29 : tanding

69 22 0
                                    

boleh tinggalin komentar apapun, asal sopan 👍👍








Kembali pada Rabu, dimana dia selalu bersamaku dengan senyum yang tak pernah kelabu. Tawanya juga masih jadi candu, tapi sayang sekali status kami hanya teman semeja saat di kantin saja. Sisanya, kami hanya bersitatap, menyapa sekejap. Ia benar aku tengah menjelaskan tentang Sunghoon Temaram Bumi. Sedikit rindu masa-masa dimana dia memaksa ku menjadi pacar palsu.


Menggeleng pelan, tanpa sadar aku mengelupas memori tentangnya. Pagi ini otakku seperti disinggahi kegilaan. Sekarang, aku sedang duduk santai di kursi tunggu. Menunggu Heeseung yang menjemput guru olahraga di kantor. Sejak tiga hari lalu aku tidak melihat presensi beliau, apa nanti guru olahraga akan benar-benar digantikan?


"Bapaknya gak ada! Masih diklat!" Informasi terpercaya datang dari mulut Heeseung.


"Ngeprank gak nih?"


"Gak lah, emang gue bawa kamera? Edan kali gue ngeprank. Skuy kita ke lapangan indoor aja, tanding. Bagi dua kelompoknya!" Heeseung menjawab. Usai menghentikan langkah sejemang di depan kelas, Heeseung beserta Jay kembali berjalan ke arah lapangan indoor. Semua anak laki-laki nampak setuju dengan ajakan Heeseung si ketua kelas.


Aku masih diam, menunggu usulan anak perempuan. S
Hingga mereka sebagian dari mereka memilih tetap berada di kelas, yang lain pergi ke kantin untuk makan. Guru piket yang bertugas mengawasi telah memberi izin pada kami, dengan catatan, asal kami tidak ada keributan besar yang tercipta.


"Mau kantin dulu, terus baru ke lapindoor." Jiyoon merangkul bahuku, oke artinya aku harus mengikuti kemana langkah kakinya pergi. Pakaian olahraga yang sudah kami kenakan agaknya sia-sia, maksudku hari ini harusnya kain baju olahraga kami terkena debu, sinar matahari dan keringat. Kalau memang bersantai, akan membuang manfaat ganti baju selama sepuluh menit lamanya.


Jiyoon membeli es teh rasa madu dan keripik singkong rasa sapi panggang, sementara aku memilih membeli air mineral saja. Jiyoon bercerita, seminggu kebelakang ia sibuk melukis dan menulis karya. Menurutku Jiyoon masuk dalam kategori anak multitalenta, seperti kebanyakan anak yang sekolah di sini. Ia pandai melukis, menulis novel dan pandai dalam bidang olahraga juga.


Sungguh, manusia itu makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna diantara makhluk bumi lainnya. Aneh saja di luaran sana masih banyak orang-orang yang tak sadar akan perihal tersebut, makanya mereka sering memberi komentar buruk pada manusia disekeliling.


"Pit, kamu tau gak sih. Yang kemarin tawuran itu salah satunya ada yang anak sini lho. Misal guru BK tau nih, bahaya banget."


"Hah iya? Kok bisa gimana ceritanya dia ikut tawuran sama anak sebelah?"


"Gak tau pasti, tapi katanya sih dia gak mau di keluarin dari circle dia pas SMP. Ini gengnya pas SMP udah complicated, dia mau keluar malah diancem. Parah banget kan, ada ya orang kaya gitu."


"Pasti dia bingung juga mau gimana," Balasku singkat. Coba bayangkan ada di posisinya. Bagai satu kaki menginjak papan rapuh, kaki yang lainnya berada dititian rimpuh.


Pintu lapangan indoor yang letaknya cukup jauh dari kelas-kelas sedikit terbuka, sebelum memasuki ruang besar itu sudah terdengar keributan yang dibuat oleh teman-temanku. Bola basket yang beradu dengan lantai, sepatu olahraga yang berdecit menjadi suara dominan di ruangan ini.


Anak cheerleader kelas sepuluh juga ada di sini, mereka siap-siap latihan di ujung area lapangan. Jiyoon mengajakku duduk di tribun paling depan, menonton Heeseung dan Jay yang bertanding melawan teman kami sendiri. Ku dengar seseorang meneriakkan namaku, itu suara yang cukup familier.


Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang