48 : luka yang makin menjalar

103 15 2
                                    

"Gempita. Dari dulu dia selalu ngerebut apa yang mau gue dapetin. Enaknya manusia kaya gini tuh di apain sih biar kapok?"



Dialog itu masih saja berlanjut di tengah terik matahari pada cakrawala, di naungan rumah Jaehee, Soeun mengepalkan tangan tak suka. Si lawan bicara cuma diam, pura-pura menyibukkan diri menyunting baris paragraf laporan di laptopnya. Jaehee tidak mau membuat masalah lagi, sudah cukup, toh Heeseung sudah tidak bersama Gempita. Meski pahitnya tetap ia telan bulat-bulat sebab Heeseung bersama orang lain.



Jaehee lelah mengejar Heeseung sekarang. Apalagi saingannya bukan main-main, wes mundur, Jaehee tidak percaya diri lagi. Jaehee sengaja kuliah di Semarang supaya bisa satu universitas dengan Heeseung, sialnya dia malah terbebani dengan jurusan yang tidak seharusnya ia inginkan. Habisnya cuma program studi tersebut yang mudah di tembus. Mau pindah program studi, tapi kedua orangtuanya tak memberi izin, universitas tersebut cukup bergengsi.


"Mau ngapain lagi lu? Ngga jera dulu pernah mau di penjara gara-gara udah ngebakar rumah mbak Gempita? Pinter ngeles juga ya lu, padahal bukti yang di kumpulin mas Jay sama mas Jake udah kuat mengarah ke lu." Jaehee menarik salah satu sudut bibirnya ke atas, perempuan di depannya seperti sudah di peluk erat oleh iblis, makanya sporadis ide-ide jahatnya muncul tiap jam. Soeun tak gentar walau teman-teman Gempita orang-orang pintar memainkan strategi.



Soeun bergeming, ia memainkan sedotan stainless steel di iringi senyuman licik. Jujur ia tidak suka melihat kebahagiaan yang terpancar dari paras Gempita. Tak peduli apa konsekuensi yang ia dapat ke depannya, yang terpenting sekarang Soeun rampung menyusun rencana spesial untuk Gempita.



"Lu gue peringatin jangan jahatin mbak Gempita lagi deh, sadar kek dosa lu udah banyak," Lanjut Jaehee. Ia melihat seringai jahat di wajah Soeun langsung risau akan keadaan Gempita esok hari, bagaimanpun dia kakak perempuan dari Sunoo--- sahabat baiknya sampai sekarang.



"Siapa lu ngelarang gue? Diem deh, gue kerja sendiri pake tangan gue. Lu tenang aja gak akan ada yang pernah percaya kalau gue pelakunya."



"Sekali sampai tiga kali emang gak akan ketahuan, tapi tindakan jahat lu selanjutnya gak di guarantee sama Tuhan. Berhenti dengerin bisikan jahat dari dalam diri lu, itu bukan lu."



"Ck bawel lu tinggal diem. Gue gak akan nyeret nama lu juga. Udah ya, males gue di sini. Makasih atas sambutannya. Btw dosa lu sama Gempita juga banyak. Gue ingetin siapa tau lu udah pikun." Soeun bangkit dari kursi empuk milik keluarga Jaehee, ia pamit, muak mendengar advice dari mulut Jaehee. Rupanya gadis bersurai cokelat terang itu merotasi kelikatnya menjadi malaikat baik hati.




Jaehee menekan tombol stop di aplikasi perekam suaranya, ini bisa di jadikan bahan bukti bila Soeun melancarkan aksinya. Jaehee bimbang sendiri usai kakak kelasnya itu beranjak, benar, dulu Jaehee punya banyak salah ke Gempita. Namun lebaran tahun ini ia sudah meminta maaf, apa kata maafnya benar-benar di terima?




"Argh semoga dia cuma bercanda deh," Gumam Jaehee menutup laptopnya. Ia beranjak masuk ke dalam kamar untuk mandi, pulang dari kampus bukannya senang, Jaehee malah di buat gelisah oleh presensi tubuh ramping Soeun di beranda rumahnya. Memang dia cuma bikin pusing sejak dulu.



"Apa gue telepon Sunoo aja, tapi dia pasti langsung khawatir sama mbak Pita." Jaehee memijit pelipisnya. Ya Tuhan, akan ada apalagi ini. Jaehee mana bisa membiarkan Soeun melancarkan aksi menyimpang, tak berperikemanusiaan.



"Soeun cuma bercanda, iya pasti dia bercanda." Jaehee menyudahi asumsi buruk di kepala, semoga saja memang benar begitu. Ia malas ikut campur.


















Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang