18 : temaram

110 34 3
                                    

Melangkah di lingkari  rasa geram membuat kondisi wajahku sulit terkontrol, sapatu datar yang berwana pink dihiasi putih menginjak setiap inci aspal hitam jalan perumahan Sunghoon. Masalah kecil, tapi selalu berulang kadang sama melelahkannya dengan masalah besar yang datang satu kali dalam hidup. Alias, bisakah masalah enyah dari hidupku satu hari saja?



Baru berdamai dengan Sunoo meski belum menemukan siapa pengirim ancaman-ancaman itu, Sunghoon mengulangi masalahnya. Lekukan labirin di kepalaku sama sekali tak bisa paham bagaimana pikiran Sunghoon berjalan, aku akui dia lebih cerdas dariku. Namun sekarang, bagiku Sunghoon melakukan hal bodoh.



Mengirim foto kami sewaktu kelas sepuluh, saat kami pura-pura dengan status hubungan kami bukan hal bagus. Apalagi Sunghoon menjadi dambaan hampir semua adik kelas, siapa yang merasa terancam lagi. Pasti aku! Memang Sunghoon mau menyelamatkanku nantinya?



Aku membuka pintu pagar rumah Sunghoon sore itu, baru pulang dari rumah Jay aku langsung belok ke sini untuk meminta penjelasan. Rumah Sunghoon sepi, sepatu yang bertengger di rak menjadi salah satu pertanda penghuni rumah berada di huniannya. Mungkin mereka sedang menikmati quality time. Ragu aku menekan tombol bel rumah keluarga Sunghoon.



"Selamat sore, Bu. Sunghoon nya ada?" Tanyaku mencium punggung tangan mama Sunghoon. Ingat beliau juga guruku, walau di perbolehkan memanggil dengan embel-embel 'tante' aku tidak mau mengurangi rasa hormatku pada beliau.



"Aduh, Pit. Sunghoon  pergi ke rumah Jake, kayaknya baru sepuluh menit lalu." Mama Sunghoon menampilkan wajah tak enak sebab anaknya pergi di saat aku mencari. Mengembangkan senyum, aku mengangguk paham. Mana mungkin aku menyusulnya ke rumah Jake.



"Eum gitu, yaudah kalau Sunghoon nya gak ada, Bu. Pita langsung pamit aja." Aku mencium punggung tangan mama Sunghoon lagi. Beliau sempat menawarkan duduk sebentar, menikmati secangkir teh hangat dan memakan camilan. Dengan lembut ku tolak tawaran mengasyikkan itu, aku lebih baik pulang sekarang. Takut Sunoo menunggu rumah sendirian.



Sia-sia, percuma aku turun di gang perumahan Sunghoon. Sosok tinggi itu bahkan sedang tak menempati kediaman keluarganya, justru ia asyik pergi ke rumah Jake. Apa Sunghoon bahkan tidak pernah memikirkan apa yang akan menimpa padaku jika ia berulah sesukanya. Apa Sunghoon sengaja melakukan semua ini demi kepentingan pribadinya? Serius Sunghoon merupakan orang yang ku kagumi, orang yang pernah ku cintai tapi terus menggoreskan luka di hati.



Aku pulang dengan tangan kosong. Masalah yang ku bahas dengan Jay dan Jungwon juga belum menemukan esensi dari semua konflik yang menimpaku. Sama sekali aku tidak pernah berpikir akan ada orang usil meneror ku semacam ini. Jika ku tanyai Sunoo secara langsung, ia pasti akan marah dan menaruh curiga.



Baru keluar dari angkot, aku di kejutkan dengan tubuh tegap Sunoo yang bertengger di gapura gang. Garis wajahnya turun kebawah, sedih timbul dari paras tampannya. Aku segera menghampiri Sunoo, menanyakan kenapa sore-sore begini ia bertengger dengan daya tak berenergi seperti biasanya. Sunoo Harsa Adikuasa itu penuh semangat dan keceriaan. Hampir tiga kali aku menangkap citra diri Sunoo yang sangat berbeda.



"Ayah ngajak temen kerja perempuannya ke rumah. Terus dua temen beliau kaya ngejodohin mereka berdua, Sunoo mikirnya mereka bener-bener udah deket. Sunoo gak tahan di rumah, jadi kabur lewat pintu belakang," Tutur Sunoo menunduk dalam, rambut depan di atas alisnya jatuh menutup pandangan.



Ah. Ini yang aku khawatirkan jika ibu pergi jauh dari rumah. Aku menarik Sunoo ke dalam pelukan sejemang, menengkan hati kecilnya yang tersara bara. Aku berinisiatif membawa Sunoo duduk di kursi mini market, sebagaimana biasanya kami bersantai di sana. Aku tidak boleh menangis, aku harus menguatkan hati karena aku juga harus menguatkan Sunoo, adikku.



"Adek udah makan apa belum?" Tanyaku lagi, reaksi Sunoo spontan menanggapi pertanyaanku dengan gelengan.



"Kakak pesenin bubur di warung aja ya?"


"Enggak usah, kak. Nanti kakak ngelewatin rumah dong." Cegah Sunoo menarik lenganku. Selanjutnya, Sunoo merogoh saku celana, mengeluarkan tiga lembar uang bernilai sepuluh ribu. Aku meringis dalam diam, melihat betapa mirisnya kondisi keuangan kami berdua. Aku ikut menaruh dua lembar uang dua puluh ribu di atas meja, untuk makan di restoran cepat saji memang tidak akan cukup buat kami.



"Beli ketoprak!" Kompak kami berhasil menemukan lampu menyala di atas kepala. Aku membiarkan Sunoo membawa uangku saja, lalu ia pergi ke dua blok rumah dari sini. Setidaknya itu tak melewati rumah kami.



Selama menunggu aku melihat sisi jalan raya yang di sarati kendaraan, lampu-lampu jalan mulai menyala begitu juga lampu di mini market ini. Suara-suara kendaraan yang berpacu dengan jarum jam di pergelangan tangan kanan ku menjadi penghias indra dengar paling lekat sore ini.




Senang melamun, aku sontak membelalakkan mata melihat sosok bahu lebar berbalut kaus putih dan jaket hijau tua memasuki parkiran mini market. Seperti namanya, ia memang datang padaku saat bumi dilanda temaram. Matahari yang tenggelam membuat gulita datang, jutaan lampu di bumi menjadikan gambaran yang ku tangkap sejelas kaca yang baru di bersihkan dari debu.



Sunghoon mengarah padaku, berjalan santai secara keren. Maksudku siapa yang tak menganga ketika ada pemuda tampan yang berjalan bak model, memasukkan kedua tangan di kantung jaket, menatap lurus ke depan dengan tatapan teduh semi tajam. Aku menebalkan dinding pertahanan supaya tidak meleleh, niat awalku menemui Sunghoon adalah untuk marah-marah, meminta penjelasan.



"Sunghoon, ngapain kamu di sini?" Tanyaku sok galak.



"Mama ngasih tau aku, tadi kamu nyariin aku. Kenapa?" Sunghoon duduk bersebrangan denganku. Dua manik matanya bertemu pandang, menyapa lembut dan hangat. Aku berdeham menghilangkan gugup. Masih saja perasaan gila ini merajai hatiku. Bisa tidak berkompromi sebentar, aku mau memarahi Sunghoon Temaram Bumi untuk ke lima kalinya.



"Enggak! Sana pergi aku marah sama kamu, seenaknya upload foto pake caption sok galau bilang belum bisa move on. Bisa tolong hapus fotonya?" Aku sekalian mencibir. Namun bukan gentar, kotak tertawa Sunghoon bergetar memasuki indra dengar. Ia menggelengkan kepala tanda menolak keras permintaan.



"Masa marah pake ngomong. Itu sengaja, Pit. Biar gak ada yang ngejar-ngejar aku." Sunghoon mengukir lekuk bibirnya ke atas dalam kurun waktu singkat.



"Jahat. Dari dulu cuma kamu yang di untungin." Aku setengah sendu mengatakan hal itu, lagi dan lagi Sunghoon mampu mendobrak semua pertahanan yang ku buat selama ini. Aku mengalihkan pandangan, tidak mau melihat senyum Sunghoon.



"Makanya ayo balikan, aku siap matahin asumsi kamu yang bilang cuma aku yang di untungkan di sini. Aku siap ngebuat kamu jadi tuan putri."

















Mau tanya, baca part ini bapernya berapa persen??

Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang