Pil merah atau putih?

55 15 42
                                    

Tubuhku lemas tak berdaya, tangan dan kakiku terikat, mulutku disumpal menggunakan kain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuhku lemas tak berdaya, tangan dan kakiku terikat, mulutku disumpal menggunakan kain. Satu hari, sudah satu hari aku berada di tempat ini. Tunggu, aku baru menyadari sesuatu. Ini? Ini adalah kamarku. Iya, aku ingat betul. INI ADALAH KAMAR LAMAKU!

Arghh.

Siapa anak kurang ajar itu? Berani sekali dia memperlakukanku seperti ini? Tunggu saja pembalasanku!

Aku terus memberontak, berusaha untuk melepaskan ikatan di tanganku. Sial, ikatannya kencang sekali. Mataku menjelajahi isi kamar ini, tidak ada yang berbeda. Bukankah rumah ini sudah lama ku jual? Apa penghuni barunya memang sengaja tidak merenovasi kamarku?

Aku berusaha untuk mendekat ke arah cermin yang ada di sebelahku. Satu terjangan keras menghantam cermin itu. Syukurlah, pecah juga. Aku bisa mengambil pecahan kacanya dan membuka ikatan sialan ini. Aku harus cepat meninggalkan tempat ini.

Tok tok tok.

Langkah kaki itu kembali terdengar. Arghhh, kenapa dia harus kembali sekarang?

"Selamat datang Ratu, bagaimana tidurmu semalam?"

Bodoh sekali, sempat-sempatnya dia bertanya bagaimana tidurku semalam. Aku bahkan tidak bisa tidur. Siapa dia sebenarnya? Sulit ku kenali karena dia memakai topi dan masker.

Ku lihat dia terus memandangi jam yang ada di dinding. Jari telunjuknya bergerak sana-sini. Sedang apa dia?

"Oh Ratu, waktumu dua puluh menit lagi, tetapi kesatria dan putrimu masih belum datang. Apa mereka tidak mau menyapamu? Hm?"

Kesatria? Putriku? Siapa kesatria yang dia maksud? Apa itu suamiku atau mantan pacarku? Dan Putri, apakah itu Rani anakku?

"Baiklah, satu hari aku menahan diri untuk tidak mengajakmu bermain. Tetapi, sekarang adalah waktunya, Ratu."

Apa maksudnya? Tunggu, apa yang ada di tangannya? Gunting?

Aku memberontak, ingin sekali aku memekik kencang, tetapi tidak bisa, mulutku disumpal menggunakan kain sialan ini. Kain ini busuk sekali, membuatku mual.

Dia mulai mendekat ke arahku. Aku menangis. Rambutku? Apa yang dia lakukan dengan rambutku? Ah, aku mohon hentikan.

"Rambutmu cantik sekali, Ratu. Tetapi, akan lebih cantik kalau aku memotongnya. Bukankah seperti itu yang kau lakukan kepada Putrimu dulu? Hm?"

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Seharian tidak makan dan minum membuatku semakin lemas tak berdaya. Dia terus menarik kasar rambutku, membuat kepalaku mendongak ke arahnya. Aku menangis, mataku memerah. Maafkan aku, maaf. Aku sangat menyayangi rambutku, tolong jangan disentuh. Aku mohon.

SNOW BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang