Kecerobohan

64 12 65
                                        

Part ini bacanya pake hati ya.

Biar anunya dapet.

[Part 19]

Reno bersiul santai melewati koridor sekolah, satu tangannya dia masukkan ke dalam saku celana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Reno bersiul santai melewati koridor sekolah, satu tangannya dia masukkan ke dalam saku celana. Dan satunya lagi menenteng kantong plastik yang berisikan bakso dua bungkus. Beberapa pasang mata yang menatapnya, tidak dia hiraukan. Hari ini dia benar-benar senang sekali. Uang jajannya masih utuh.

"Hallo epribadeh~" sapa Reno seraya merentangkan kedua tangannya.

"Dari mana aja lo?" tanya Rani.

Reno mengambil kursi dan duduk di antara kedua sahabatnya itu. "Nih bakso buat lo berdua."

Arnol menatap Reno penuh selidik. "Kamu lagi ada maunya, ya?"

"Ya ampon! Suudzon terossss! Gue baik salah, jahat salah. Gue ikhlas lahir batin ngasih lo berdua, gak ngarep apa-apa."

Rani yang masih fokus pada handponenya kini membuka mulut. "Yakin?"

"Kalau kalian gak mau, yauda."

Reno kembali mengambil dua bungkus bakso tersebut, tetapi, tangannya lebih dulu ditahan Arnol. "Siapa bilang kita gak mau? Kalau udah ngasih, gak baik diambil lagi."

"Nyenyenye dasar setan."

Arnol beranjak dari tempat duduknya, mengambil dua buah mangkuk kecil dan dua buah sendok di belakang kelas. Setiap kelas, memang wajib ada dapur mini, tujuannya agar mempermudah peserta didik saat mau makan ataupun minum.

"Ran, kamu mau juga? Aku bukain, ya?"

Rani menggeleng. Gadis itu sejak tadi fokus kepada ponselnya. "Nanti aja, Nol. Gue lagi ada kerjaan."

Arnol mengangguk. Lelaki berlesung pipi itu mulai memakan baksonya, memasukkan sepentol bakso ke dalam mulut. Sementara Reno, sejak tadi dia terus memperhatikan Rani. "Ini nih generani micin, hp terooossss."

Rani berdecak, menatap kedua insan di hadapannya bergantian. "Ish, sotoy! Kalian mau bantuin gue, gak?"

"Bantuin apa?" tanya Arnol.

Gadis berpipi chuby itu membuang napas. "Bantuin gue cari tahu keberadaan papa."

Reno mengangkat satu alisnya. "Om Farell?"

"Iyalah! Kalau bukan dia siapa lagi? Bokap gue cuma satu."

Reno terkekeh. "Hehe, kirain om Toni."

Arnol mencubit perut Reno, matanya melotot. Reno yang mengerti apa maksud Arnol, memukul-mukul mulutnya. Ya Tuhan maaf keceplosan.

"Canda Ran, jan baperan, ya?"

SNOW BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang