Gempita kenapa, ia hanya ingin menyudahi harinya tanpa perlu berbasa-basi dengan orang-orang.


Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang