Andra 22 (2)

1.5K 156 9
                                    

Seharian sejak gue lihat Nana menggendong bayi, pikiran gue jadi gak karuan. Satu sisi hati gue marah, tapi, sisi lain hati gue berkata 'perbaiki Ndra'.

Pemandangan Nana menggendong bayi benar – benar mengusik hati gue. Gue membayangkan wajah Nana yang terlihat melembut menatap anak kami, mengusap kepala mungil itu dengan sayang dalam dekapannya.

Membayangkan gue akan pulang kerumah dan mendapati Nana yang sedang menyusui anak kami. Membayangkan gue yang setiap pulang dan pergi kantor, akan mengecup kening dua orang. Yaitu, Nana dan bayi mungil kami.

Rasanya pasti semuanya bakalan terobati secara instant. Gue akan sanggup melupakan kesalahan Nana, dan Nana semoga akan mampu memaafkan gue. Hari – hari kami bakalan sibuk dengan tangisan bayi, popok dan minyak telon. Pasti rasanya lelah dan menyenangkan dalam waktu bersamaan.

Gue membayangkan gue dan Nana akan terlelap bersama, dengan bayi mungil ditengah – tengah kami. Kami berdua lelah, tapi bahagia.

Bukan lelah dan menyesakan seperti sekarang ini.

Tapi, kalau kali ini gue lagi yang memperbaiki, kapan Nana bisa ngerti, kalau rumah tangga ini adalah pekerjaannya juga? Kapan Nana punya usaha untuk menjaga rumah tangga ini?

Gue mendengus dan menghela nafas gue berat, menatap langit hitam yang sepertinya mendung. Mendung kayak otak gue sekarang.

****

Gue menunduk dan memandangi cincin kawin yang nyaris gak pernah lepas dari jari gue ini. Gak pernah lepas, karena gue mau semua orang tahu, siapa gue. Seorang, suami.

Kalaupun terpaksa gue lepas karena gue akan wudhu atau ke proyek yang bakalan ribet kalau gue pakai aksesoris, gue akan menyimpan cincin ini didalam dompet agar gak keselip kemana – mana.

Gimana gue mau selingkuh, kalau dibalik sun visor mobil gue, terselip foto yang gue colong dari hp Nana. Nana ternyata pernah selfie dengan gue yang lagi tidur dan dia meletakan pipinya di tepi kepala gue dan tersenyum ke camera. Entah kapan dia ngambilnya. Dan dia gak pernah share ke gue foto itu, jadi gue colong sendiri dari hpnya.

Waktu dia lihat foto itu dibalik sun visor mobil gue, mukanya merah banget dan bikin gue gemas dan menciumi pipinya berkali – kali sambil ketawa – ketawa. Dia udah merengek copot sebenarnya, dan hanya gue copot kalau dia dimobil, kalau gak di mobil ya gue pasang lagi.

Tiap gue lihat foto itu gue selalu senyum – senyum sendiri. Dan selalu kangen rumah. Bahkan sejak kami saling mendiamkan begini, gue jadi sering melamun sambil ngelihatin foto itu di mobil, tiap gue mau perjalanan pulang.

Dia memang ahlinya berbuat iseng kayak gitu. Dulu dia pernah selfie juga dengan duduk dibawah sofa dan dibelakangnya ada gue yang tidur miring. Dia taro bando minie mouse dikepala gue dan dia dengan kurang ajarnya selfie – selfie dengan latar gue dan bando minie mouse itu.

Gue marah? Gue cuma bisa mentok di menggerutu waktu itu.

Gue terkejut karena Nana tiba – tiba memeluk gue dari belakang, dan gue merasakan tubuhnya bergetar sampai gue mendengar isakan tangis di punggung gue.

Nana meletakan tangannya diatas tangan gue, sehingga cincin perkawinan kami saling berdampingan. Cincin yang didalamnya terukir 'I belong to Nana' dan 'I belong to Andra'.

Are you really belong to me, Na? Karena gue yakin, 100% I belong to her. Gue milik Nana.

Gue mengusap lembut jemari itu dan mengusap permukaan cincin itu dengan ibu jari gue. Nana semakin mengetatkan pelukannya, dan punggung gue terasa basah.

Mbak Tiara bilang tingkat kepedihan tertinggi adalah waktu lo nangis dalam diam. waktu itu adalah pas almarhum meninggal, gue dan mbak Tiara mengamati Nana yang memilih menangis dalam diam didalam kamar almarhum di Bandung. Mbak Tiara yang waktu itu mengusap – usap pundak gue "kamu kekuatan dia sekarang ya dek, jaga yang benar. Nana itu fragile sekali. hati – hati sama perasaannya".

Mencintai NaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang