DEWA (5)

1K 124 8
                                    

Kepala gue rasanya pening luar biasa tiap kali mama menghubungi gue. Ya memang gak langsung nembak ke topik pembicaraan soal Nania. Biasanya mama bakalan muter – muter kesana kemari dulu, baru akhirnya menclok di pertanyaan itu. Kapan mau bubar?

Mama sudah seperti patroli ketertiban semenjak tahu gue lagi – lagi memacari gadis yang berbeda keyakinan. Dan sepertinya kekhawatirannya kali ini memang gak main – main. Mungkin karena memang instinct nya sebagai seorang ibu, berbicara kalau memang ada tanda bahaya dari hubungan gue kali ini.

Mama benar – benar konsisten, begini terus sudah selama berbulan – bulan lamanya, terhitung sejak sepupu gue itu membocorkan perihal hubungan gue, untungnya nilai – nilai gue gak jadi jeblok. Tentunya dengan perjuangan yang gak main – main, dan semangat dari Nania setiap kali lihat gue mulai ogah – ogahan berangkat kuliah karena bad mood.

Tentunya gue gak bilang ke Nania gue bad mood, dia tahunya gue belakangan malas aja sekolah. Dan dia bilang 'Wa, sukses itu kan buat kamu sendiri, bukan buat siapa – siapa, aku cuma bisa ikut senang aja lihatnya, tapi nikmatnya kamu sendiri yang bakalan rasakan. Jadi, kamu bolos – bolos begini, cuma bikin diri kamu sendiri susah'

"Dewa... kamu pulang ya jumat malam, nanti bisa kan kembali Senin pagi? Ada yang gak bisa kamu tinggalin gak dari kuliah mu?" mama lagi – lagi nelpon gue, dia minta gue pulang sebentar. Perth – Bali memang hanya 2jam terbang, tapi ngapain gue bayar tiket pesawat mahal – mahal, cuma pulang seinjekan doang gitu? Dan tumben – tumbenan mama nyuruh gue pulang mendadak. Pikiran gue sempat berkelana kemana – mana, apa mama sakit? Apa papa sakit? Atau... ini ada kaitannya sama Nania?

"sayang amat ma? Mending tunggu disini ada long weekend, jadi bisa agak lama sekalian" jawab gue berusaha untuk bernego. Gue baru aja ngedrop Nania pulang di apartemennya, dan untung aja mama telpon setelah Nania masuk kedalam apartemennya. Gue selalu takut setiap terima telepon mama dan ada Nania.

Entah takut mama resah, atau Nania sedih. Karena dia tahu, kalau mama takut banget gue pindah agama. Nania memang sempat mempertanyakan bagaimana keluarga gue kalau sampai mereka tahu. Dan gue waktu itu hanya menjawab dengan jawaban yang seolah kayak template ala – ala marketer yang gak mau jualan jujur 'kita gak usah pikirin itu ya? pokoknya semua bakalan baik – baik aja'. Jujur, Nania sempat minta putus aja. Kejadian itu baru aja terjadi beberapa hari yang lalu, dan gue sempet marah. Gue gak mau putus, gue sayang banget sama Nania, gue cinta sama Nania.

Tiba – tiba Nania keluar dengan konsep 'Wa kayaknya mending kita sudahin sekarang aja, kasihan orang tua kita kepikiran, walau jujur, aku belum cerita sama papa. Tapi cepat atau lambat, papa pasti gak akan percaya kalau kita cuma teman. Apalagi kelihatan kamu berusaha banget dekat dengan papa waktu papa mampir Perth kemarin, sampai bela – belain jemput dia ke bandara sendirian. Aku gak mau gara – gara ke egoisan kita yang pingin sama – sama, orang tua jadi pada stress, kasihan Wa, mereka sudah tua'

Gue marah banget denger Nania ngomong kayak gitu, itu adalah hari dimana untuk pertama kalinya gue membentak Nania dan nyuruh dia tutup mulut. Nania sampai nangis, dan gue merasa bersalah banget lihat dia menangis. Gue sampai berlutut didepan dia yang sesenggukan di sofa. Gue minta maaf, dan gue jelaskan kalau gue gak mau kami pisah.

Iya, gue nyerah, gue cinta sama Nania. Gue salah prediksi, dengan Nania, semuanya gak sama seperti yang sebelumnya. Gue jatuh cinta.

Mama benar, akhirnya ini gak fun lagi. Ini nyiksa, ini nyiksa karena gue pingin dia seutuhnya sama gue tapi kami punya penghalang yang begitu besar. Menyesalkah gue sudah memulai semuanya? Padahal sudah banyak banget orang yang ngingetin gue? Tapi gue meremehkan semua kata – kata orang.

Entahlah.

"ada yang penting yang perlu mama sama papa bicarakan sama kamu. Pokoknya kamu pulang, walau cuma sempat semalam juga gak apa – apa. Gak usah alasan uang, kita tahu bukan itu masalahnya, tapi kamu yang menghindari bertemu papa dan mama kan?" titah mama gak bisa dibantah. Gue cuma bisa menghela nafas pasrah, sambil bilang iya.

Mencintai NaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang