PERINGATAN⚠️
•BANYAK KATA-KATA & ADEGAN KASAR, MOHON UNTUK TIDAK DITIRU!!!!
•BEBERAPA PART DI PRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA!
•18+ (ADEGAN PEMBUNUHAN)
•DIPENUHI TEKA-TEKI
•MEMBUAT KALIAN SUSAH MOVE ON
•MENGANDUNG BOMBAY
•DAPAT MEMBUAT MATA KAL...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sudah hampir satu jam ini, Pangeran terus melihat ke layar ponselnya. Lelaki itu mengotak-atik ponselnya dengan cepat, kedua netranya kadang membulat sempurna, kadang juga menyipit. Arnol yang melihat Pangeran seperti itu hanya bisa membuang napas pasrah. "Liatin apa sih, Pa?"
Pangeran mendongak, menatap insan di hadapannya. "Ini loh, lagi liatin Raymon. Greget gue, kapan ya dia mau ngaku?"
Arnol ikut melihat apa yang Pangeran lihat. Ternyata empat kamera tersembunyi yang Pangeran dan Al letakkan di dalam kamar Raymon bisa langsung terhubung ke ponsel Pangeran. Membuat Pangeran dengan mudah memeriksa kesehariannya. Sorry ya Raymon, privasi lo jadi keganggu.
Ponsel Arnol bergetar menandakan ada panggilan masuk. Dengan cepat Arnol menjawab panggilan tersebut. "Iya Al?"
"Kakak di mana? Gue udah nungguin, nih."
Arnol menatap Pangeran sebentar. "Al udah nungguin kita. Gimana?"
"Yauda, gass aja sekarang," ujar Pangeran.
"Tapi 'kan ini belum waktunya pulang sekolah."
Pangeran menghela napas pelan. "Kalau nunggu pulang sekolah, ngapain kita ke sana? Smp 66 pasti udah sepi."
Arnol mengangguk. "Iya juga ya."
"Kak! Ayo buruan! Kak Raymon udah ngaku belom?"
"Belum, Al," jawab Arnol.
"Yauda deh, Kakak sama Kak Pangeran sini aja dulu. Gue tunggu di sekret osis, ya. Bye."
Tutt. Alvino mematikan telpon secara sepihak. Arnol membuang napas pasrah. Bagaimana dia dan Pangeran bisa keluar sekolah saat jam pelajaran tengah berlangsung?
"Bolos aja, Nol."
Arnol melototkan kedua netranya. "Gak!"
"Sekali aja gapapa keknya."
"Enggak, Pangeran!"
Arnol terdiam beberapa saat. Lelaki itu memilih untuk duduk di kursi panjang yang ada di koridor dan memejamkan kedua netra sejenak. Pangeran yang faktanya baru saja dekat dengan Arnol beberapa hari yang lalu sudah paham dengan temannya itu. Kalau Arnol memejamkan kedua netranya seperti ini, pasti lelaki itu tengah berpikir.
Pangeran berdiri di samping Arnol sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Jari-jari kakinya terus mengetuk-ngetuk lantai menunggu Arnol selesai berpikir. "Buruan, Nol!"
Setelah beberapa menit. Arnol bangkit lantaran menarik tangan Pangeran begitu saja, kedua insan itu berlari cepat ke suatu tempat. "Nol, mau ke mana?"
"Ikut aja."
Langkah Arnol terhenti tepat di depan ruang kepala sekolah. "Nga-ngapain ke sini?" tanya Pangeran, agak sedikit takut.
"Kita minta izin buat pulang duluan. Kalau izin sama guru mapel yang sekarang pasti gak bakal diizinin."