Lazimnya laki – laki yang akan menikah, tentu dia mengharapkan pengalaman pertama untuk yang satu itu. Gue gak pungkiri, semakin dekat hari pernikahan gue, otak gue semakin berkelana ke hal yang satu itu. Gue sampai berkali – kali wudhu, begitu membayangkan gue dan Nana...
Arggghh gila, otak gue waktu itu rasanya kotor banget.
Gue olah raga, gue sit up gue push up, gue jogging, demi mengenyahkan pikiran jorok gue dengan tokoh utamanya adalah gue dan Nana.
Bukan, bukan tujuan utama gue menikah adalah hanya untuk bisa menghalalkan sex dengan Nana. Tapi, bayangan itu otomatis saja muncul, begitu konsep pernikahan ini terbentuk. Canda – candaan teman – teman dengan aksi berbagai pengalaman ranjang dari para pria yang sudah menikah dikantor, yang mentertawakan gue yang masih hijau ini. Membuat otak gue semakin kemana – mana membayangkan Nana dan gue.
Belum lagi, ustad yang memberikan penyuluhan pra- nikah di KUA juga mengingatkan, agar kita menggauli istri sesuai dengan syariat Islam.
Apa yang boleh dan tidak boleh, agar dipelajari dengan cermat. Topiknya sih waktu itu menjadikan hubungan suami istri itu menjadi ladang pahala, bukan ngajak bercanda nyerempet – nyerempet. Dasar otak gue aja, gue yang kala itu berusaha mempelajari tata cara menggauli istri dengan baik, dengan cara mencari artikel – artikel di internat, gaya apa yang boleh dan tidak boleh, ternyata malah membuat gue gak bisa mengendalikan pikiran gue, yang akhirnya malah jadi kemana – mana.
Belum issue malam pertama yang menyakitkan bagi wanita, membuat gue akhirnya mencari – cari 'ilmu pengetahuan' bagaimana caranya, agar Nana gak tersiksa di malam pertama kami.
Persiapan gue begitu matang. Atau kelewat matang.
Sampai akhirnya gue berhadapan pada kenyataan, bahwa gue mempersiapkan diri gue terlalu cepat. Sementara, ternyata, Nana masih keberatan.
Gue gak ngerti, apa yang membuat Nana keberatan gue sentuh. Masalah fisik? Ada apa dengan fisik gue? Masalah hati? For God's sake kami suami istri. Bahkan gue sangat mengizinkan Nana berbuat apa aja pada tubuh gue. Minta gendong pun gue rela.
Apa dia takut langsung hamil? I don't mind menunda punya anak kalau memang Nana perlu banget itu. Gue akan sangat mengerti kalau Nana masih takut punya anak dari gue. Mungkin itu konsekuensi yang terlalu berat buat dia.
Tapi apa harus sampai kami menunda kebutuhan suami istri kami? well, mungkin kebutuhan gue yang mendadak melonjak beberapa hari belakangan ini. Karena, kalau Nana juga butuh, pasti dia gak akan bersikap defensive seperti itu.
Jadi jelas kata kebutuhan kami, disini gak tepat.
Bahkan Nana tadi menjengit kaget ketika gue menyentuh rambutnya. Gue sampai bengong menatap Nana, padahal gue hanya kasihan melihat Nana kesulitan melepas hiasan sanggulnya.
"cuma mau bantu, Na" ucap gue berusaha menenangkan. Sepertinya semua ini seperti film horror buat Nana. Berada disatu kamar dengan gue.
Lucu, padahal dulu dia yang suka merengek gue menginap ditempatnya kalau dia mulai ketakutan gak jelas. Luas kamar hotel ini, gak jauh beda sama luas apartemen dia dulu.
Nana keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang bisa dibilang sangat tertutup untuk dipakai didepan seorang suami. Jauh dari kesan seksi, apalagi menggoda. Malah dia kelihatan seperti anak kecil yang mau pajamas party. Dia menatap gue penuh ketakutan. Sampai akhirnya gue meminta dia untuk beranjak tidur duluan.
Gue perlu menenangkan diri.
"kamu gak tidur?" tanya Nana sambil menatap gue takut – takut, bahkan dia sudah membungkus tubuhnya dengan selimut. Gue harus bersyukur, setidaknya Nana gak meminta gue tidur disofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintai Nania
RomanceWarning! Adult content, 21+. Some scenes and languages might not be suitable for below 21. Silahkan membaca Trial&Error dulu sebelum membaca cerita ini. Dewa : Nania.. cinta aku ke kamu itu,nyata. Cinta aku ke kamu itu, ada. I love you with all my...