samudra baru : 52

74 10 1
                                    


Hai! Aku nyicil ini dari kapan ngga tau, tiba-tiba udah tembus 1,9k words 😭😭😭 udah sebulan lebih menghelang karena sibuk diwork sebelah 😭😭😭 lagi pula aku niatnya mau up ini pas ultahnya Jay, tapi aku malah sibuk sama tugasku 🙂🙂🙂 berarti work ini udah terhitung lebih dari satu tahun, work ini yang bikin aku sesayang itu sama Jay 😭😭😭 makasih buat temen-temen yang udah mau nungguin, sow happy reading 🙆🏻‍♀️🙆🏻‍♀️🙆🏻‍♀️❤️

⚠️ Typos


Kalimat berisikan argumen terus terlontar, Namjoon tidak mau kalah dengan Jay, sementara Jay terus menuturkan hal-hal logis yang sudah lumrah terjadi di masyarakat. Ini masalah yang cukup serius, dan harus diselesaikan dalam beberapa hari saja. Tidak ada niat buruk untuk menunda, tapi sampai sekarang Jay masih bingung mau menerapkan adat Jawa atau tidak dalam resepsi pernikahannya nanti.

Undangan resepsi sudah dikirimkan ke alamat yang tertera sebanyak 250 lembar, dikhususkan untuk keluarga besar dan rekan-rekan paling dekat. Jay tidak mau mengundang terlalu banyak orang, itu juga atas usul dari ayah Gempita. Sebelum acara puncak, Jay sudah dibuat pusing dengan persiapan ini dan itu. Ada prosesi sungkeman dan siraman yang di adakan tiga hari lagi.

"Setelah nikah, baru deh kamu boleh foto-foto berduaan sama Gempita." Namjoon mengetuk-ngetuk selembar contoh undangan yang ada di meja. Mungkin semua orang pikir foto pre-wed itu hal wajib sebelum menyebarkan undangan, tapi berbeda halnya menurut Namjoon.

Jay mengembuskan napas berat, sepertinya kali ini ia harus mengikuti aturan dari Namjoon. Kisaran tiga hari lagi Jay akan pergi meninggalkan rumah ini. Mungkin sekarang terakhir kalinya Namjoon memberi saran secara tegas pada Jay sebagai putranya. Besok-besok Namjoon akan lepas tangan dengan kehidupan rumah tangga Jay.

"Sabar, papa Namjoon emang gitu." Mama Jay mengelus punggung lebar anak tunggal kesayangannya. Kalau boleh jujur, mama Jay belum rela Jay pergi dari rumah besar ini. Rasanya baru kemarin beliau pulang ke rumah, mendedikasikan diri menjadi ibu yang baik untuk Jay dengan cara berhenti bekerja, memberikan nasihat terbaik untuk Jay semasa ia masih transisi remaja ke dewasa. Sekarang waktu berjalan seperti air sungai yang mengalir deras, tidak terasa Jay akan punya keluarga kecilnya sendiri.

"Ma, doain Jay. Nambah kesini nambah deg-degan." Jay mengelus dada, ia mengembuskan napas untuk menetralkan degup jantungnya yang kadang berdetak tidak karuan bila memikirkan bagaimana kehidupan selanjutnya.

"Iya, sayang pasti mama doain kamu. Tolong jaga semuanya dengan baik ya, mama takut kamu melakukan kesalahan."

"Ya ngga maa, Jay tau mana yang bener mana yang salah kok. Udah mama tenang aja, sekarang yang deg-degan biar bagian Jay. Mama bantu doa ya semoga semuanya lancar." Jay tersenyum, ia menangkup kedua tangan mamanya dengan telapak tangan miliknya. Restu dari sang mama sangat berarti untuk Jay.

Mama Jay mengangguk, kedua sudut matanya mulai berkaca-kaca. Putra kecilnya berubah drastis menjadi laki-laki idaman kaum perempuan. Mendidik anak bukan soalan yang mudah, ada pengorbanan darah, banyaknya peluh dan keluh saat semua didikan melenceng sebagaimana mestinya. Bahkan beliau mengaku sempat menorehkan luka batin untuk Jay.

Namun, mama Jay beruntung mempunyai Namjoon sebagai suaminya. Tegas, berwibawa tapi pembawaan dan karakternya begitu damai dan tenang. Jay perlahan mengerti keadaan masing-masing kedua orangtuanya.

"Perempuan itu, Jay, susah payah dibesarkan oleh kedua orang tuanya. Bisa jadi sebagian besar mereka punya masa lalu yang buruk, jadi jangan coba-coba merusak masa depannya. Nanti mereka makin hancur," Lanjut sang mama mengelus bahu lebar Jay.

Jay menganggukkan kepala, benar memang begitu adanya. "Jay mau jagain Gempita, ma. Setulus hati Jay, sekuat Jay jagain orang-orang yang Jay sayang saat ini juga."

Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang