Bab 8 - Jangan Pergi

2.1K 244 10
                                    

Lyn tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Tiba-tiba saja jantungnya berdegup kencang sesaat setelah Malvin membisikkan kalimat tidak jelas itu padanya.

"Jika kamu dalam masalah, tolong katakan padaku. Agar aku tahu bagaimana cara untuk membantu mu,"

Kalimat itu kembali berdengung di telinganya, dan terdengar seperti omong kosong sekarang. Anehnya, kalimat yang ia anggap seperti omong kosong itu malah mampu membuat hatinya bergetar tidak beraturan seperti ini.

Sadarkan dirimu, Lyn!

Lyn melepas pelukan Malvin dan segera bangkit dari pangkuan anak itu.

"Jangan bertingkah kurang ajar Malvin! Ingat, aku ini gurumu! Kamu tidak sepatutnya berperilaku seperti itu kepada gurumu!"

"Kita sedang tidak berada di sekolah. Di sini, Ibu bukanlah guruku," ucap Malvin santai.

Lyn tidak bisa berkata-kata. Dia ingin marah tapi dia kehabisan kalimat untuk membalas ucapan Malvin.

Malvin tiba-tiba bangkit dari duduknya. Dia berdiri dengan jarak yang cukup dekat dengan Lyn. Malvin menghela napas, dia menatap Lyn dengan tatapan sendu.

"Aku serius saat mengatakan kalau aku menyukai Bu Lyn. Aku serius dengan perasaanku. Aku sendiri tidak mengerti kenapa aku bisa jatuh cinta dengan guruku sendiri. Tapi, apakah dosa jika kita jatuh cinta kepada perempuan yang lebih tua dan kebetulan perempuan itu adalah guru di sekolah kita?"

Lagi, Lyn terdiam. Dia bisa melihat mata Malvin yang berkaca-kaca.

"Ibu tidak bisa menjawabnya, kan?" ujar Malvin. Anak itu mengambil kunci motor dan ponsel miliknya yang berada di atas meja.

"Ahk, kenapa aku harus memiliki perasaan ini sih?" gumam Malvin pelan pada dirinya sendiri. Tapi, Lyn masih bisa mendengarnya.

Malvin kembali menghadap Lyn yang masih bersikap dingin.

"Sebaiknya aku memang harus pergi. Kalau dipikir lagi, memang tidak baik berada di dalam apartemen seorang gadis hanya berdua seperti ini."

Malvin hendak melangkah menuju pintu keluar. Tapi tidak jadi karena mengingat pakaiannya masih tertinggal di kamar mandi.

"Maaf, aku harus kembali ke kamar mandi. Pakaianku yang tadi masih ada di sana. Dan untuk pakaian yang aku pakai ini, aku akan mengembalikannya nanti," ucap Malvin. Lyn tidak menggubrisnya.

Malvin berjalan menuju kamar mandi. Setibanya di sana dia tidak langsung mengambil pakaian miliknya yang sudah terbungkus rapi di dalam kantong plastik. Malvin berdiam diri beberapa saat di depan cermin wastafel.

"Aku yakin ada sesuatu. Perubahan sikap Bu Lyn itu terlalu cepat," monolog Malvin. Otaknya tidak bisa berhenti memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada gurunya itu. Awalnya Bu Lyn santai-santai saja dengan keberadaan dirinya, bahkan Bu Lyn sendiri yang meminta agar dia pulang setelah hujan reda saja. Tapi, kenapa setelah panggilan itu masuk ke ponsel Bu Lyn sikap gurunya itu berubah drastis. Ada sorot takut dan kecemasan yang tergambar dalam raut wajah Lyn setelah panggilan itu datang.

Malvin menyalakan keran wastafel kemudian mencuci wajahnya.

"Pasti ada sesuatu dengan panggilan itu. Tapi, apa?"

Malvin masih sibuk dengan berbagai hipotesis di kepalanya. Tanpa di duga sebelumnya, penerangan di dalam kamar mandi itu mati. Disusul dengan Lyn yang berteriak.

Malvin menyalakan senter di ponsel kemudian bergegas menuju ruang tengah tempat Lyn berada. Ternyata bukan hanya di kamar mandi saja. Tapi, semua penerangan di dalam apartemen itu juga mati.

Killer, Lover! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang