Pengantin pertama

64 14 39
                                        

Semenjak kematian Tari kemarin, Rani jarang sekali berbicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semenjak kematian Tari kemarin, Rani jarang sekali berbicara. Padahal faktanya, gadis itu selalu mengomel untuk hal kecil sekalipun. Bahkan, Reno yang selalu mengejeknya saja tidak dia hiraukan.

Seperti sekarang, gadis itu mengurung diri di kamar. Dia tahu saat ini dia yang menjadi incaran Pangeran selanjutnya. Terlihat jelas dari pesan yang waktu itu Pangeran kirim untuknya, Pangeran menyebutnya sebagai pengantin. Tapi, ntahlah, kenapa dia tidak memiliki rasa takut sedikitpun?

"Rani! Buka, Ran!"

Tio terus mengetuk pintu kamar keponakannya itu. Tetapi, tidak ada jawaban.

"Ran, Oom bawain kamu makanan. Makan dulu yuk, udah siang loh ini."

Diam.

Tio hampir saja frustasi melihat sikap Rani, memberinya makan saja sangatlah sulit. Gadis itu juga tidak mau sekolah dan menemui sahabat-sahabatnya. Apa yang harus Tio lakukan?

Rani lebih memilih untuk memainkan ponselnya saja. Gadis itu membuka galeri ponselnya dan memandangi beberapa foto yang tergantung di dinding kamarnya. Seorang gadis berumur lima tahun yang dikelilingi sosok ayah dan ibu. Ketiganya tersenyum manis. Kebahagiaan terpancar jelas dari mata gadis kecil yang ada di foto itu. Rani tersenyum getir, tidak menyangka hidupnya akan seperti ini. Menyesal? Iya, sangat menyesal.

Tetapi, separuh hidupnya seakan kembali karena dia yakin bahwa papanya masih hidup. Hanya saja, dia tidak tahu di mana keberadaan papanya sekarang.

Rani beralih membuka aplikasi twitter, mencari nama penulis favoritnya; Mondy Aksara. Bertahun-tahun Rani mengagumi Mondy, membaca satu kalimat yang Mondy buat, membuatnya kembali bersemangat. Seakan-akan Mondy tau apa yang dia rasakan. Bahkan, gadis itu tak segan-segan membuat satu rak khusus untuk buku karya Mondy yang sudah dia baca. Sedikit penasaran ada di pikirannya karena sosok penulis favoritnya itu tidak pernah menampilkan wajahnya. Bahkan, sampai sekarang tidak ada yang tahu Mondy Aksara itu sekedar nama pena atau nama aslinya. Itu membuat Rani benar-benar penasaran.

Dalam hidup, jadilah seperti matahari. Saat ini, kamu mungkin terbenam, namun besok kamu akan terbit kembali. Bangkit dan bersinar!

Satu kalimat itu sukses menarik ujung bibir Rani. Gadis itu tersenyum. Mondy memang mood booster untuknya.

Rani bangkit dari tempat duduknya, gadis itu mengambil bedak dan memoles sedikit di wajahnya. Setidaknya menutupi matanya yang sedikit membengkak akibat menangis.

Rani membuka pintu, didapatinya Tio yang sejak tadi menunggu pintu itu terbuka. Tio sontak kaget melihat perubahan drastis pada keponakannya itu. Rani menampilkan senyumnya yang paling manis, lantas menerima makanan yang Tio bawakan dengan senang hati. "Makasih, Om. Rani makan dulu ya."

Tio mengangguk cepat. Mengikuti Rani yang masuk ke dalam kamarnya. "Ran, kamu gapapa?"

Rani mengangguk, mulutnya penuh dengan nasi. "Hu um. Gapapa, kok."

SNOW BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang