selembar bukti klandestin : 34

62 20 4
                                    


Hi 👋 aku punya kejutan buat kalian

Ada banyak typo di work ini, dan aku sadar
Tapi aku masih malas buat revisi Ahahaha /cri


Tinggalin jejak ya fren, love you







Selamat membaca




Rumput-rumput samping perpustakaan bekas sekolah yang meninggi di injak kuat oleh sepatu Jake, barusan ia tak sengaja mendengar penuturan-penuturan tak menyenangkan dari dua perempuan berbeda tahun lahir di depan sana. Jake berdiam diri saja, mendengarkan mereka yang berdebat tanpa mengetahui presensinya dibalik tembok usang gudang.



Soeun dan Jaeehe. Dua perempuan itu sibuk meributkan kenapa rumah Gempita bisa terbakar. Jaehee semula menuduh Soeun, karena yang ia tahu Soeun lumayan muak dengan Gempita sejak sang ayah menabrak sepupu kesayangannya, menabrak keponakan kesayangan orang tuanya hingga tewas ditempat.



"Gue gak tahu sama sekali soal kebakaran itu, bodoh. Lagian kenapa lu peduli banget sama Pita? Bukannya lu muak juga liat dia deket-deket terus sama Heeseung?! Sekarang Hyuka juga kayaknya deket, lu pasti iri, marah kan sama dia?!" Maki Soeun dipenuhi nada marah.



"Kalau bukan lu pasti ulah keluarga lu, kak! Iya kan?! Gue bukan peduli sama kak Pita sebenernya, tapi gue kasian sama Sunoo. Keluarga lu tuh kenapa sih dari kemarin-kemarin selalu bikin masalah?! Keluarga kak Monday udah. Sekarang keluarga Sunoo?!" Urat leher Jaehee kentara, ia masih ingat betapa buruknya perlakuan keluarga Soeun pada keluarga Monday yang nyatanya termasuk keluarga besar Jaehee juga.



Itu cerita lama, sebelum Jaehee paham betul apa masalah yang menimpa. Sampai ia bertumbuh, sampai ia paham definisi rumitnya masalah hidup, Jaehee setidaknya bisa menyimpulkan betapa kejamnya keluarga Soeun.




"Lu gak usah sok bawa-bawa keluarga gue! Minggir! Gue gak mau berurusan sama lu." Soeun melangkahkan kakinya lagi, menyenggol sisi bahu Jaehee kuat sampai pijakan pemudi itu hampir goyah. Mengepalkan tangan, Jaehee berteriak keras. Sadar bila ternyata ada orang yang lebih jahat dari dirinya.



Bukan tanpa sebab Jaehee bertanya, menuduh keluarga Soeun yang ada dibalik kebakaran rumah Gempita. Jaehee sudah mendengar cerita bagaimana latar belakang rumah Sunoo yang terbakar, ia pikir juga janggal. Keluarga Soeun sempat melakukan hal yang sama pada keluarga Monday. Masalah itu tidak pernah diketahui dan sulit diselesaikan, sejak semua jejak dihapus tanpa sisa.




Menerka, Jake ikut pergi dari sana. Otaknya masih berpikir leluasa sembari kakinya bergerak ke sana-kemari, lurus, belok ke kelas Jay dan Gempita. Apa ia harus ikut campur dalam masalah ini? Agak masuk akal juga bila keluarga Soeun yang ada dibalik peristiwa kebakaran rumah Gempita, kan?




Istirahat kedua hampir berakhir, hanya sisa lima belas menit lagi. Jake buru-buru, masuk ke kelas Jay permisi. Hari ini, kursi di sebelah Jiyoon nampak kosong. Itu artinya Gempita absen, memilih menenangkan diri di rumah bu Angela. Bagaimana pun peristiwa kebakaran bisa menjadi trauma hebat seseorang.




"Jake, tumben sendirian."



Hyuka menyapa lebih dulu, ia lebih awal mengetahui eksistensi Jake di ruangan ini. Otomatis, dua pemuda yang duduk sembari sibuk dengan pemikiran masing-masing itu menoleh, bukan hanya mereka sebenarnya. Hampir anak perempuan dikelas ini menoleh penasaran kenapa Jake kemari, sendirian pula. Biasanya kan bersama Sunghoon.




"Kenapa Jake, serius banget muka lu?" Heeseung bertanya. Memberi kode kecil, mempersilakan Jake duduk dikursi belakangnya yang kosong.



"Gempita gimana sekarang?"



"Ngapain nanya-nanya." Nada bingung, sekaligus sedikit marah dari Jay terdengar di udara. Ruang kelas yang lumayan sepi itu di warnai suara keras Jay. Hyuka menelan ludah susah payah, haruskah ia tahu masalah ini? Duduk bersama Heeseung, Jay saja sudah canggung ditambah ada Jake di sampingnya, makin mati atmosfer disekeliling Hyuka.



"I have a clue about the Gempita house fire incident," Ujar Jake. Air mukanya kelewat serius. Heeseung dan Jay saling melirik kaku, agak tidak percaya Jake menyatakan kalimat tersebut.



"Apa?" Keduanya bertanya di waktu yang bersamaan, mungkin hari ini tidak ada yang memihak pada penelusuran yang akan segera menemui titik akhir. Bel istirahat berbunyi nyaring menembus dinding ruangan. Jake mendengus pelan, ia ingin berbicara banyak, lebih banyak dari kalimat-kalimat yang masuk ke dalam ingatannya.


Jake pamit meninggalkan kelas, langkah kakinya yang berbalut sepatu serta celana bahan abu-abu harus dilanjutkan. Ngomong-ngomong Sunghoon hari ini tidak berangkat, katanya sedang sakit karena kemarin terlalu bersemangat bermain sepatu roda hingga tak bisa mengendalikan laju roda dikedua kakinya. Sunghoon menabrak pohon besar di dekat danau buatan sekitar lokasi wisata. Seminggu ini banyak kejadian tak terduga, Jake sampai pusing memikirkannya.











Gempita mengambil barang-barang di atas meja yang telah di selamatkan oleh tetangganya, kemarin ia belum sempat melihat benda apa saja yang terselamatkan. Katanya itu sisa dari meja ruang kerja di pojok sisi rumah,  masih bisa diselamatkan karena pemadam kebakaran yang cekatan menghentikan amukan si jago merah.


Beberapa diantaranya ada surat keluarga, ijazah seluruh anggota keluarga, sertifikat tanah dan masih banyak kertas berharga lainnya. Gempita menata rapi, ia mana mungkin tinggal di rumah ibu Angela terus menerus. Mencari kosan atau menyewa rumah menjadi opsi utama Gempita.


Hari ini ia tidak berangkat. Masih pusing dengan keadaan, sementara Sunoo terpaksa berangkat karena mendadak ada ulangan harian. Dengan baik hati Ni-ki menjemputnya, memberi beberapa makanan juga untuk Sunoo serta Gempita.


Hampir selesai menata, tiba-tiba kedua manik mata Gempita menitik beratkan fokusnya pada satu lembar kertas tebal, mirip kertas karton tipis yang ditempeli tiga foto berbeda. Pemudi itu meraihnya, memperhatikan siapa sosok yang terpotret di foto genggamannya.


"Ini Sunoo bukan sih?" Monolog Gempita. Hanya satu foto yang berhasil ia kenali, sampai jemari miliknya mengubah letak posisi lembar kertas ditangannya. Foto anak perempuan, apa ini Gempita saat kecil?


Senyum tersungging tipis di bibir Gempita, sepertinya memang ini dirinya. Dilihat dari lutut yang menunjukkan tanda lahir yang sama seperti apa yang perempuan itu miliki. Namun siapa foto bayi kecil laki-laki di bawah fotonya semasa bayinya, apa itu foto Sunoo juga?


Penasaran siapa tahu ada nama-nama dibalik kertas yang berisikan tiga foto bayi lucu, Gempita mengubah letak kertasnya. Benar, ada tulisan di sisi lain kertas. Berisi catatan tahun lahir dan siapa yang menciptakan rangkaian foto pada kertas karton ini.



"Ada namanya juga." Masih bergumam, Gempita membaca satu persatu nama yang tertera.


Arena Rinai Gempita (Arena) 15 Juli 2002
Sunoo Harsa Adikuasa (Arsha) 24 Juni 2003
Jungwon Panji Raga Benua (Ranua) 09 Februari 2005


Kertas karton manila yang hampir usang itu melesat jatuh ke lantai melewati celah jemari Gempita. Foto itu, foto milik Jungwon. Isi kepala tak bisa dipungkiri, satu menit usai mengamati setiap huruf yang tergores diatas kertas pun Gempita tahu inferensinya.


Jadi benar kata orang-orang bila Sunoo dan Jungwon memiliki fitur persona yang amat mirip. Penilaian mereka reliabel, konkret tanpa direkayasa. Gempita pikir, mungkin mereka telah lama berteman akrab makanya wajah bisa dikatakan mirip. Namun ini nyatanya, Jungwon adiknya.


"N-nggak... mungkin, gimana bisa?" Gempita menggeleng beberapa kali, ia memungut kertasnya lagi. Masih dengan napas memburu tak tentu sebab terlalu terkejut. Apa jari itu, saat pertama kali Jungwon bertamu ke rumah diajak oleh Jay, ayah dan ibu Gempita sudah tahu? Terlalu rumit bagi Gempita untuk mencerna secara halus semua ini. Lalu kenapa Jungwon ada dipanti asuhan dan seketika diangkat anak oleh papahnya Jay?

Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang