Dendam dan Sebuah Janji

62 11 85
                                    

[Part 29]

🎼Coba sambil dengerin lagunya deh,
cocok banget buat part ini.

🎼Coba sambil dengerin lagunya deh, cocok banget buat part ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tengah malam seperti ini, Arnol masih setia dengan laptop miliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tengah malam seperti ini, Arnol masih setia dengan laptop miliknya. Tangannya terus mengotak-atik benda tersebut, memutar berkali-kali rekaman suara hasil wawancara Tio dengan pak Moko beberapa hari yang lalu. Matanya masih segar, belum terasa ngantuk sedikitpun. Sudah biasa seperti ini, Arnol paling sering menghabiskan waktunya saat tengah malam hingga fajar tiba.

Halaman selanjutnya. Arnol kembali memperhatikan foto yang pernah Tio kirim bersamaan dengan hasil rekaman suara itu. Tetapi, sayangnya mobil itu tidak bisa dilacak.

"Topeng seperti apa?"

"Seperti wajah seseorang. Em, lebih tepatnya seperti tokoh kartun."

Dahi Arnol berkerut, alisnya terangkat. "Tokoh kartun? Apa mirip seperti tokoh Pangeran di cerita Snow White?"

Arnol meraih ponselnya. Sebelum benar-benar menelpon seseorang, dia sedikit ragu, ini sudah malam dan Tio pasti sudah tidur. Tetapi, apa salahnya mencoba dulu.

"Apa? Hm?" terdengar suara Tio yang serak dari sebrang sana.

Arnol menggigit bibir bawahnya. "Hehe, ganggu ya, kak?"

"Enggak, saya sudah biasa kamu telpon tengah malem gini. Saya juga belum tidur. Kalau udah nelpon seperti ini, pasti ada yang ingin kamu tanyakan. Ada apa?"

Arnol menghela napas pelan. "Iya, besok Arnol mau nemuin pak Moko lagi. Ada beberapa hal yang ingin Arnol tanya. Kakak mau ikut gak?"

"Aduh, gimana ya, besok saya harus rapat di kantor. Ada insiden baru yang harus saya selesaikan. Kamu sama Reno saja dulu, gapapa?"

"Oh, ya sudah, gapapa. Sama Rani juga, ya?"

"Terserah kalian, asal kalian tetap menjaganya."

"Siap, kak."

Telpon dimatikan.

Arnol mencatat beberapa hal yang perlu dia tanyakan di buku catatan kecil miliknya. Kalau tidak dicatat seperti itu, bisa saja dia lupa akan bertanya apa esok harinya. Arnol kembali menghadap laptopnya, lelaki beralis tebal itu melanjutkan rekaman suara yang dia putar tadi.

SNOW BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang