pernyataan tak nyata : 15

120 31 2
                                    


Hari ini semester baru, libur telah usai. Pendaftaran yang di lakukan sekolah beberapa bulan kebelakang menghasilkan siswa/i baru. Termasuk adikku. Sunoo begitu senang memasuki gerbang sekolah, di balut seragam putih-abunya, ia terlihat begitu dewasa di mataku. Aku tersenyum haru melihat Sunoo lolos masuk sekolah yang sama denganku. Kami di antar oleh ibu seperti biasa, mungkin ini pertama dan terkahir kalinya ibu mengantarkan Sunoo sekolah. Besok beliau mulai kerja di Brunei. Rencananya sih begitu.




"Sunoo, semangat ya!" Aku memberi kode semangat secara simbolik, mengangkat kepalan tangan di udara. Sunoo tersenyum lebar, lalu mengacungkan ibu jarinya. Selang beberapa detik, indra penglihatan kami dipaksa mencari sumber suara yang di tangkap telinga lebih dulu. Jungwon meneriaki nama Sunoo dengan keras, menembus keramaian di halaman depan sekolah.




"Hai, kak Sunoo, kak Pita!" Jungwon melebarkan senyum, wajahnya yang masih terbilang lucu tertampil jelas di retina mata. Kedua anak laki-laki yang menginjak remaja ini bertos ria di depanku, sampai suara Jay yang di dominasi nada kesal menyerbu gendang telinga.



"Ya ampun, dibilang tungguin parkir dulu malah langsung lari. Di kira mau maraton. Nanti kamu nyasar gimana?" Kesal Jay sembari mengatur napas yang tersengal.



"Kan aku nyamperin kak Pita sama kak Sunoo biar nanti bareng ke aula." Jungwon cemberut.


"Heh udahlah Jay gapapa kok. Sun, kamu bareng Jungwon terus ya. Nanti kalau ada perlu apa-apa telepon kakak aja."



"Iya, kak. Kebetulan kita satu regu mpls nih, yaudah kalo gitu kita duluan ya. Bye kak Pit, kak Jay!" Sunoo melambaikan tangan, ia segera berbalik mengajak Jungwon pergi ke ruang aula di dekat lobi sekolah.



"Ayo, Pit nyari kelas. Kita sekelas lagi kan ya?" Tanya Jay mengotak-atik sebentar ponsel kesayangan miliknya. Pengumuman pembagian kelas di bagi lewat pesan grup angkatan dua hari lalu,  di jendela serta pintu kelas juga nantinya akan ada daftar nama siswa untuk memastikan validnya data yang dibagikan di whatsapp. Siapa tahu ada perubahan mendadak seperti dulu.



Tahun pertama kami bersekolah di sini, ada banyak suka dan duka tentunya. Kelas kami dulu sering mendapat poin, karena ulah lima gelintir pemuda yang sering bolos jadi ikut mencoreng keteladanan dan kepatuhan kelas. Jake dan Sunghoon masih satu kelas, sementara aku dan Soeun harus berpisah. Aku harap kami bisa lebih baik dari tahun lalu.



Di tengah pencarian kelas, kami bertemu Heeseung yang berhenti di tengah jalan. Ia usai memastikan namanya ada di kelas ini. Seingatku Heeseung masih satu kelas dengan kami berdua. Sedikit bingung kenapa pembagian kelas kali ini begitu rancu di otakku, sebagian besar kelas diacak. Beruntungnya Heeseung, Jay dan Jiyoon masih satu kelas denganku.



"Weh bro, satu kelas lagi kita!" Heeseung menyapa karena sadar presensi Jay ada di sekitarnya. Tak lupa pemuda jangkung berparas tampan itu menyapaku dengan seulas senyum manis terukir di bibirnya. Heeseung mengajak kami masuk ke dalam kelas baru kami, hari pertama masuk sekolah akan dipenuhi jam kosong.



"Pita! Mau duduk lagi gak sama aku, sebelahku masih kosong!" Jiyoon berseru semangat, menimbulkan decak beberapa siswi yang terkejut karena teriakannya. Jiyoon langganan duduk di dekat jendela, kali ini barisan ketiga yang ia duduki.



"Jiy sekali-kali anak cowok yang duduk deket jendela koridor, melek nih gue duduk liat tembok mulu kalau bosen pelajaran." Heeseung menghampiri calon mejaku lebih dulu, memprotes Jiyoon yang selalu mengatur tempat duduk perempuan di dekat jendela. Beda halnya dengan Jay masih sibuk mencari meja yang akan ia tempati di inci lain ruangan.


Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang