Waspada

59 13 64
                                    







[Part 18]

Seorang gadis menuruni anak tangga dengan cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang gadis menuruni anak tangga dengan cepat. Pagi ini cerah sekali, seperti suasana hatinya. Meskipun kemarin dia kehilangan salah satu orang yang dia sayangi, tetapi dia tidak ingin bersedih terus menerus. Tidak akan merubah keadaan. Semua sudah takdir. Seperti kata Mondy, hari ini mungkin dia terbenam, tetapi besok dia akan bangkit dan kembali bersinar.

Yang membuatnya lebih bahagia lagi adalah dia tidak sendirian lagi tinggal di rumah ini. Ada Tio yang semenjak kematian mamanya memutuskan untuk tinggal bersamanya saja.

"Om, Rani berangkat, ya?"

Tio mengangguk, lelaki itu masih sibuk membersihkan sepatu dan menyiapkan pakaiannya. "Iya, Arnol dan Reno udah lama nunggu di depan. Oom nanti nyusul ya."

Rani mengangkat satu alisnya. Tumben sekali kedua sahabatnya itu menjemputnya. Biasanya, mereka selalu berangkat masing-masing ke sekolah. Hanya saja, mereka sering pulang bersama. "Tumben banget mereka jemput Rani."

Tio tersenyum getir, menatap insan di hadapannya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Ran, kamu tahu kan, sekarang kamu...."

Rani mengangguk, ah ya... Pangeran?

"Iya iya, Rani tahu," Rani memegang tangan Tio. "Tapi, om tenang aja. Rani tahu kok gimana caranya ngadepin Pangeran."

Tio membuang napas pasrah. "Terserah kamu. Tapi, pergi ataupun pulang kamu harus dianter sama mereka. Jangan coba-coba keluar sendirian. Kalaupun ada keadaan mendesak yang memaksa kamu buat keluar, kamu kabari om, biar om yang anter. Oke?"

Rani mengangguk cepat. Mencium tangan Tio seraya berpamitan. "Siap Om. Rani berangkat dulu."

"Oke, hati-hati."

~~~

Di sisi lain, terlihat amarah yang menggebu, napas lelaki itu naik turun dengan cepat. Masih pagi seperti ini, Reynaldi sudah merusak suasana hatinya.

"Gue gak mau dianter sama lo!" Pangeran mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah lelaki paruh baya di hadapannya.

"Gue bisa bawa motor sendiri!" lanjutnya.

Reynaldi terkekeh. "Apa salahnya kalau saya mengantar anak saya sendiri? Itu yang kamu inginkan, bukan?"

"GAK! Gak ada dalam kamus gue hal semacam itu. Gue bukan anak lo!"

Lelaki yang memakai setelan jas hitam itu tersenyum miring, menatap anak di hadapannya dari atas sampai bawah. "Istriku! Lihatlah anakmu ini, semakin besar semakin kurang ajar."

Hara hanya mendesah pasrah, sudah biasa baginya hal semacam itu. Pangeran memang sulit untuk menerima bahwa Reynaldi adalah ayahnya. Wanita paruh baya itu menghampiri Pangeran, menggenggam erat tangan anaknya. "Sayang, kamu gak boleh kayak gitu, ya?"

SNOW BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang