ABRAM (4)

631 101 13
                                    

"jumatan woy! Setengah 12" mas Delshad ngeplak pundak gue pakai kupluk hajinya yang warna putih itu, yang selalu dia pakai tiap dia mau sholat jumat. Obat gantengnya katanya. Suka – suka dia ajalah, yang punya kantor mah bebas mau ngatain dirinya sendiri ganteng kek, apa kek. Yang penting gaji gue jangan dipotong. Gue yang lagi dikejar deadline, sontak mendongak dan melihat kearah pojok kanan bawah layar laptop. Oh iya, memang sudah setengah 12.

Gue bukan gak percaya mas Delshad, dia suka sudah ribut ngajakin gue sholat jumat, dari jam 11. Dan di jam 11 itu dia sudah ngotot katanya setengah 12 khotbah sudah mulai dan itu dihitung 2 rakaat. Pas gue bilang 'boong banget lo mas, khotbah setengah 12' dia akhirnya cengengesan sambil bilang alasan sebenarnya adalah, 'spare waktu buat debat kusir dulu sama lo setengah jam'. Iya, gue awal – awal memang ogah – ogahan diajak sholat jumat. Apa sih bedanya sama sholat zuhur yang bisa entar – entaran aja kalau kerjaan gue udah agak mendingan?

Tapi, gue akuin kegigihan mas Delshad untuk giring hidup gue lebih baik, memang luar biasa. Dia jelasin ke gue kalau perintah sholat Jumat itu memang wajib bagi semua laki – laki yang mampu. Mampu bukan duitnya, tapi selama badan sehat dan kaki bisa diajak melangkah tegap ke masjid, ya itu mampu. Malah dia nambahin 'orang cacat aja semangat jumatan, lo tinggal moonwalk aja banyak bacot'.

Belum dengan petuahnya yang sebenarnya memang menyerap di gue sih,

'oy.. Bram Barang siapa yang meninggalkan shalat jumat 3 kali tanpa sebab maka Allah akan mengunci mata hatinya. Bukan kata gue loh, ya, kata H.R Malik. Makanya mata hati lo ketutup mulu, gak mau jumatan sih lo..' selorohnya dulu.

Bukan gue gak mau banget sholat, tapi, gue gak tahan sama khotbah Jumatnya. Bukan karena isinya provokatif yang kayak banyak diributin orang – orang jaman sekarang yang bawaanya sensi banget, tapi isinya banyak nyetil bahkan nabokin gue banget. Mulai dari bahasin zinah, maksiat pokoknya yang bau – bau neraka. Gue lama – lama gerah juga, jadi kayak setan dibacain ayat kursi. Bahkan gue gak hafal ayat kursi.

Tapi, sejak Nania ngingetin gue untuk mencoba sholat lima waktu, lumayan lah, hafalan surat pendek gue nambah satu, walau pendek banget Al-Kautsar. Ini juga gue tambah – tambahin banget, karena gue malu tiap Nania minta gue jadi imam sholat, gue nya berkelit, sampai dia bilang 'belajar ya? bisa karena biasa. Aku gak akan ngetawain, gak berhak juga'. Walau kadang gue masih 3 waktu, the best 4 waktu. Jangan harap gue bisa bangun subuh.

Bahkan hafalan surat pendek gue kalah sama anaknya si Parmin satpam rumah, yang waktu itu main kerumah orang tua gue dan gue dengar dia lagi disuruh setoran istilahnya, sama bapaknya. FYI anaknya masih SD kelas 1 dan sudah hafal 10 surat pendek, kata si Parmin.

Ngomong – ngomong soal Nania, sejak kami putus, Nania memang kayak mengunci mulutnya dari gue. Yah, walau kalau papasan gue masih senyum dan dia masih balas. Tapi, gak pernah ada dia duluan yang nyapa gue. Bahkan kami bisa sebelahan di laundry room, hanya dengan saling diam dan 'aku duluan, Bram'.

Perjalanan hidup gue sejak putus sama Nania gak mulus. Gue kangen banget sama celoteh riang dia, bahkan ngomel – ngomelnya dia. Kangen perhatian dia kalau gue lagi banyak tugas. Kangen peppermint tea buatan dia kalau gue mulai ngeluh susah tidur. Kangen segalanya tentang dia pokoknya. Terakhir kali gue ketemu dia menjelang dia wisuda, karena gue lihat papanya datang.

Gue sempat memperkenalkan diri, dan ngobrol basa – basi sebentar. Gue tahu bapaknya Nania pengusaha, makanya gue menghindari bicara terlalu banyak, yang berujung gue harus nyebut nama orang tua gue. Dia pasti kenal papa.

Papa termasuk populer banget di kalangan pebisnis. Populer karena kesuksesannya, dan kelakuannya juga. Sampai muncul semacam pemakluman, kalau orang genius itu memang biasanya suka nyeleneh.

Mencintai NaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang