Bab 49 - Jangan Terpisah

471 76 2
                                    

WARNING!!! 18++ 

🍁

Setelah mencoba membuka pintu yang berujung sia-sia, Reiki melangkah hendak menuju ke tempat Malvin berada. Namun, dua langkah lagi dia mencapai tempat temannya itu, seseorang dari arah samping membekap mulutnya dan menarik dirinya cepat menjauh dari jangkauan teman-temannya. Reiki bereaksi melawan. Namun cengkeraman orang itu begitu erat mencengkeram tubuhnya membuat dirinya sulit bergerak apalagi melawan.

Orang itu menjejalkan segumpal kain ke dalam mulut Reiki sehingga pria itu kesulitan mengeluarkan suara. Lalu mendorong tubuh Reiki kuat ke sudut ruangan gelap sehingga tubuh pria itu membentur dinding. Orang misterius itu mendekatinya lagi, mengunci tubuhnya kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jaket. Reiki tidak tahu pasti benda apa yang coba orang itu keluarkan dari dalam sakunya karena pencahayaan yang sangat minim, nyaris tidak ada. Hanya saja benda itu mengeluarkan suara gemerisik khas plastik.

Tidak lama kemudian, Reiki merasakan sesuatu yang dingin menyentuh lehernya. Benda ini terasa seperti ... TALI!? 

Reiki memelototkan matanya. Kenapa? Kenapa ada tali yang ditempelkan di lehernya? Jangan bilang kalau ...

Belum sempat Reiki menuntaskan pikirannya, benda yang terasa seperti tali rafia itu sudah melilit di sekeliling lehernya. 

Mata Reiki semakin melotot. Pria itu ingin berteriak kuat, namun suaranya dihalangi oleh kain yang memenuhi mulutnya. Tali itu perlahan semakin terasa ketat di lehernya. Semakin ketat ... ketat ... dan ketat saja. Hingga berada di titik Reiki merasakan rasa sakit yang luar biasa yang menekan lehernya hingga pria itu kesulitan bernapas. 

Reiki hendak meraih tali yang menjerat lehernya, menggapainya untuk segera melepaskannya. Namun orang misterius ini begitu hebat. Dia sangat kuat. Reiki tidak bisa berkutit sedikit pun.

Saat tali itu menekan lehernya semakin kuat dan semakin kuat, Reiki merasa seluruh bagian kepalanya terasa amat sakit. Seluruh aliran darahnya seakan berhenti di leher. Kepalanya seperti ingin meledak. Dengan kaki yang tidak berhenti menggeliat, pandangan Reiki semakin lama semakin mengabur. Hingga ... dia tidak merasakan apapun lagi selain detak jantungnya yang semakin melemah.

"Selamat tinggal, teman sekelas," bisik orang itu di telinga Reiki sebelum benar-benar menekan habis tali itu di lehernya.

Di detik-detik terakhir hidupnya, Reiki yakin bahwa suara yang ia dengar itu tidak lain adalah suara si Badjingan Edwards.

🍁

"Sial! Semua jendela memakai jejuri. Gimana kita bisa keluar?" Jovas menggerutu kesal ke arah teman-temannya setelah memeriksa jendela-jendela.

TING!

Sebuah pesan masuk di ponsel Anhar. "Guys, Reiki barusan nge-chat. Dia bilang dia di toilet belakang. Tadi enggak sempat bilang karena udah kebelet banget. Dan sekarang dia minta gue ke sana karena pintu toilet tiba-tiba enggak bisa dibuka."

"Seriously? Sejak kapan Reiki yang penakut tiba-tiba berani ke toilet sendirian apalagi dalam keadaan gelap begini?" ujar Jovas kurang yakin.

"Memang aneh. Tapi, itu yang dia tulis." Anhar memperlihatkan roomchat nya dengan Reiki. "Dia ketakutan setengah mati sekarang," lanjut Anhar setelah mendapat pesan lanjutan dari Reiki.

