Bab 51 - Menyerah?

649 78 6
                                    

Saat tiba di tempat Malvin dan Jovas, Lyn dan Anhar dikejutkan dengan situasi yang terjadi. Di mana, Malvin sedang bertarung dengan seseorang. Dan orang yang sedang bertarung dengan Malvin itu tak lain adalah Edwards. Mereka saling memukul satu sama lain. Meski pukulan Malvin sering meleset dan justru ia menjadi bulan-bulanan Edwards, namun anak itu cukup tangguh untuk bertahan hingga sejauh ini dengan kondisi tubuh lemah yang ia miliki.

"BADJINGAN!!!" Anhar yang kepalang emosi, mengangkat guci kecil yang terletak di atas nakas dan menghantam tepat di kepala Edwards.

Edwards yang awalnya hendak menginjak dada Malvin yang sudah terkulai lemah di lantai langsung bergerak mundur sembari menyentuh kepala bekas hantaman Anhar.

"MAMPUS LO! Cuihhh," decih Anhar sembari meludah di dekat kaki Edwards dan nyaris mengenai kaki pria itu.

Edwards yang sedikit sempoyongan melihat tangannya sudah berlumuran darah  yang berasal dari kepalanya. Pria itu menatap Anhar kejam, tidak terima dengan apa yang telah Anhar lakukan pada kepalanya.

Baiklah! Tinggalkan dulu Malvin. Sekarang, target utamanya adalah Anhar.

Dengan senyum miring dan kekehan kecil, Edwards berjalan lurus ke arah Anhar. 

"MAJU LO SINI BNGST! GUE ENGGAK TAKUT SAMA LO!" teriak Anhar yang sudah siap dengan apapun tindakan Edwards selanjutnya.

BUGH!
Satu tendangan lurus dari Anhar berhasil mengenai dada Edwards sehingga anak itu terpukul mundur beberapa langkah.

Namun, tendangan itu sepertinya tidak berpengaruh pada Edwards. Pria itu terus maju, tanpa melihat sekeliling lain, Edwards hanya memfokuskan dirinya pada Anhar.

Saat Edwards semakin dekat padanya, Anhar melayangkan satu pukulan ke arah wajah pria itu, namun, Edwards berhasil menghindarinya.

"Cukup bermain-mainnya kawan," seringai Edwards. Diam-diam, dia mengambil sebilah pisau dari balik bajunya kemudian dengan cepat langsung menancapkan pisau itu ke perut Anhar.

Lyn histeris. Anhar yang tidak siap harus menerima kenyataan bahwa pisau milik Edwards kini telah menancap di perutnya. Sinar mata Edwards terlihat puas melihat sinar kesakitan di mata Anhar. Telinganya juga dimanjakan oleh jerit kesakitan milik Anhar.

"Rasakan sensasinya, kawan," gumam Edwards nyaris berbisik. Pria itu kembali mencabut pisau itu dari perut Anhar setelah melakukan sedikit pergerakan di dalam sana kemudian membiarkan teman sekelasnya itu merintih kesakitan sembari meraung-raung di lantai.

"Itu akibatnya jika mencampuri urusanku," lanjut Edwards masih dengan seringai iblisnya.

Lyn hendak menghampiri Anhar untuk memeriksa keadaanya, namun langsung berhenti ketika Edwards menatapnya.

"Dan kekacauan ini adalah sepenuhnya salahmu LYN!" ucap Edwards nyaring ke arah Lyn.

Lyn terkejut. Seluruh tubuhnya bergetar hebat karena takut.

"Kenapa menjadi salahku?" gumam Lyn pelan nyaris tidak terdengar. Namun, Edwards mendengarnya.

"Salahmu. Andai saja kau tidak datang dalam hidupku dan memberi harapan palsu padaku, ini semua tidak akan terjadi!"

Lyn terdiam. Bukan keinginannya untuk masuk ke dalam kehidupan Edwards. Keadaan yang dulu memaksanya masuk ke dalam kehidupan anak itu.

"Kau berkata tidak akan meninggalkanku! Tapi, apa? Setelah apa yang sudah aku lakukan, bahkan aku pun sudah melenyapkan penghalang di antara kita. Tapi KAU TETAP BERNIAT PERGI DARIKU! KAU PERGI DARIKU LYN! KAU PERGI!" Air mata Edwards merembes keluar. Anak itu menangis sesenggukan di hadapan Lyn dan juga di hadapan Anhar, juga Malvin yang sedang sekarat. "Padahal, saat itu aku berpikir bahwa kau adalah orang baik yang dikirimkan Tuhan untuk selalu menemaniku. Ternyata aku salah, kau sama saja dengan semua orang-orang brengsek di hidupku." Usai mengatakan itu, senyum Edwards kembali hadir. "Tapi, tidak masalah. Seperti sebelum-sebelumnya, aku selalu berhasil menghilangkan orang-orang brengsek di hidupku dari dunia ini. Jadi kali ini pun akan tetap sama. Kau sudah membuktikan bahwa kau sama dengan mereka. Meski aku masih menaruh perasaan cinta padamu, namun aku harus tetap menghilangkanmu dari dunia ini juga. Kau sama seperti mereka, Lyn! Kau SAMA!" teriak Edwards lalu menghambur ke hadapan Lyn dan langsung mencekik gadis itu kuat. Lyn menjerit tertahan. Dia berusaha melepaskan cekikan Edwards dari lehernya tetapi sia-sia.

Anhar yang merasa masih mampu untuk menyelamatkan Lyn mengeluarkan gunting yang tadi ia temukan. Mengabaikan rasa sakit dan darah yang terus mengalir dari perutnya, Anhar bergerak pasti menuju Edwards.

Namun, pergerakannya diketahui Edwards, dengan gerakan cepat, Edwards melempar pisau di tangannya ke arah Anhar dan tepat menancap di betis kanan pria itu.

Lagi, Anhar melolong kesakitan. Dia ingin menarik pisau itu dari betisnya namun tidak kuat dengan rasa sakit yang ditimbulkan.

Malvin ingin menolong temannya itu, namun apa daya, dia sendiri tidak bisa bergerak setelah dihajar habisan-habisan oleh Edwards, tubuhnya mati rasa. Sementara Jovas masih pingsan akibat tragedi yang merusak telinganya.

"Bu Lyn," gumam Malvin lirih tidak tega melihat Lyn yang sepertinya akan kehabisan napas. BRENGSEK! BRENGSEK! BRENGSEK! Apa sebenarnya guna dirinya jika untuk melindungi teman-teman dan gadis yang ia sukai saja tidak bisa?

Lyn sudah pasrah dengan hidupnya. Satu-satunya hal yang ia sesali dalam hidupnya yang sia-sia ini adalah, tidak sempat berpamitan pada Zayn, adiknya.

Cekikan Edwards pada leher Lyn semakin erat. Lyn semakin kesulitan bernapas. Kaki gadis itu menggeliat-liat tidak tentu arah.

Penerangan tiba-tiba menyala. Dan beberapa detik kemudian ...

DOR!

"AUWH!" ringis Edwards. Satu buah peluru tiba-tiba meluncur menggores lengannya dan berakhir menancap di dinding. Refleks, cekikannya pada leher Lyn pun terlepas.

Lyn langsung terbatuk hebat dan langsung meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Sementara Edwards, dia langsung mencari sumber dari peluru itu berasal. Edwards sempat terkejut, namun langsung  tersenyum miring setelah melihat siapa orang yang baru saja bergabung dengan mereka.

"Lepaskan mereka semua! Atau ... ibumu akan mati saat ini juga!" ancam Mr. Liem kepada Edwards.

Melihat kedatangan Liem, Anhar sedikit lega. Akhirnya yang mereka tunggu-tunggu datang juga.

Edwards menatap sekilas ibunya yang berada dalam rengkuhan Mr. Liem. Ternyata kondisi ibunya tidak separah yang ia perkirakan. Hanya dirantai di bagian tangan dan kaki. Jika saja tidak ada ujung pistol Liem yang menempel di dahi ibunya, tidak ada yang perlu ia khawatirkan. Dia hanya perlu menerkam pria tua itu saja dan langsung melumpuhkannya. Namun, melihat pistol yang siap meledak di kepala ibunya, Edwards tidak bisa bertingkah gegabah.

"Menyerahlah! Maka, kau dan ibumu akan aman," ucap Liem yang masih berkompromi dengan Edwards.

"Kenapa aku harus menyerah saat aku sudah tahu siapa yang akan menang?" jawab Edwards angkuh. Dia bersikap seolah tidak peduli pada ibunya, mencoba mengulur waktu sampai ia menemukan celah untuk melumpuhkan Liem tanpa harus mempertaruhkan nyawa ibunya.

"Ayolah, Nak. Tidak perlu bersikap sombong lagi. Tidak lama lagi, timku akan sampai dan mengepung tempat ini."

"Timmu? Apa yang kau maksud adalah orang-orang dari agency agent payah tempatmu berasal?" tanya Edwards dengan nada merendahkan. "Bukankah mereka ilegal di negara ini?" Edwards tetap fokus mencari titik lemah Liem. Dan Liem tidak bodoh, dia tahu apa yang sebenarnya Edwards pikirkan coba lakukan terhadap dirinya.

Liem tertanya kecil mendengar ucapan Edwards. Ternyata anak ini sudah tahu siapa aku sebenarnya? Hmmm... cukup pintar, batin pria itu cukup takjub.

"Dengan uang, apa yang tidak bisa kau beli sayang?" jawab Liem angkuh sembari menggesek-gesek mulut pistol itu di leher ibunya.

"Sialan!" gumam Edwards tidak tahan melihat apa yang Liem lakukan pada ibunya. Dia berniat menyerang Liem namun tidak jadi karena pria tua itu bersiap dengan pelatuknya.

"Brengsek! Inikah balasan kalian atas pengabdian ibuku selama bertahun-tahun pada perusahan kalian? Tanpa ibuku dan penelitian-penelitian hebatnya, apa kau berpikir perusahaan kotor kalian itu akan semaju dan sebesar sekarang!?" Amarah Edwards memuncak.

"Tenang sayang. Tidak perlu kecewa. Bukankah memang seperti ini cara kerja dunia? Kau akan dibuang saat tidak lagi dibutuhkan." Liem menyeringai. "Dunia memang kejam. Kau harus terbiasa, Nak. Jadi, lebih baik kau menyerah agar tidak semakin banyak yang terluka."

🍁

SEE U DI NEXT CHAPTER!!!
JAN LUPA LIKE DAN COMENT AGAR AKU SEMAKIN SEMANGAT BUAT MENYELESAIKAN CERITA INI!!!
TERIMAKASIHHHH!!!!!

Killer, Lover! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang