Lelaki yang memakai pakaian serba hitam itu tetap setia duduk di sebelah gundukan tanah yang baru saja dia siram air dan dia taburi bunga, kepalanya terus menunduk. Tangannya tak lepas menggenggam batu nisan yang ada di hadapannya. "Bu...," ucapnya pelan.
"Maaf... maafkan Arnol yang tidak bisa menjaga ibu."
Mata yang sayu itu mulai berembun, tangan yang tak lepas menggenggam nisan bertuliskan nama seseorang yang dia sayangi itu sedikit gemetar. "Ibu yang tenang di sana, ya?" lirih Arnol. "I-ibu suka Arnol yang kuat, kan? A-Arnol kuat kok. Kuat banget malah," Arnol tersenyum getir, padahal hatinya bergetar.
"Aaa... Arnol... Arnol." Sesak! Dadanya kian bergemuruh. "Arnol sayang ibu... hiks," tangispun akhirnya pecah.
"Apa i-ibu benar-benar mening-gal-kan Arnol seper-ti ini karena ke-hendak ibu sendiri? Kalau-pun iya, kenapa? Ke-kenapa ibu te-ga ngelakuin ini?" ucap Arnol terputus-putus, napasnya tersengal-sengal, air mata mengalir dengan deras membasahi pipi.
Pandangan Arnol beralih ke arah bunga mawar yang tadi dia beli sebagai hadiah untuk ibunya. "Ini, bunga ini buat ibu. Seharusnya, A-Arnol beli sebagai tanda karena kita telah berbaikan. Bukan... bu-bukan sebagai kemat── hiks," sungguh, kalau Arnol boleh bertanya, apa dia boleh membenci takdir? Apa dia boleh meminta Tuhan untuk mengakhiri ini semua?
Tak tahan. Tak tahan melihat sahabatnya yang terus seperti ini, Rani ikut berjongkok di sebelah Arnol. Membawa lelaki itu ke dalam dekapannya. "Nol...," ucapnya pelan.
Setengah tawa bercampur tangis. Arnol masih mencoba untuk tetap tersenyum, meskipun air matanya terus mengalir. "A-aku... aku kuat kok."
Dengan wajah yang datar, tanpa ekspresi, Alfon terus berdiri diam. Kakinya ingin sekali cepat-cepat meninggalkan tempat ini. Tetapi, tidak enak karena ada beberapa guru dan teman satu kelas Arnol. Apa kata mereka nantinya? Seorang ayah yang tidak peduli dengan anak dan istrinya? Padahal, nyatanya memang tidak peduli. Ya, semacam pencitraan.
Reno ikut berjongkok di sebelah kedua sahabatnya. Sejak tadi, Reno terus diam, lelaki berambut ikal itu juga menangis. Tidak menyangka jika kedua sahabatnya telah kehilangan ibu mereka. Apalagi, ibu kedua sahabatnya itu mati dengan cara yang tidak wajar. Ah, Reno benar-benar takut. Hanya dia, hanya dia yang masih memiliki ibu.
Pandangan Reno beralih ke arah Wulan yang sejak tadi terus mengusap matanya. Reno berjanji, akan menjaga ibunya itu.
Rani semakin mempererat pelukannya, tangannya tak henti-hentinya mengusap pelan kepala sahabatnya itu, membuat Arnol menangis kencang. Sungguh, Rani tidak pernah melihat Arnol serapuh ini. Dia tahu bagaimana rasanya kehilangan, sangat sakit. Tetapi, melihat Arnol seperti ini, Rani seperti menemukan jati diri Arnol yang sesungguhnya.
Cairan bening mulai memenuhi pelupuk mata. Benteng yang dia buat, seketika hancur. Rani ikut menangis. Sejak tadi dia mencoba untuk bisa menahan tangisnya, menunjukkan kalau dirinya itu kuat. Kalau dia juga ikut bersedih, sahabatnya pasti akan semakin sedih. Tetapi, kalau dia adalah gadis yang kuat, Rani bisa menggunakan kekuatannya untuk membuat sahabatnya agar tidak bersedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
SNOW BLACK
FantasyPERINGATAN⚠️ •BANYAK KATA-KATA & ADEGAN KASAR, MOHON UNTUK TIDAK DITIRU!!!! •BEBERAPA PART DI PRIVATE, FOLLOW DULU BARU BISA BACA! •18+ (ADEGAN PEMBUNUHAN) •DIPENUHI TEKA-TEKI •MEMBUAT KALIAN SUSAH MOVE ON •MENGANDUNG BOMBAY •DAPAT MEMBUAT MATA KAL...