"Anak-anak," Lyn membuka suara. Semua perhatian kini tertuju padanya. "Ini aneh. Benar-benar aneh. Terlebih, ini di rumah Edwards. Semua kemungkinan buruk yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya bisa saja terjadi. Saya tidak yakin kalau pengirim pesan itu benar-benar Reiki."

"Ma ... Maksud Bu Lyn, bisa saja kalau ... kalau ...," Anhar tidak berani melanjutkan kalimatnya karena takut apa yang ia pikirkan menjadi kenyataan. Tapi, semua orang mengerti apa yang Anhar maksud.

Lyn mengangguk. "Bisa saja, dia sudah ada di sini," gumam Lyn pelan.

Hening beberapa saat di antara mereka. Hanya mengandalkan pencahayaan dari dua ponsel, semua saling memandang dan larut dengan pikiran masing-masing.

"Enggak mungkin! Enggak mungkin! Kami sudah pastikan dia pergi ke tempat yang jauh. Enggak mungkin kembali secepat itu," sela Jovas. Dia tidak setuju dengan pendapat Lyn karena takut hal itulah yang akan terjadi.

"Begini saja, coba pakai telepon suara, kalau dia ngangkat telepon dan itu benar-benar Reiki, kita sama-sama ke sana jemput dia," usul Malvin yang lemah di dalam rangkulan Anhar dan Lyn.

Semua mengangguk. Anhar mencoba menghubungi nomor Reiki melalui panggilan suara.

Berdering!

Satu detik ...

Dua detik ...

Tiga detik ...

"Sial! Ponsel gue mati," gerutu Anhar frustrasi.

"Kok bisa tiba-tiba mati???" tanya Jovas tak habis pikir.

"Ini gara-gara gue nge-charge tapi sambungan listriknya lupa gue nyalain," jelas Anhar mengacak-acak rambut, lelah.

"Ya udah, pake hp gue," ucap Jovas mencoba bersabar. Ya mau bagaimana lagi. Kini hanya ponselnya satu-satunya harapan dan tumpuan cahaya untuk mereka semua.

Memanggil!

Status panggilan pada Reiki adalah memanggil.

"Kenapa tuh anak jadi tiba-tiba enggak aktif?" Emosi Jovas sudah mulai naik. "Sial! Gue enggak tahan lagi! Kayaknya memang ada yang enggak beres deh! Kita harus nyari Reiki sekarang."

Semua mulai gelisah dan tidak tenang. Pikiran-pikiran negatif satu persatu mulai memenuhi kepala mereka.

"Oke. Gue setuju kita nyari dia. Tapi, jangan ada yang misah. Oke?" saran Anhar.

"Saya setuju. Rumah ini enggak terlalu besar. Kita bisa nyari sama-sama," ujar Lyn.

"Sorry ya, bro, gara-gara gue kalian jadi kesusahan kayak gini," ucap Malvin penuh sesal dan rasa bersalah.

Jovas menepuk pundak Malvin pelan. "Bukan salah Lo kok. Lagian Lo itu udah lebih dari saudara buat kita. Jadi, udah kewajiban kita semua buat nolongin Lo. Dan, kalau ada yang harus minta maaf, itu adalah Edwards. Karena badjingan itu yang menyebabkan semua ini."

"Aduh ... Gue terharu banget. Ini kayak bukan Lo, nyet," ucap Malvin seakan mengejek padahal sudah menitikkan satu tetes air mata yang ia sembunyikan.

"Tai Lo! Orang serius juga," balas Jovas hampir mendamprat wajah Malvin. Untungnya Malvin menghindar.

"Udah. Udah. Ayo cari Reiki. Kita mulai dari toilet belakang. Dan buat jaga-jaga, hubungi Mr. Liem. Kasih tahu keadaan kita, dan minta bantuan yang bisa datang secepatnya," titah Anhar yang langsung diangguki Jovas.

"Ingat semuanya. Jangan ada yang terpisah," peringat Lyn lagi.

🍁

Killer, Lover! [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang