Yang tidak diketahui

49 9 42
                                    

🎼 Enya - May it be

Kalian kudu wajib baca part ini sambil denger lagu itu!

[Part 36]

Arnol berlari secepat mungkin, mengeluarkan semua tenaga yang tersisa, tangannya terus mengenggam erat tangan Rani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arnol berlari secepat mungkin, mengeluarkan semua tenaga yang tersisa, tangannya terus mengenggam erat tangan Rani. Rani yang kesulitan menyamakan langkah kaki Arnol dengan langkah kakinya, membuatnya kewalahan. Di belakang sana, jauh tertinggal Reno yang tengah menyusul.

Genggaman tangan itu terlepas saat Arnol sudah sampai di tempat tujuan. Napas Arnol menggebu-gebu, sekujur tubuhnya terasa melemas. Arnol maju, kakinya terasa berat untuk melangkah, lelaki beralis tebal itu tidak takut mendorong beberapa polisi yang mencoba untuk menghalanginya. Arnol melewati police line yang merupakan pembatas dan tidak boleh dilewati itu dengan cepat dan brutal.

Seketika, Arnol terjatuh, kedua lututnya menjadi tumpu untuk dia berdiri sekarang. Tangan dan kakinya benar-benar gemetar, sekujur tubuhnya seakan melayang saking lemasnya. Untuk yang kedua kalinya Arnol merasakan sakit yang luar biasa seperti ini.

Rahang Arnol mengeras, kedua netranya memerah menahan tangis. Melihat orang yang paling dia sayangi mati dengan cara mengenaskan seperti ini. Tubuh lelaki paruh baya yang sudah dia anggap seperti ayahnya sendiri itu hancur, tangan dan kaki Pak Jaja terpisah dari tubuhnya. Kedua bola mata Pak Jaja juga terlepas. Tidak. Tidak mungkin Pak Jaja bunuh diri seperti ini. Sangat tidak masuk akal.

Arnol melangkah lebih dekat. Sesak! Dadanya benar-benar sesak! Tenggorokkannya seakan tercekat. Dengan tangan yang gemetar, Arnol mengelus pelan pucuk kepala Pak Jaja, meskipun dia tahu ini akan menjadi elusan yang terakhir.

Sedangkan tangan kiri Arnol menggenggam erat tangan pak Jaja yang sudah terlepas itu. Sungguh, tubuh Pak Jaja benar-benar hancur. Orang-orang saja tidak tahan melihatnya. Siapa yang tega melakukan ini?

Arnol memukul-mukul tanah menggunakan tangan kanannya. Menarik-narik rambutnya frustasi, dia memekik kencang, meronta-ronta tidak terima. Urat-urat hijau di leher lelaki tampan itu terlihat dengan jelas. Gila! Sungguh, Arnol bisa gila karena ini. Ya Tuhan.

Pecah. Tangis Arnol benar-benar pecah. Peluh, air mata, dan darah menjadi satu. Arnol memeluk tubuh Pak Jaja yang sudah hancur, tidak memperdulikan dirinya yang ikut terkena lumuran darah Pak Jaja. Warna baju Arnol juga sudah berubah menjadi merah pekat.

"Pak... hiks."

Air mata Arnol jatuh begitu saja, deru napasnya benar-benar memburu. Dengan kuat, Arnol mencengkram baju Pak Jaja yang sudah robek sana-sini. "Ba-bangun, Pak! Buka mata bapak! Lihat orang-orang di sini menatap bapak dengan tatapan seperti itu! Bapak tidak marah hah?! Bangun pak, bangun! Siapa yang akan memberi Arnol roti coklat lagi kalau bapak tidur seperti ini?!"

Arnol terus berteriak, menatap Pak Jaja dengan lekat, karena merasa tidak ada jawaban dari Pak Jaja, Arnol kembali memekik kencang, suaranya saja sampai mau habis. Memanggil nama Pak Jaja berulang-ulang. Berharap Pak Jaja menjawab dengan lembutnya, "Iya, kenapa bang Arnol? Hm?"

SNOW BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang