37 : masih berteman temaram

59 16 4
                                    

Sambungan telepon terputus, senyum lega muncul di paras tampan Jay sore ini. Pintanya pada sang papah akhirnya akan segera terlaksana, entah sang waktu kan mendukung janji mereka berdua atau malah merusaknya tak sengaja. Harapan papahnya bisa pulang liburan tahun ini secara kontinu Jay rapalkan.




Ngomong-ngomong, Gempita telah menceritakan apa yang ia temukan, tapi Jay belum memberitahu hal itu pada Jungwon. Takut terjadi sesuatu yang tak di inginkan. Ekspresi pertama Jay bisa dibilang sewarna seperti reaksi Gempita, terkejut, bingung bagaimana hal tersebut bisa terjadi?




Tak dipungkiri pula, Jay risau kehilangan Jungwon. Adik angkatnya begitu berarti untuknya. Sungguh, Jay sudah menganggap Jungwon adik kandungnya sendiri. Siang malam, dari umur mereka masih terbilang kanak-kanak telah bersama ; bermain bola, menata puzzle, pergi memancing, mengerjakan tugas, masuk kelas taekwondo yang sama. Akan sulit melepaskan, bayang-bayang kehilangan begitu nyata di angan Jay sore ini. Ia tidak mau mengalaminya lagi, sudah cukup Gempita saja yang hilang dari pandangannya selama beberapa tahun. Jangan Jungwon juga.




"Bang Jay kenap?" Tanya Jungwon mengulum senyum, sendok yang ia pegang melayang di udara. Jungwon tahu Jay sudah menelepon papah, tapi tiba-tiba raut wajah risau muncul lagi di wajah Jay. Kenapa?




"Nope, lagi mikirin nilai rapor aja takut jelek." Singkatnya kembali melanjutkan makan. Tanpa mau merusak suasana makan malam kali ini, Jay memilih tak memberikan informasi apapun. Bahkan pada sang mamah yang besar kemungkinan tahu masalah ini juga.




Meja di tengah restoran cepat saji yang ditempati Jay, Jake, Jungwon dan Ni-ki mendadak sepi. Mereka sibuk dengan makanan masing-masing. Sepulang dari tempat futsal Ni-ki mengoceh lapar pada kakak kelasnya itu, meski tak di temani orang tuanya dompet tipis Ni-ki mampu membeli banyak makanan di sini. Bahkan ia berjanji mentraktir Jungwon apa pun yang ia mau.




"Ntar liburan abang-abang ni pada kemana?" Tanya Ni-ki menaruh ponselnya. Barusan ia memotret gelas dingin berisi cairan soda warna cokelat yang meninggalkan bekas kulacino di atas meja. Potret yang Ni-ki ambil selalu bagus, banyak yang bilang galeri ponsel Ni-ki seperti galeri seni. Ya, mereka tidak tahu kalau ada aib-aib temannya di folder tersembunyi.




Jake otomatis memandang Jay. Meminta jawaban atas pertanyaan Ni-ki. Mereka belum merencanakan apapun, paling main futsal, pergi ke gym, atau bisa juga bermain bulu tangkis di rumah Jake. Terdengar sudah biasa bagi mereka, mau mencoba hal baru, tapi masih terselubung rasa ragu.




"Mau naik gunung."




"Hah, serius?! Gue ikut dong bang, boleh gak?" Ni-ki antusias mendengar jawaban Jay. Pemuda itu mengangguk di sertai senyum jahil yang terselip. Ada yang tidak beres, begitulah gumam Jungwon dalam benak. Pergi ke puncak saja langsung kena marah papahnya, bagaimana bisa liburan nanti mendaki gunung tinggi?




"Daki gunung apa?" Jake menimpali.




"Gatau weh. Takut gue kalau ke gunung. Tiba-tiba statusnya berubah jadi siaga, nyemburin awan panas gimana? Nggak mau ke makan wedus gembel kan? Terus kalau ilang itu kek cerita-cerita yang beredar, terus lagi jatuh pas ngedaki langsung mati gimana."




"Ish ish belum juga ngedaki udah nyimpulin hal kaya gitu. Gunung Bromo aja kuy! Gue kangen ke Bromo, bang." Saran Ni-ki mengalihkan atensi Jay. Kentara sekali kepala Jay dipenuhi rasa khawatir, tak ayal Jay merupakan orang yang suka overthinking.




"Terlalu jauh itumah, ntar capek di jalan duluan. Mending ke Dieng, katanya Bukit Sikunir sunrise nya kece bett." Kali ini Jungwon menimpali dengan semangat. Jake yang tidak tahu menahu soal tempat wisata selain di Jawa Barat hanya bisa menyimak, meski memang ia sering mendengar teman-teman nya yang lain membicarakan tempat wisata yang menantang di seluruh Indonesia.




Jay mengangguk kecil. Dialog mereka makin panjang dan serius, Ni-ki agaknya mendapat gelar petualang dan pendaki sejati. Ia sering ikut teman satu kompleknya pergi mendaki, ia juga sering di ajak kakeknya memancing di berbagi tempat wisata. Memori kamera yang ia pakai sejak mulai suka memotret hampir penuh dengan citra dari banyaknya tempat yang ia kunjungi.



Jika Ni-ki lebih sering mengelilingi Indonesia, beda halnya dengan Jake yang lebih suka pergi ke luar negara. Kaki mereka pernah menginjak berbagai tempat seru, tidak mau membandingkan diri, Jay cuma bisa diam—mendengarkan seksama saran-saran dari Jake dan Ni-ki—menopang dagu sesekali. Ia bukan iri dengan Jake atau pun Ni-ki. Serius.



Mungkin esok Jay akan merasakan apa namanya liburan seru bersama keluarganya secara lengkap. Bukan hanya konsep liburan menyenangkan bersama teman dan adiknya. Detik demi detik berlanjut, Jungwon serta Ni-ki sampai mencari tempat wisata pada salah satu situs web yang mereka percaya. Hingga tak sadar horizon di luar sana berubah menjadi hitam pekat, di sanding bulan yang bersinar pudar.



"Mau ke Dieng pokoknya! Hawanya enak, dingin gimana gitu." Ni-ki sepertinya berhasil membujuk Jake dan Jungwon. Jay mengangguk setuju saja, nanti bisa dibicarakan lagi ia ikut atau tidak. Jungwon juga sama, mereka berdua harus mengantongi izin bila ingin berlibur ke luar daerah apalagi ketika hanya bersama temannya.












Di sisi lain pijakan mayapada, sebelum matahari tenggelam sempurna. Ada tiga insan yang duduk di dermaga pantai. Ponsel milik Gempita masih sempat menangkap alam senja yang indah di ujung cakrawala. Ia kemari bersama dengan Sunghoon dan Sunoo. Gempita tipikal pemudi yang tak tega membiarkan adiknya sendirian di rumah, sedangkan dirinya bersenang-senang. Makanya Sunoo sempat menjadi saksi antara serasinya Sunghoon dan Gempita di depan latar langit lembayung sore ini.




"Sunoo sama Sunghoon mau foto nggak?!" Gempita berteriak ringan, suaranya berusaha menandingi angin malam yang terlalu rajin sampai datang terlalu buru-buru mengusir angin hangat senja. Kedua pemuda itu melirik, Sunghoon setuju saja, ia juga telah akrab dengan adik dari mantan kekasih artifisialnya.




Mengabadikan foto menggunakan ponsel, Gempita tersenyum kecil mendapati Sunoo yang tersenyum lebar di sebelah Sunghoon. Mereka saling merangkul, rambut yang diterpa angin kadang membuat keduanya mengerjapkan kedua kelopak mata. Begitu menggemaskan, mengundang gelak tawa bahagia di dasar hati Gempita.



Entahlah Sunghoon kerasukan apa sampai mau mengajak Gempita kemari, pemudi itu tahu betul Sunghoon masih menyimpan rasa padanya, meski sedikit. Namun jujur itu menganggu Gempita. Sebab pemudi bersurai hitam itu bingung harus apa, membalas atau mengabaikan? Kalau dulu ia menaruh harapan, sekarang sudah tak tersisa apa-apa. Gempita merasa memang mereka berdua tidak cocok sama sekali.




Today sunset seem more beautiful, isn't it? Tercetak jelas bagaimana pahatan raut wajah Sunghoon, senang bercampur sendu di kala yang sama beradu membuat mimik membingungkan di nilai pandang Gempita. Saat mengatakan hal tersebut, pemuda itu menelusupkan makna tersirat yang begitu mendalam. Gempita tidak sebodoh itu, katanya kalau ada orang yang bilang frasa semacam itu, artinya orang tersebut masih mencintai mantan kekasihnya, tapi ia merelakan nya secara diam-diam.



"Ayo wefie!" Sunoo berlari menghampiri Gempita, menarik pergelangan tangan kakak perempuannya lembut. Lumayan untuk menambah jumlah foto pada album kan. Mengatur posisi, Sunghoon yang memegang kamera merasa gambar yang mereka ambil tidak benar. Tak elak mendapat protes dari Gempita karena tangan Sunghoon mendadak tremor.




"Aren di tengah deh, Sunoo di samping agak belakang." Sunghoon menyarankan, keduanya mengatur ulang posisi. Paras ketiganya di timpa sinar hangat oranye dari tepi langit, pasang kaki yang berpijak pada bentala menyapa ramah pasir putih pantai. Mungkin ini momentum riang yang akan jarang terjadi di masa depan. Ya, predestinasi siapa yang tahu. Mereka mencoba menikmati masa ini.




"Kalian seneng hari ini?" Tanya Sunghoon melirik Sunoo dan Gempita bergantian. Kakak-beradik itu impulsif mengangguk, kompak, seperti punya ikatan batin yang kuat. Pemuda bernama lengkap Sunghoon Temaram Bumi itu lekas mengembangkan senyumnya, merasa dirinya telah berhasil mengusir ribuan luka yang hinggap pada diri Gempita karena ulahnya dulu. Tak seberapa memang yang Sunghoon lakukan, tapi ia harap Gempita tak menyimpan luka yang sengaja atau tak sengaja Sunghoon goreskan.










Agak ga pede buat work ini
Tapi yasudah lanjut sj karena ak
terlanjur bucin :"")

Dekap ; JayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang