bertukar lagu : 14

137 30 0
                                    

"Ya ampun aku selalu lupa terus kalau nanyain Jay," Gumamku mencuci piring sehabis sarapan kami berempat. Salahkan otakku yang mempunyai memori pendek, ah sayang sekali rasa penasaranku belum terjawab. Ibu mengitari dapur mencari toples kecil berisi gula di antara toples bumbu masakan. Ayah pasti salah menaruh toples gula, biasalah.



"Nanyain apa, Ren?"




"Hah, enggak bu, bukan masalah serius kok."



Menutup keran air aku menata piring di rak, sebentar lagi aku akan berangkat ke sekolah. Sunoo masih berdiam diri di kamar, lebih tepatnya ia membereskan kamar sekaligus mendengarkan musik dari playlist di aplikasi streaming musik. Jika Sunoo iri dengan ku yang pergi ke sekolah tiap pagi, aku malah ingin seperti Sunoo. Satu tahun berhenti sekolah, waktu yang cukup untuk menyembuhkan diri kan?



"Pagi-pagi ngelamun, mikirin apa hm? Udah sana berangkat sekolah nanti kamu telat."



Aku menggendong tas di punggung, ibu belum tahu aku putus dari Sunghoon. Beliau juga tidak bertanya banyak aku berangkat ke sekolah dengan siapa. Aku memaklumi ibu yang sedang banyak pikiran, kemarin ibu mengobrol terlampau serius dengan ayah. Meski Sunghoon masih menawarkan diri secara suka rela menjemputku, aku menolaknya. Untuk apa lagi? Semua perilaku baiknya setelah kita usai hanya membuatku semakin merasa menjadi parasit, beban di hidupnya. Mana mungkin aku ikut memanfaatkan kebaikan Sunghoon.



Aku berlari menyusuri gang rumah, tetangga sontak mengerutkan kening kenapa pagi-pagi begini aku berlari memegangi tas. Aku harap masih ada waktu untuk sampai ke sekolah tepat waktu, semakin jauh napasku menemukan batas lelahnya. Jalan raya yang ramai membuatku sadar, hari makin siang. Anak-anak yang berseragam sama sepertiku memacu mesin motor berlomba dengan waktu.



"Pita!"


Aku berhenti mendengar suara tegas dan lantang dari belakang punggung. Suara deruan mesin motor menjadi sesuatu yang mendominasi indra dengar, ada Jay menyapa di ujung retina. Ia membuka helm full face berwarna merah berpadu warna hitam. Aku membinarkan cahaya di manik mata, Jay bagai harapan yang muncul di waktu sempit.



"Ayo, Pit naik. Nanti kamu kesiangan kalau jalan kaki gini." Jay menyerahkan helm hitam ke arahku, tak asing, itu helm milik Jungwon. Pasti Jay mengantar Jungwon ke sekolahnya lebih dulu. Aku menyetujui ajakan Jay.


Aku menahan diri di balik punggung Jay, beribu kali pertanyaan itu memaksa bibirku terbuka lebar. Tapi waktu seakan tak tepat, Jay sibuk mengendarai motornya. Jalanan kota kami lancar tak seperti kota besar lainnya, Jay bergulung dalam hening mengimbaskan aku juga menyibukkan diri dengan pemandangan kota pagi ini.



Aku orang paling tidak pandai dalam mencari topik dialog, mencari sesuatu yang sempurna untuk di perbincangkan merupakan hal tersulit setelah soal fungsi matematika.



Sampai di area parkir sekolah, aku melihat Soeun dan Jiyoon baru keluar dari mobil masing-masing di antar oleh supir. Aku menyerahkan helm ke Jay, berterimakasih telah memberi tumpangan gratis. Selanjutnya kami berempat pergi ke kelas bersama-sama, Jay menjadi orang paling tampan dalam barisan kami. Jelas dia satu-satunya laki-laki diantara aku, Jiyoon dan Soeun.




"Sebel gak sih lu kalau pelajaran ibu Ekonomi, terus Sejarah ngantuk banget gue dengerin penjelasannya." Jay bertutur pelan, berjalan santai di sampingku. Sementara Jiyoon dan Soeun menyimak di belakang kami.



"Iya sekali aja gue pengen bolos mapel ekonomi, pusing banget kepala gue ngitungin duit yang gak ada wujudnya," Keluh Soeun menanggapi pernyataan semi keluhan Jay, bukan hanya kami berempat yang lain juga nampak mengantuk mendengar penjelasan beliau. Bukan bosan atau apa, tapi ibu guru kami yang satu ini terlalu lembut menjelaskan materi.



Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang