DEWA (6)

946 131 10
                                    

Sejak hari itu, gue memang jadi banyak melamun. Beberapa kali Nania sampai manggil gue dengan mengguncang - guncang pundak gue. Dia merasa omongannya gak gue tanggapi, karena gue bengong dan sering zoning out. Beberapa kali dia ngambek karena ngerasa gue cuekin. Dan gue gak pernah bisa punya penjelasan apa – apa untuk tingkah gue belakangan ini.

The worst nya, Nania sempat mengira gue ketemu seseorang di Bali, dan membuat gue sekarang jadi bimbang. "kita selesaikan aja, Wa kalau memang kamu udah ada yang lain. Mumpung semuanya masih diawal" ucapnya dan membuat gue murka.

Gue gak akan bisa dengan orang lain, karena pikiran gue selalu nyangkut sama dia.

Mama juga semakin sering menelpon gue, dan menanyakan apakah gue sudah bilang sama Nania, kalau hubungan kami harus berakhir? Dan gue selalu kasih mama jawaban yang gak memuaskan dia tentu aja.

"sekarang atau nanti, sama aja Wa. Intinya kalian harus putus" titah mama ke gue. Ya gue tahu sih mama benar, sekarang atau nanti memang sama aja. Intinya orang tua gue sudah gak akan ngasih kesempatan untuk hubungan gue sama Nania.

Karena gue sudah menyamapaikan ke mama, kalau Nania, kecil sekali kemungkinan mau convert. Begitu juga dengan gue.

Tapi gue harus gimana? Gue sendiri gak rela pisah sama Nania. Gue masih pingin cari jalan. Tapi jalannya apa? Yang pada intinya kami berdua stuck.

"secinta apa dia sama kamu, sampai menurut kamu cinta dia lebih hebat dari sang penciptamu? Sampai kamu mau pindah agama?" sahut mama sambil terisak – isak. Ini adalah hari dimana gue, lagi dipuncak kegundahan gue, dan gak sengaja ngomong ke mama kalau gue bersedia pindah agama untuk Nania.

Padahal, setelah mengucapkan itu, badan gue rasanya kayak gemetar ketakutan sendiri. Pindah agama gak seperti memutuskan pindah jurusan kuliah, pindah kost – kostan bahkan pindah kewarga negaraan sekalipun.

Gue tiba – tiba merasakan sensasi mual diperut gue, begitu gue membayangkan gue pindah agama, dan harus melihat apa yang sudah gue jalani dan lewati selama ini, jauh di belakang gue.

"apa cinta dia ke kamu, bahkan lebih besar dari cinta mama ke kamu? sampai kamu rela ninggalin mama dan papa, demi dia? Pindah agama, sama saja kamu juga meninggalkan kami berdua Dewa.,

Bagaimana kamu akan mendoakan kami di akhir hayat kami nanti, kalau kita aja udah gak menyembah hal yang sama?" tanya mama lagi. Dan tentu aja gue menyesal seumur hidup udah nyebut kalimat itu ke mama. Gue udah nyakitin dia sampai ke akar – akar. Dan gue yakin, mama dari simpatik, berubah menjadi benci sama sosok Nania.

Tadinya mama masih kasih kesempatan dengan syarat Nanai convert. Tapi sekarang? Pintu sudah tertutup rapat. "mama gak mau kamu sama Nania" titah mama tegas setelah gue mengucapkan kalimat yang gak bisa gue tarik lagi itu.

Pasti mama mikir macam – macam sama Nania. Padahal, gue sendiri gak atau bahkan belum pernah bicarain apa – apa masalah masa depan sama Nania. Gue bisa menyimpulkan Nania gak akan pindah agama ke gue, dari obrolan kami tentang pandangan masing – masing tentang berpindah agama demi pasangan. Gue belum pernah secara terang – terangan minta Nania pindah agama. Semenjak gue melontarkan kata – kata gila itu, mama semakin gencar minta gue untuk pisah.

Kalau dulu mama minta buat gue narik Nania, sekarang mama udah gak perduli sama sekali. Dia tegas minta gue putus sama Nania, bahkan kalau perlu gue diminta pulang dulu untuk tunangan dulu sama Ayu. Supaya gue semakin terikat.

Gue rasanya semakin frustasi.

****

"Hi..Yu.. sibuk?" tanya gue ke Ayu lewat telepon. Gue sekarang jadi berasa cowo peselingkuh, di lain waktu gue jalan gandengan sama Nania, ketawa – ketawa, keliling city nemenin dia jajan – jajan dan lihat – lihat baju – baju atau aksesoris. Sementara di lain waktu, gue adalah calon suami dari orang lain.

Mencintai NaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang