ANDRA (23)

1.6K 143 7
                                    

Senyuman rasanya gak bisa lepas dari wajah gue saat ini. Nana akhirnya dipindahkan kekamar rawat karena dia akan diperiksa lebih lanjut dulu, atas keseluruhan kondisinya.

Gue bahkan meminta mendorong sendiri kursi roda yang membawa Nana kekamar rawatnya. Nana bolak – balik mendongak dan menatap gue seperti antara percaya dan tidak percaya karena gue bersikap sangat manis ke dia.

Gue sudah janji kan? kalau Nana hamil, gue akan melayaninya seperti seorang ratu. Dia gak boleh repot dan capek sedikitpun, semuanya akan gue layani dan gimana caranya Nana bisa senang menjalani kehamilannya.

Dia sekarang membawa harapan besar gue didalam rahimnya. Disana bersemai calon anak kami, yang nantinya akan menjadi sumber kebahagiaan kami. Gue akan menjadikan Nana ibu hamil yang paling berbahagia, sehingga dia akan lupa pada setiap penolakannya terhadap gue.

Melupakan Dewa juga tentunya. Dan segala niatannya untuk meninggalkan rumah tangga ini.

Suster membuka pintu putih yang terdiri dari dua sisi kanan dan kiri, melebarkannya agar kursi roda ini muat melewatinya. Gue mendorong kursi roda itu sampai ke tepi brankar.

Gue membungkuk untuk mengecup kepala Nana sebentar dan berbisik "sebentar ya, mas bantu naik tempat tidur" Nana masih menatap gue takjub. Bahkan suster yang berjalan bersama kami itu juga sampai tersenyum malu – malu melihat tingkah gue.

Gue berjongkok dan melipat pijakan kaki pada kursi roda, lalu akan membopong Nana tapi Nana menolak. Wajahnya memerah malu dan menggeleng "gausah digendong" ucapnya lirih sambil menunduk malu. Gue terkekeh sambil akhirnya membantunya berdiri dan dia duduk ditepi brankar, sambil menunggu gue menyibakan selimut.

Suster membenarkan posisi infus dan mengecek tetesannya terlebih dulu, sebelum akhirnya memastikan Nana baik – baik saja "kalau ada apa – apa bisa pencet bel yang disini ya bu. Sekarang ibu istirahat dulu, saya permisi ya? sekali lagi selamat ya bapak..ibu.." lalu dia berpamitan.

Gue sedari tadi ingin sekali melakukan ini, tapi gue tahu Nana gak akan mau gue melakukan ini didepan orang banyak. Seketika suster itu menutup pintu, gue langsung membungkuk dan mencium bibir yang sangat gue rindukan itu.

"thank you.." bisik gue lirih sambil gue tidak melepaskan kecupan gue diatas bibirnya yang terasa kering itu.

*****

Gue merebahkan kepala gue disamping tangan Nana yang dari tadi gak gue lepas – lepas. Gue memainkan jemarinya yang lentik dengan jemari gue. Menautkannya, meremasnya lembut dan mengusap – usapnya. Sementara mata gue terus menatap kearah perut Nana yang masih rata. Masih antara percaya gak percaya, didalam sana ada calon anak gue. Tangan gue terulur dan mengusap lembut perut itu.

"dia disini?" gumam gue sambil mengusap – usap perut itu lembut. Gue takut sentuhan gue yang terlalu keras menyakiti Nana dan dia.

"mas.." panggil Nana dan membuat gue mendongak menatap wajahnya. Gue tersenyum menatapnya sambil dagu gue masih bertumpu pada lipatan lengan gue. Hilang sudah semua rasa marah gue ke Nana. Hilang sudah semua rasa kecewa gue ke Nana. Dan hilang sudah semua rasa takut gue dalam menjalani perkawinan ini.

Semuanya akan baik – baik saja, dan pasti baik – baik saja. gue yakin.

"rasanya apa?" tanya gue pelan, Nana yang masih sayu tertawa pelan sambil menangkup punggung tangan gue yang masih mengusap lembut perutnya "belum kerasa apa – apa mas, kan masih kecil banget" jawabnya. Gue terkekeh geli sendiri, saking penasarannya gue dengan perkembangan anak gue didalam sana, gue sampai menanyakan hal yang terbilang konyol.

"maaf ya mas.. aku sampai gak nyadar kalau aku sudah terlambat haid.. aku.." dia tidak menuntaskan kalimatnya karena gue meletakan telunjuk gue di bibirnya. "don't say anything.. yang penting kalian sehat.. mas yang maaf, udah lalai memperhatikan keadaan kamu belakangan ini" ucap gue dan Nana mengangguk patuh.

Mencintai NaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang