Gadis itu melangkah perlahan di halaman yang luas. Sedikit lagi ia tiba di pintu utama, sesuatu dari jendela lantai dua menarik perhatiannya. Ada seorang wanita yang sedang menatap dirinya dari jendela kaca itu. Seseorang yang sangat familiar.
"Itu seperti ... Bu Lyn!?" gumam Airin memperjelas penglihatannya.
Meow!
"ASTAGANAGA!" ucap Airin terkejut dengan keberadaan kucing yang tiba-tiba mengelus-elus kakinya.
"Kucing!" jerit gadis itu gemas. "Ngapain di situ sih!? Lo sengaja ya buat gue biar kena serangan jantung?" omelnya pada kucing yang masih setia berdiri di dekat kakinya.
"Hushhh! Hushhh! Hushhh! Sana pergi jauh-jauh," ujar Airin memaksa kucing itu pergi sembari mengibas-ibaskan tangannya ke arah kucing orange itu.
Akhirnya, setelah beberapa saat bergelut, kucing orange itu pergi juga dari hadapannya. Airin menghembuskan napas dari mulut ke atas hingga membuat poninya sedikit terangkat.
"Capek deh," gumam gadis itu dan menengok ke arah jendela tadi. Namun, tidak ada siapapun lagi di sana.
Aneh. Jelas-jelas tadi dia melihat seorang wanita di sana. Atau dia tadi salah lihat?
Airin mencoba berpikir sejenak. Setelah beberapa saat berlalu, dan dia belum menemukan jawaban atas apa yang ia pikirkan, gadis itu memilih menyerah.
"Ah, bodo amat deh!" gumamnya kemudian kembali berbalik menuju pintu utama. Mungkin yang tadi itu dia benar-benar salah lihat. Atau mungkin wanita yang ia lihat barusan adalah ibu Edwards.
Mengabaikan kejadian tadi, gadis itu menekan bel rumah dengan semangat. Dia sudah bersiap dengan senyuman lebar di bibir untuk siapapun yang akan membukakan pintu itu untuknya. Satu menit ... Dua menit ... Tiga menit ... Belum ada yang membukakan pintu untuknya. Airin tidak menyerah. Gadis itu terus menekan bel. Dia yakin ada seseorang di dalam. Lagi pula ada motor Edwards yang terparkir di halaman. Jadi, kemungkinan besar ada cowok itu di dalam rumah.
Saat Airin hendak menekan bel lagi, tiba-tiba saja pintu itu terbuka, dan sosok ibu Edwards muncul dari sana.
"Sore tante," sapa Airin ramah dengan senyuman termanisnya.
"Sore," jawab ibu Edwards datar. Tidak ada sedikit pun senyuman yang terlukis di bibir wanita paruh baya itu.
"Hmm... Edwardsnya ada, tante?"
Ibu Edwards menatap wajah Airin beberapa saat sebelum menjawab. "Ada."
Melihat respon ibu Edwards yang dingin sempat membuat Airin ragu. Namun, dia sudah sampai di sini. Dia pantang pulang sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan.
"Begini tante, tadi saya sudah bilang sama Edwards. Saya datang ke sini untuk mencari kalung saya yang sepertinya jatuh di sini semalam."
"Benarkah?" tanya ibu Edwards kurang yakin. Dia menatap Airin dengan tatapan manipulatif.
Airin mengangguk. "Benar, tante. Hehe..." Airin sedikit tertawa di akhir kalimat berniat untuk mencairkan suasana.
"Baiklah. Kalau begitu, silahkan masuk. Saya akan memanggil anak saya." Ibu Edwards membuka pintu semakin lebar dan mempersilahkan Airin masuk.
"Terima kasih, tante," ucap Airin.
Gadis itu kemudian duduk di ruang tamu. Dia meletakkan kantong-kantong bawaannya di atas meja. Airin menatap ibu Edwards yang menaiki tangga dengan perasaan aneh, katanya dia akan memanggil Edwards untuk Airin.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya ibu Edwards kembali muncul dengan Edwards yang berjalan di belakangnya.
Refleks, Airin berdiri. Dia melambaikan tangan pada Edwards sembari melempar senyuman terhangat pada cowok itu. "Halo, Edwards," sapa Airin antusias.
![](https://img.wattpad.com/cover/260229322-288-k287116.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Killer, Lover! [TAMAT]
General FictionSMA SANJAYA kedatangan siswa baru dari Amerika. Dia bernama Edwards Robertson. Dia baik, tampan, dan pintar. Hanya saja dia sedikit tertutup dan tidak suka bergaul. Namun, hal itu justru membuat orang-orang semakin penasaran akan sosoknya. Dia menja...